Judul : Will My Cat Eat My Eyeballs? Big Questions from Tiny Mortals About Death
Penulis : Caitlin Doughty
Penerbit : W.W. Norton Company
Tebal : 222 halaman
Penghargaan : Goodreads Choice Award for Science and Technology (2019)
Dibaca tanggal : 25 Januari 2020
Sinopsis :
Best-selling author and mortician Caitlin Doughty answers real questions from kids about death, dead bodies, and decomposition.
Every day, funeral director Caitlin Doughty receives dozens of questions about death. What would happen to an astronaut’s body if it were pushed out of a space shuttle? Do people poop when they die? Can Grandma have a Viking funeral?
In Will My Cat Eat My Eyeballs?, Doughty blends her mortician’s knowledge of the body and the intriguing history behind common misconceptions about corpses to offer factual, hilarious, and candid answers to thirty-five distinctive questions posed by her youngest fans. In her inimitable voice, Doughty details lore and science of what happens to, and inside, our bodies after we die. Why do corpses groan? What causes bodies to turn colors during decomposition? And why do hair and nails appear longer after death? Readers will learn the best soil for mummifying your body, whether you can preserve your best friend’s skull as a keepsake, and what happens when you die on a plane. Beautifully illustrated by DiannĂ© Ruz, Will My Cat Eat My Eyeballs? shows us that death is science and art, and only by asking questions can we begin to embrace it.
Review singkat :
Judul bukunya bikin penasaran.
Itu alasan aku memilih untuk membaca buku ini duluan dalam rangka memenuhi tantangan baca Goodreads Indonesia bulan Januari 2020, padahal ada banyak buku yang mendapatkan penghargaan di tahun 2019. The Institute-nya Stephen King saja kutunda bacanya, bisa jadi kapan-kapan kalau sudah punya buku fisiknya. The Calculating Stars-nya Mary Robinette Kowal juga kutunda bacanya, padahal pemenang Hugo Award 2019 untuk kategori Best Novel.
Buku ini ditujukan bagi future corpses of all ages, jadi aku yang sisa usianya sudah semakin sedikit ini juga termasuk di dalamnya. Namun demikian, pertanyaannya berasal dari anak-anak dan jawaban serta pembahasannya menggunakan bahasa yang ringan dan mudah untuk dipahami anak-anak pula. Humor yang digunakan penulisnya juga asyik, sehingga pembaca tidak akan merasa jijik meskipun pembahasannya kadang-kadang memang menjijikkan secara harfiah. Ini sains gitu loh! Yang dibahas seputar kematian pula! Jadi mayat, darah, organ tubuh, kotoran dan segala macamnya tak mungkin dikecualikan dari pembicaraan.
Karena pertanyaannya berasal dari anak-anak yang rasa ingin tahunya memang besar, kadang-kadang pertanyaan nyeleneh, tapi penulis buku ini bisa menyajikan jawabannya dengan serius tapi santai, dan tetap berdasarkan fakta. Ada banyak pertanyaan lain selain yang dijadikan judul buku ini. Ingin tahu apakah kita masih bisa duduk atau berbicara (atau buang kotoran) setelah mati? Atau kenapa warna tubuh kita berubah setelah mati? Atau apakah orang kembar siam meninggal di waktu yang sama? Apakah kita boleh dikubur bersama hamster peliharaan kita? Atau apakah darah jenazah bisa digunakan untuk transfusi?
Kalau ingin tahu jawabannya, silakan baca buku ini. Recommended, dan di Goodreads kuberi bintang:
Spoiler:
Untuk judul buku ini, jawabannya YA! Terutama kalau kita cuma hidup berdua dengan si kucing peliharaan di tempat terpencil, lalu kita mati mendadak tanpa diketahui orang selama berhari-hari. Karena peran kita sebagai penyedia makanan berakhir, kucing yang kelaparan bisa makan apa saja yang ada di rumah. Termasuk bagian tubuh mayat kita... Ingat, kucing itu adalah predator, yang punya kesamaan DNA sebanyak 95,6% dengan singa.
Buku ini kubaca dan kureview dalam rangka memenuhi Tantangan Baca Goodreads Indonesia Tahun 2020 untuk bulan Januari :
Showing posts with label humor. Show all posts
Showing posts with label humor. Show all posts
Tuesday, January 28, 2020
Monday, October 3, 2016
The Polysyllabic Spree
Penulis : Nick Hornby
Penerbit : Believer Books
Edisi : Paperback,
Tebal : 143 halaman
Dibeli di : Indonesia International Book Fair 2016
Dibeli tanggal : 2 Oktober 2016
Harga beli : Rp. 150.000,-
Dibaca tanggal : 2 Oktober 2016
Sinopsis :
The Polysyllabic Spree is the first title in the Believer Book series, which collects essays by and interviews with some of our favorite authors—George Saunders, Zadie Smith, Michel Houellebecq, Janet Malcolm, Jim Shepard, and Haruki Murakami, to name a few. In his monthly column "Stuff I've Been Reading", Nick Hornby lists the books he's purchased and the books he's read that month - they almost never overlap - and briefly discusses the books he's actually read. The Polysyllabic Spree includes selected passages from the novels, biographies, collections of poetry, and comics discussed in the column.
