Pena Beracun - The Moving Finger by Agatha Christie
My rating: 4 of 5 stars
Program BUBU (Beli Ulang Baca Ulang) Agatha Christie yang kulakoni ini tantangannya lumayan berat. Masalahnya, buku-buku Agatha Christie itu banyak banget! Kalau dulu bacanya dicicil sejak jaman SD, sekarang... ya tetap dicicil juga sih. Tapi... masalahnya masih banyak timbunan buku TBR lain yang terus memanggil-manggil minta dijamah duluan... (ah, keluhan klise banget ini!)
Tapi... setelah dipikir-pikir buku-buku Agatha Christie itu tipis-tipis kok, bila dibandingkan buku-buku TBR lainnya. Jadilah belakangan ini aku cukup rajin membaca Agatha Christie lagi.
Buku Pena Beracun alias The Moving Finger ini termasuk salah satu buku Agatha Christie favoritku. Namun setelah membacanya kembali saat ini, sepertinya terdapat beberapa hal yang rasanya ingin kukomentari sedikit:
1. Buku ini mengingatkanku pada buku-buku Enid Blyton.
Sebagai pembaca setia karya Enid Blyton, aku merasa cukup banyak cerita misteri dan petualangan yang dimulai karena para tokoh utamanya baru sembuh dari sakit, dan harus melakukan tetirah alias memulihkan kesehatan dengan pergi beristirahat di tempat lain (umumnya daerah pedesaan). Lantas, mau tak mau, sengaja tak sengaja, terlibat misteri atau petualangan.
Buku ini dimulai dengan gaya yang persis sama. Naratornya, Jerry Burton, yang baru sembuh dari kecelakaan pesawat, melakukan tetirah ditemani oleh adiknya ke sebuah desa terpencil. Dan terlibat misteri? Ya iyalah.
2. Buku ini mengingatkanku pada salah satu buku Pasukan Mau Tahu
Sebenarnya, ditilik dari ceritanya (di luar kasus pembunuhannya), judul buku ini mungkin lebih pas bila diterjemahkan menjadi Misteri Surat Kaleng seperti buku The Mystery of the Spiteful Letters-nya Pasukan Mau Tahu. Isi surat-surat tanpa nama pengirim itu sama-sama spiteful dan sok tahu, bagai tulisan wartawan tabloid gosip yang malas melakukan check and re-check terhadap sumber beritanya. Dan suratnya tidak ditulis dengan pena, beracun maupun tidak.
Konon, judul asli buku ini diambil dari salah satu ayat dari terjemahan Rubaiyat Omar Khayam yang dialihbahasakan oleh Edward Fitzgerald:
The Moving Finger writes; and, having writ,
Moves on: nor all thy Piety nor Wit
Shall lure it back to cancel half a Line,
Nor all thy Tears wash out a Word of it
3. Kisah si Itik Buruk Rupa
Sepertinya yang dulu membuatku suka pada buku ini adalah cerita dongengnya. Tentang seorang gadis desa yang berpenampilan jelek dan sederhana, dan merasa "tidak diinginkan siapapun", namun setelah didandani sebentar di kota langsung berubah cantik, dan membuat si narator jadi merasa sebenarnya ia telah jatuh cinta pada si gadis.
Hm... My Fair Lady hanya dalam satu hari.
4. Miss Marple cuma tampil sebentar di penghujung buku.
Mungkin ini juga yang membuatku suka pada buku ini? Entah mengapa buku-buku Miss Marple bagiku lebih menarik kalau fokus utamanya bukan si detektifnya. Berbeda halnya dengan buku-buku Hercule Poirot, aku merasa keberatan kalau Poirot cuma muncul sebentar :))
View all my reviews
trus mbak, buku ini juga ngingetin aku sama buku AC lainnya yang judulnya membunuh itu gampang XD tipe2 setting dan plotnya mirip hehe
ReplyDeleteSebenarnya sih kalau menurutku lokasinya yang di desa yang bikin setipe. Buku2 Miss Marple kebanyakan desa sih ya...
Delete