Review :
Selain nama penulisnya (yang sebagian besar karyanya sudah kubaca dan kusukai), yang membuatku langsung mencomot buku ini di lapak buku bekas di IIBF tahun ini adalah tagline-nya:
A hilarious and true account of one man's struggle with the monthly tide of the books he's bought and the books he's been meaning to read.
Jadi, ini review buku tentang kumpulan review buku yang ditulis Nick Hornby pada kolomnya di majalah bulanan Believer.
Pada awal setiap esainya, Hornby membagi daftar bacaannya dalam dua kolom: buku yang dibeli dan buku yang dibaca (dan sekalian direview secara singkat) pada bulan tersebut. Dan tentu saja, tidak semua buku yang dibelinya lantas dibaca pada bulan yang sama (hah, story of my life!).
Hornby menetapkan beberapa aturan dasar bagi pembaca di bab pertama buku ini. Aturan pertama:
I don't want anyone writing in to point out that I spend too much money on books, many of which I will never read. I know that already. I certainly intend to read all of them, more or less. My intentions are good. Anyway, it's my money. And I'll bet you do it too.
Huahaha, nonjok banget! Don't we all?
Review Hornby dari buku-buku yang sempat dibacanya tiap bulan bukanlah review yang klinis, boleh dibilang cukup pribadi bahkan curcol. Kita jadi tahu kalau Hornby jadi suka memperhatikan orang-orang tak dikenal yang sedang membaca buku waktu liburan (siapa tahu ada yang sedang membaca novel yang dikarangnya). Dan kita juga jadi tahu kalau Hornby ternyata saudara ipar dari Robert Harris (pengarang Conspirata, Imperium, Pompeii), dan bagaimana ia harus meluangkan waktu khusus untuk membaca (baca: meninggalkan bacaan lain) apabila sang ipar memberikan buku terbarunya. Dan sama dengan kita, sebuah buku yang dibaca Hornby bisa membuatnya membaca buku lain yang berkaitan, bahkan buku-buku dari pengarang sang sama dalam waktu yang berdekatan! Dan, mungkin sama dengan kita, Hornby berkontemplasi tentang fenomena bagaimana kita bisa lupa tentang isi buku-buku yang pernah kita baca.
Dari kolom daftar buku, kita juga bisa melihat bahwa daftar buku yang dibeli Hornby setiap bulan seringkali lebih panjang daripada buku yang dibacanya. Jadi, supaya imbang, kadang Hornby berbuat curang (yang diakuinya dengan bangga) dengan membaca banyak buku-buku yang tipis supaya daftar buku yang dibaca lebih panjang ketimbang yang dibeli! Walah, itu mah trik yang kupakai kalau lagi keteteran di reading challenge! Dem, kok malah bangga ya?
Gara-gara baca buku ini, aku jadi ingin membaca beberapa buku yang dibahasnya, termasuk So Many Books karya Gabriel Zaid, yang mengangkat pertanyaan universal para pembaca buku: Why bloody bother? Why bother reading the bastards, and why bother writing them? Menurut Zaid, perlu waktu lima belas tahun hanya untuk membaca judul dan nama penulis dari semua buku yang pernah diterbitkan (plus delapan tahun lagi kalau mau ditambah nama penerbitnya). Hornby sampai mengutip paragraf kedua buku Zaid yang dianggapnya sangat spesial: "The truly cultured are capable of owning thousands of unread books without losing their composure of their desire for more."
That's me! And you, probably! That's us!
All the books we own, both read and unread, are the fullest expression of self we have at our disposal. With each passing year, and with each whimsical purchase, our libraries become more and more able to articulate who we are, whether we read the books or not.
Well, buku ini kubeli dan kubaca pada hari yang sama. That's a rare thing these days.
Sunday, May 8, 2016
Komikus Nekat
Judul : Komikus Nekat
Penulis : Ekyu
Penerbit : Muffin Graphics
ISBN : 978-602-367-150-2
Tebal : 100 halaman
Review:
Kocak abis!
View all my reviews
Penulis : Ekyu
Penerbit : Muffin Graphics
ISBN : 978-602-367-150-2
Tebal : 100 halaman
Review:
Kocak abis!
Nggak nyangka, masa kecil Ekyu (khususnya Ega dan Oni) entah kenapa mirip denganku, terutama dari sisi bacaan, meskipun beda generasinya cukup jauh.
Sejarah bacaan Ega rada mirip sih. Terutama bacaan komik dan silatnya (bacaan novel mah nggak terungkap di sini). Komik wayang. Asterix (celeng panggangnya keliatan enak banget?!). Komik superhero Amerika (kenapa laki-lakinya pada pake celana dalam di luar, perempuannya pake baju renang doang?). Kho Ping Hoo (judul macam Pendekar Binal/Pendekar Mata Keranjang jadi scandalous sekarang). Komik Tiger Wong. Candy-Candy. Miss Modern. Dan sejak itu terus ketagihan membaca manga.
Sejarah bacaan Oni yang mirip? Mungkin di bagian bacaan misteri. Selain novel-novel misteri Agatha Christie, aku juga membaca majalah Misteri dan Detektif Romantika, terutama kalau sudah nggak ada bacaan lain di rumah. Kalau membaca majalah serius seperti Tempo atau Intisari pun cerita misteri dan kriminalitasnya sudah pasti dilalap juga. Tapi nggak sampai dikliping segala. Aku cuma menggunting dan mengumpulkan kolom Catatan Pinggir-nya GM, atau cerita bersambung harian di koran yang ceritanya kuanggap seru.
Bedanya, walaupun suka menggambar juga sampai bikin komik sendiri (kualitasnya cukup bikin ngikik kalau dibaca lagi sekarang), aku nggak sampai segitunya kepingin bisa menggambar komik sebagaimana layaknya artis profesional.
Membaca komik semibiografi ini, aku juga jadi teringat masa-masa waktu masih berlangganan majalah Animonster (ternyata Ekyu juara tiga lomba komiknya toh, tapi kumpulan komik submission-nya sudah hilang sekarang).
Aku juga jadi teringat pernah punya dua komik Ekyu terbitan Koloni, baik yang Fix-Up maupun yang Morte (sudah hilang juga sekarang mah). Kalau tidak salah, aku memberi rating "it was ok" buat karya mereka di Goodreads.
Aku juga jadi teringat pernah punya dua komik Ekyu terbitan Koloni, baik yang Fix-Up maupun yang Morte (sudah hilang juga sekarang mah). Kalau tidak salah, aku memberi rating "it was ok" buat karya mereka di Goodreads.
Lah, cerita masa lalu komikusnya malah lebih entertaining buatku ketimbang buku komik pertama mereka, yang proses pembuatannya sampai bikin stress dan berdarah-darah?
Eniwei, mungkin aku perlu membeli dan melihat lagi karya-karya mereka setelah membaca komik behind the scene-nya ini :)
View all my reviews
Tuesday, March 29, 2016
Superman/Batman Annual: Stop Me If You've Heard This One...
Aku salah satu penggemar komik Batman dan Superman sejak masa kanak-kanak, tapi aku termasuk golongan yang merasa kecewa saat menyaksikan versi
live action berjudul Batman v Superman (BvS) yang kutonton pada hari pertama
penayangannya di Indonesia.
Sebenarnya bukan kejutan sih, karena jujur saja aku juga tidak begitu suka intrepretasi Zack Snyder atas Superman di film sebelumnya, Man of
Steel, sehingga ekspektasiku untuk BvS sebenarnya sudah kupasang cukup rendah.
Tapi kalau ternyata hasilnya masih di bawah ekspektasi yang sudah kadung
terlalu rendah… rasa kecewanya jadi semakin bertambah. Berbeda halnya dengan
ekspektasi tinggi saat aku menantikan tayangnya film Deadpool---karakter yang komiknya
malah baru kubaca kurang dari setahun sebelum versi filmnya rilis---di mana
hasilnya sesuai, atau bahkan melebihi ekspektasi.
Kenapa aku tidak suka? Alasannya banyak. Tapi versi singkatnya: it's not fun & entertaining! Bukan berarti aku kepingin filmnya cerah ceria kayak Teletubbies.
Banyak buku/komik/film yang grim, dark & gritty yang fun & entertaining sehingga menjadi favoritku,
tapi BvS simply membuatku bosan setengah mati. Belum ditambah adegan versus yang dinanti-nanti dengan melewati siksaan selama 2 jam, malah selesai dengan cara yang enggak banget m(_._)m
Eksekutif WB membela produknya dengan “It's fun, it doesn’t take
itself seriously.”
Oh, really? Terus buat apa repot-repot mencoba membangun latar
belakang cerita ala political-thriller yang sok serius dan berat kalau terus mengaku itu semua tidak serius? Istilah macam itu lebih cocok buat Deadpool, yang karakternya memang ngawur dan 90% jalan cerita komik/film-nya tidak ada
serius-seriusnya.
Kalau mau cerita Superman/Batman yang bisa dibilang doesn’t take itself
seriously, salah satu contoh yang pantas dinobatkan begitu adalah Superman/Batman Annual yang
terbit tahun 2006 ini:
Cerita dibuka dengan Batman dan Superman yang baru selesai bekerja sama menangani doppelganger mereka dari dimensi lain. Di sini, mereka sama-sama belum tahu identitas di balik kostum rekan kerjanya, tapi punya niat untuk kapan-kapan mencari tahu. Berdasarkan kuasa penulis komik, baik Clark Kent maupun Bruce Wayne masing-masing punya agenda yang ternyata malah bakal mempertemukan mereka lagi:
![]() |
Alfred-nya in full Jeeves mode deh! |
Interaksi antara Clark Kent dan Bruce Wayne dengan identitas KTP benar-benar hilarious, apalagi kalau Bruce Wayne sepertinya serius betul memerankan milyarder/playboy brengsek yang suka menggampangkan masalah dengan uang. Kondisi makin gawat ketika Clark dan Bruce terpaksa harus tinggal sekamar...
bahkan seranjang berdua...
![]() |
Adegan paling menegangkan di komik ini... |
Duh. Coba Lois Lane mau berbagi kamar dengan salah satu dari mereka. King-size bed jelas tidak cukup buat dua laki-laki dengan superbody! Tapi, tenang, tidak ada adegan bromance di sini. Dari ekspresinya saja sudah jelas seperti apa perasaan mereka. Tapi untuk urusan rebutan selimut, sepertinya Bruce yang menang, deh...
Untungnya situasi awkward tidak berlangsung lama, karena lokasi pelayaran di Segitiga Bermuda mulai unjuk gigi: timbul retakan antar dimensi. Belum lagi, Deathstroke muncul untuk menjalankan misi membunuh Bruce Wayne. Tapi di saat yang sama, mulai bermunculan doppelganger dari dimensi lain yang membuat huru-hara. Yang paling bikin susah, tentu saja doppelganger dengan power yang setara:
![]() |
Versi bego Superman dan Batman: Ultraman (yang bener aje!) dan Owlman (serasa crossover Watchmen deh) |
Kocaknya, meskipun punya power yang setara, para doppelganger ini kelakuannya bertolak belakang dan... kayaknya beberapa level lebih bego... Doppelganger Lois Lane yang juga muncul malah punya power dan berjulukan Superwoman... dan juga berprofesi sebagai assassin yang mengejar Bruce Wayne. Mungkin Wayne versi Owlman yang dikejar, tapi yang jadi bulan-bulanan malah Bruce Wayne versi Batman.
Yang bikin komik ini tambah kocak, jelas kemunculan doppelganger Deathstroke yang malah diutus sebagai bodyguard Bruce Wayne. Kenapa? Karena karakter, kelakuan, dan kebegoannya (dan desain topengnya) jelas plek-plek Deadpool. Tapi mengingat Marvel menciptakan karakter Deadpool sebagai parodi dari karakter Deathstroke-nya DC, rasanya wajar saja sih. Apalagi penulis komik ancur ini juga pernah jadi penulis serial Deadpool di Marvel.
![]() |
Versi bego Deathstroke (alias Deadpool?) |
![]() |
Versi asli Deathstroke, tentu saja |
Cuma demi menyiasati hak cipta saja, karakter bodyguard ini tidak diberi kesempatan memperkenalkan diri. Waktu Batman menanyakan namanya untuk disampaikan pada Bruce Wayne, dia cuma sempat menjawab "Deaaaaaa-----" sebelum terlempar kembali ke dimensinya (mungkin balik ke Marvel Universe?).
Interaksi Batman dan Superman dalam kostum (dalam kondisi sudah tahu identitas masing-masing) sama kocaknya dengan interaksi antara Owlman dan Ultraman. You know lah, Batman/Owlman sedikit lebih pintar ketimbang Superman/Ultraman.
P.S. Cerita Batman/Superman versi klasik banget mungkin malah lebih ngaco ketimbang komik ini. Rasanya pantas saja kalau serial televisi tahun 1960-an menggambarkan Batman versi komedi.
Wednesday, February 17, 2016
Bo Confidential: The Secret Files of America's First Dog
Judul : Bo Confidential
Sub Judul : The Secret Files of America's First Dog
Penulis : Bo Obama (seperti yang dikisahkan pada editor MAD Magazine)
Ilustrator : Tom Richmond
Penerbit : Running Press, 2009
Tebal : 96 halaman
Dibeli di : Lapak Books & Beyond Plaza Semanggi
Dibeli tanggal : 13 Februari 2016
Harga beli :Rp. 125.000,- Rp. 35.000,- Rp. 10.000,-
Review :
Pokoknya percaya saja deh, kalau yang menulis buku ini adalah seekor anjing. Bukan anjing biasa, tapi peliharaan President of the United States (POTUS). Namanya Bo Obama, lengkapnya Bo Saddam Obama. Asal-usul nama tengahnya mungkin supaya bisa saling melengkapi dengan nama tengah POTUS. Mungkin lho.
Buku ini berisi laporan 148 hari Bo setelah terpilih jadi anjing nomor satu di AS, berisi informasi "anjing dalam" tentang kehidupan sehari-hari di Gedung Putih dari POV Bo.
Banyak humor dan gag ala MAD Magazine di sini, nyaris berupa guyonan halus (atau kasar ya sebenarnya?) tentang POTUS dan orang-orang di sekitarnya, baik itu keluarga, Secret Service, Joe Biden, dan lain-lain. Semua disentil dan disikat.
Misalnya saja, POTUS (Bo menyebutnya Prez) memilih Bo sebagai peliharaan karena... telinga Bo lebih besar dari telinganya. Atau POTUS menggunakan Bo sebagai kambing hitam waktu konpers, pas ditanyai tentang mana Economic Recovery Plan-nya, dengan menjawab, "Uhh, my dog ate it."
Gerundelan lain Bo yang cukup kocak misalnya waktu di Hari Ke-30, ia mulai mempertanyakan ketidakkonsistenan POTUS:
Sebagai anjing orang penting, banyak suka-duka yang dialami Bo. Kesepian, tidak bisa seenaknya jalan-jalan sekitar rumah atau meminta si tuan mengajak jalan-jalan (kalaupun terlakoni, tentu didampingi segerombolan Secret Service). Sukanya, ada 35 kamar mandi di Gedung Putih, jadi dalam satu bulan bisa minum dari toilet yang berbeda-beda!
Banyak hal juga yang dipelajarinya sejak datang di Gedung Putih, dan dibocorkannya pada kita. Sebagai anjing ibukota, ia menyadari bahwa Washington DC penuh dengan orang-orang hipokrit. Tentunya bila dipandang dari ketidakadilan yang dirasakannya secara pribadi.
Tapi bukan cuma POTUS yang jadi majikannya, Bo juga menyentil POTUS-POTUS sebelumnya. Misalnya:
Atau:
Hilarious. And, oh, a very special bark for you, Bo!
Sub Judul : The Secret Files of America's First Dog
Penulis : Bo Obama (seperti yang dikisahkan pada editor MAD Magazine)
Ilustrator : Tom Richmond
Penerbit : Running Press, 2009
Tebal : 96 halaman
Dibeli di : Lapak Books & Beyond Plaza Semanggi
Dibeli tanggal : 13 Februari 2016
Harga beli :
Review :
Pokoknya percaya saja deh, kalau yang menulis buku ini adalah seekor anjing. Bukan anjing biasa, tapi peliharaan President of the United States (POTUS). Namanya Bo Obama, lengkapnya Bo Saddam Obama. Asal-usul nama tengahnya mungkin supaya bisa saling melengkapi dengan nama tengah POTUS. Mungkin lho.
Buku ini berisi laporan 148 hari Bo setelah terpilih jadi anjing nomor satu di AS, berisi informasi "anjing dalam" tentang kehidupan sehari-hari di Gedung Putih dari POV Bo.
Banyak humor dan gag ala MAD Magazine di sini, nyaris berupa guyonan halus (atau kasar ya sebenarnya?) tentang POTUS dan orang-orang di sekitarnya, baik itu keluarga, Secret Service, Joe Biden, dan lain-lain. Semua disentil dan disikat.
Misalnya saja, POTUS (Bo menyebutnya Prez) memilih Bo sebagai peliharaan karena... telinga Bo lebih besar dari telinganya. Atau POTUS menggunakan Bo sebagai kambing hitam waktu konpers, pas ditanyai tentang mana Economic Recovery Plan-nya, dengan menjawab, "Uhh, my dog ate it."
Gerundelan lain Bo yang cukup kocak misalnya waktu di Hari Ke-30, ia mulai mempertanyakan ketidakkonsistenan POTUS:
How come the Prez ran on the slogan of "Yes, We Can", but every time I want to do something, like play ball with the girls in the Oval Office, the answer is always "No, You Can't"?!
Sebagai anjing orang penting, banyak suka-duka yang dialami Bo. Kesepian, tidak bisa seenaknya jalan-jalan sekitar rumah atau meminta si tuan mengajak jalan-jalan (kalaupun terlakoni, tentu didampingi segerombolan Secret Service). Sukanya, ada 35 kamar mandi di Gedung Putih, jadi dalam satu bulan bisa minum dari toilet yang berbeda-beda!
Banyak hal juga yang dipelajarinya sejak datang di Gedung Putih, dan dibocorkannya pada kita. Sebagai anjing ibukota, ia menyadari bahwa Washington DC penuh dengan orang-orang hipokrit. Tentunya bila dipandang dari ketidakadilan yang dirasakannya secara pribadi.
Waterboarding is considered torture, but a choke chain on me is perfectly fine!
They yell at me if I have an accident on the rug, but whenever some decrepit old senator comes over and does the some thing, no one says a word!
At the dinner table I'm not allowed to beg, but the guy from AIG shows up and gets a billion dollars!
Tapi bukan cuma POTUS yang jadi majikannya, Bo juga menyentil POTUS-POTUS sebelumnya. Misalnya:
Last night the President put his foot down and told me that I am not allowed to sleep in his bed. That seemed pretty unfair. But then I heard that when they were in the White House, Hillary had the same policy with Bill.
Atau:
It occured to me that the one place George W. Bush didn't look for WMDs was on the White House Grounds. So I've taken it upon myself to dig up the South Lawn and look for them. At least that's my story if the gardener complains--and I'm sticking to it.
Hilarious. And, oh, a very special bark for you, Bo!
Thursday, February 11, 2016
Watching Deadpool
Setelah penantian yang terasa begitu lama, akhirnya kesampaian juga nonton film yang satu ini.
Lokasi : Cinemaxx Plaza Semanggi
Hari / Tanggal : Rabu / 10 Februari 2016
Jam Tayang : 06:45 PM
Harga Tiket : Rp. 30.000,-
Studio : 3
Kursi : F - 14
Trailer (sesuai urutan) :
- Batman vs Superman : Dawn of Justice
- X-Men : Apocalypse
- Captain America : Civil War
Seperti label posting ini, ini bukan review, tapi sekedar curcol setelah menonton versi live-action alias adaptasi film dari komik Deadpool. Seperti biasa, pertanyaan sejuta umat dari setiap film hasil adaptasi novel/komik: seberapa setia pada versi aslinya?
Pertama-tama, kudos untuk Ryan Reynolds cs yang sudah berjuang keras bertahun-tahun untuk mewujudkan film Deadpool dengan hasil yang setia, atau setidaknya mendekati, versi komiknya. Bagaimanapun, tetap saja ada deviasi yang sepertinya disengaja demi plot cerita.
Eh, tunggu, memang ada plot-nya?
Ada sih, tapi jujur saja, plotnya sangat sederhana. Origin story standar yang ada sekedar untuk menjustifikasi aksi Deadpool.
Boy meets girl. Wade Wilson, mantan tentara special force yang jadi mercenary, bertemu dengan Vanessa, love of his life. Tragedi memisahkan mereka: Wade menderita kanker. Demi Vanessa, diam-diam Wade mengikuti program eksperimen yang konon selain bisa menyembuhkan kanker juga mungkin bisa memberinya kekuatan superhero. Tapi program itu ternyata bertujuan untuk membentuk superslave yang akan dijual ke penawar tertinggi. Wade lolos, sembuh dari kanker karena kekuatan super yang diperoleh dari eksperimen, namun penampilannya hancur. Ia pun mencari biang kerok program itu, Ajax, untuk membalas dendam dan mengembalikan wujud aslinya.
Ringkasan plot ini bukan spoiler, kok, karena siapapun yang pernah menonton trailernya pasti minimal tahu garis besarnya.
Berikutnya, seperti halnya kalau kita menonton film (adaptasi ataupun bukan), ada saja up dan down-nya. Here we go...
The Ups
1. The Humor
Humornya khas spoof movie banget, dan sudah dimulai sejak menit pertama opening credit. Kita tidak bakal disuguhi nama-nama pemain, produser, atau penulis naskah sama sekali. Buat yang biasa melihat video "honest trailer" di youtube mungkin bisa kebayang modelnya seperti apa. Selanjutnya, hampir setiap menit ada saja joke-nya, baik verbal maupun nonverbal, yang bisa jadi lucu, garing, atau tidak lucu, tergantung selera humor penonton. Kebanyakan verbal jokes keluar dari mulut Wade Wilson/Deadpool, membuat Ryan Reynolds kebagian paling banyak dialog. Wajar saja sih, karena Deadpool terkenal sebagai...
2. The Merc with a Mouth
Bahkan sebelum jadi Deadpool sekalipun, tokoh utamanya sudah cerewet, bikin orang gatal ingin menyumpal mulutnya, atau menjahit mulutnya (deja vu!!!). Thank God tragedi X-Men Origins; Wolverine tidak diulang di sini. Dan sesuai karakter Deadpool di komik yang sadar betul kalau dia cuma tokoh komik, di film pun dia sadar betul kalau cuma tokoh film, karena dia tetap...
3. Breaking the Fourth Wall
Bicara langsung pada penonton? Check. Menggeser kamera supaya penonton tidak melihat adegan berdarah-darah? Check. Menyindir peran sendiri di film Green Lantern dan X-Men Origins: Wolverine? Check. Mempertanyakan Professor Xavier mana yang harus dihadapinya: McAvoy atau Stewart? Check. Menyindir studio yang pelit karena cuma bisa menyediakan 2 orang anggota X-Men? Check.
And many more. Tak lupa Deadpool juga selalu menyelipkan...
4. Pop Culture Reference
This. Bertebaran di mana-mana. Kadang ada yang kutahu, kadang ada yang aku nggak tahu Deadpool (atau tokoh lain) lagi ngomongin apa. Maklum, bisa jadi akunya yang kudet. Terus, kalau kebetulan aku tahu referensi yang dicetusin Deadpool, eh si Negasonic Teenage Warhead (satu dari 2 karakter X-Men yang dipinjamkan untuk film ini) malah ngomong, "Damn, you're old." Wadaw, ceceu, sakitnya tuh di siniiih... m(>.<)m
5. Do not take it seriously
90% film ini tidak ada serius-seriusnya. Kalaupun situasi kelihatan mulai agak serius, biasanya Deadpool sendiri yang bikin situasi serius menjadi 100% tidak serius dengan segala tingkah yang sinting dan kadang-kadang bego. Bahkan saat adegan gore di mana Deadpool sibuk membantai lawan dalam misi "Where's Francis"-nya.
6. Other Characters
Bukan, bukan mau ngomongin cameo Stan Lee, tapi para karakter yang cukup rajin wara-wiri di sekitar Deadpool dalam versi komik, dimunculkan juga dalam versi film. Blind Al, yang aslinya "tawanan" Deadpool, di versi film menjadi roommate sukarela (kayaknya sih) berkat bantuan Craiglist (atau gara-gara ketemu di laundry, ya? I confused). Atau Weasel, yang di sini jadi sohib Deadpool. Atau Bob, si anggota pasukan H.Y.D.R.A. yang kadang diakui Deadpool sebagai teman, di sini numpang lewat sebagai mantan rekan Special Force Deadpool yang bekerja di pihak lawan. Aku mengharapkan munculnya Cable atau Domino. Well, mungkin lain kali.
7. The Romance
Film ini dirilis menjelang Hari Valentine dan digadang-gadang sebagai film romance, sebagaimana dipasarkan lewat poster semacam ini:
Dan... terlepas dari jalan cerita yang cukup berbeda dari versi komiknya, kisah cinta Wade dan Vanessa versi film memang co cweet, gitu. Penonton dibuat cukup peduli pada kelangsungan cinta mereka. Dan juga cukup peduli pada Deadpool yang kuatir kalau penampilan barunya yang cocok untuk main film horor bisa bikin Vanessa takut dan kabur, sehingga memilih tidak ketemu sama sekali.
8. The Ending Credit
Hilarious. Breaking the fourth wall, definitely. Dan sepertinya cukup optimis dengan hasil film ini ke depannya, untuk memberikan harapan pada penonton bahwa sekuelnya bakal dibikin. Sepertinya lho.
The Downs
1. The Censored Scenes
Begitu melihat LSI mengkategorikan film yang aslinya berating 'R' ini sebagai 17 Tahun Ke Atas, aku yakin bakal banyak adegan yang disensor. Masalahnya, waktu minggu lalu aku menonton The Hateful Eight yang digolongkan 21 Tahun Ke Atas saja, masih ada saja adegan yang kena babat gunting sensor. Yang hilang tentu saja adegan sex montage sepanjang tahun antara Wade-Vanessa. Atau adegan-adegan pembantaian Deadpool baik yang menggunakan pistol kaliber berat maupun katana. Beuh, padahal adegan film The Raid 2 yang lebih sadis saja tidak dipotong. Pilih kasih, ah.
Buat ibu-ibu di Amrik yang sempat meminta agar rating Deadpool diturunkan dari R ke PG13 dengan menghilangkan adegan seksnya, supaya anaknya bisa ikut nonton film ini, datang ke Indonesia saja, gih. Paling-paling yang bakal bikin terganggu adalah...
2. The Subtitles
Subtitle-nya cukup mengganggu. Terutama kalau terjemahannya tidak pas atau jauh ke mana-mana. Atau kalau terjemahannya pakai istilah KBBI yang jarang digunakan. Kata "merancap" misalnya... aku lebih biasa mendengar istilah "onani" atau "masturbasi" sih. Mungkin maksud semua itu untuk memperhalus terjemahan? Sepanjang film, aku berusaha keras untuk tidak memperhatikan teks terjemahan.
Hm... tidak banyak sih yang bikin down. Dan itu bisa terselesaikan kalau versi Blue-Ray nya sudah rilis nanti, toh film ini worth to re-watch meskipun kejutan-kejutannya bakal tidak terasa baru lagi.
Other Nitpicks
Tapi masih ada nitpick yang tidak penting sih, misalnya saja tentang Deadpool yang sudah sembuh kankernya berkat kemampuan regenerasi tapi tampangnya hancur gara-gara eksperimen. Versi aslinya sih, justru yang bikin penampilan Deadpool parah adalah kankernya yang sudah menyebar ke seluruh tubuh. Masalahnya, kankernya bersaing ketat dengan kemampuan regenerasinya yang diperoleh dari gen Wolverine via Program Weapon X, sehingga kondisi Deadpool bagaikan kanker berjalan.
Atau tentang Deadpool yang mengaku bukan hero, bahkan malas banget dipaksa-paksa Colossus buat bergabung dengan X-Men. Iya sih, kelakuannya yang tidak bisa dipegang membuat Deadpool tidak bisa dianggap hero, tapi kalau dilihat dari versi komiknya, yang jelas kelihatan sih Deadpool sebenarnya ingin diakui oleh para hero lain, sehingga ia kepingin bergabung dengan kelompok X-Men, bahkan ngidam berat kepingin jadi anggota Avengers. Malah para anggota X-Men dan Avengers yang keberatan kalau Deadpool mengaku-ngaku sebagai anggota, atau malah beneran jadi anggota (sementara sekalipun). Kenapa? Karena Deadpool selalu bikin rusuh dan merusak nama baik kelompok, tentunya, gara-gara tingkahnya yang tidak memenuhi standar keheroan.
Gerundelan lainnya adalah keterbatasan ruang gerak Deadpool di dunia Marvel. Gara-gara hak cipta, Deadpool saat ini hanya bisa bergerak di universe X-Men (itu pun terbatas, karena sepertinya dia tidak bakal numpang lewat di X-Men Apocalypse). Deadpool lebih hilarious apabila dipasangkan dengan para hero lainnya, termasuk hero yang ada di Marvel Cinematic Universe, seperti Avengers (terutama Spidey dan Wolvie), Daredevil, Luke Cage, Iron Fist, dan lain-lain. Simply, karena keberadaannya mengganggu ketenangan lahir batin semua orang yang berinteraksi dengannya :))
Yah, boleh kan berharap kalau suatu hari nanti crossover Marvel pada media film bisa dibuat sesukanya sebagaimana pada media komik, tanpa peduli hak cipta filmnya dipegang siapa. Seperti Spidey, yang hak ciptanya masih dipegang Sony, bisa muncul di film Captain America: Civil War, misalnya.
Yang jelas, mungkin terlalu jauh kalau kita berharap bisa melihat Deadpool di-crossover dengan karakter DC, seperti Batman...
Tuesday, February 2, 2016
The Book of Heroic Failures
Judul : The Book of Heroic Failures
Subjudul ; The Official Handbook of the Not Terribly Good Club of Great Britain
Penulis : Stephen Pile
Penerbit : Futura Publications, 1980
ISBN : 0-7088-1908-7
Tebal : 216 halaman
Dibeli di : Lottemart Ratu Plaza, 30 Januari 2016
Harga beli : Rp. 30.000,-
Dibaca tanggal : 2 Februari 2016
Review suka-suka :
Dari penampakannya, buku dengan kertas yang sudah menguning ini sudah jelas kelihatan jadulnya. Tapi aku kalo beli buku memang random sih, asal bisa menimbulkan perasaan "sepertinya menarik" bisa jadi langsung kucomot dan masuk keranjang belanja. Buku yang usianya ternyata sudah 36 tahun ini menjadi saksi dan bukti.
Seperti yang terpampang dengan huruf besar-besar di cover depan, buku ini merupakan kumpulan kisah kegagalan epik, atau anggap saja masih epik, karena setelah lewat 36 tahun, pasti sudah banyak kegagalan yang lebih spektakuler ketimbang yang tercantum dalam buku ini. Salut buat penulisnya yang rajin mengumpulkan kisah-kisah ini dari seluruh dunia di zaman belum ada internet. Kalau sekarang sih, untuk tahu cerita-cerita macam begini (lengkap dengan foto dan video segala malah), kita bisa main ke situs semacam Fail Blog.
Untuk memudahkan pembaca, buku ini dibagi menjadi beberapa topik, dari dunia kerja, di luar kerja, hukum, olahraga, panggung, perang, politik, sampai cinta dan pernikahan. Judul cerita rata-rata diawali dengan The Worst, The Most Unsuccessful, atau The Least Successful. Kalaupun diawali dengan The Best, diikuti dengan kata Mistakes.
Misalnya saja The Least Successful Weather Report:
Atau contoh lainnya The Most Unsuccessful Clairvoyants:
Atau kisah yang sebenarnya bikin sedih seorang kolektor buku sepertiku, The Least Successful Collector :
Well. seperti kata Robert Louis Stevenson, "Our business in life is not to succeed, but to continue to fail in good spirits."
P.S. Buku ini dilengkapi formulir pendaftaran untuk NTGCGB, Not Terribly Good Club of Great Britain, klub yang dibentuk oleh Stephen Pile. Untuk menjadi anggotanya, kita harus benar-benar tidak jago atau tidak sukses dalam suatu hal, lebih parah lebih bagus. Seperti di AA, anggota harus menceritakan kegagalan-kegagalan epik yang pernah dialami, sehingga pantas diakui sebagai anggota.
Subjudul ; The Official Handbook of the Not Terribly Good Club of Great Britain
Penulis : Stephen Pile
Penerbit : Futura Publications, 1980
ISBN : 0-7088-1908-7
Tebal : 216 halaman
Dibeli di : Lottemart Ratu Plaza, 30 Januari 2016
Harga beli : Rp. 30.000,-
Dibaca tanggal : 2 Februari 2016
Review suka-suka :
Dari penampakannya, buku dengan kertas yang sudah menguning ini sudah jelas kelihatan jadulnya. Tapi aku kalo beli buku memang random sih, asal bisa menimbulkan perasaan "sepertinya menarik" bisa jadi langsung kucomot dan masuk keranjang belanja. Buku yang usianya ternyata sudah 36 tahun ini menjadi saksi dan bukti.
Seperti yang terpampang dengan huruf besar-besar di cover depan, buku ini merupakan kumpulan kisah kegagalan epik, atau anggap saja masih epik, karena setelah lewat 36 tahun, pasti sudah banyak kegagalan yang lebih spektakuler ketimbang yang tercantum dalam buku ini. Salut buat penulisnya yang rajin mengumpulkan kisah-kisah ini dari seluruh dunia di zaman belum ada internet. Kalau sekarang sih, untuk tahu cerita-cerita macam begini (lengkap dengan foto dan video segala malah), kita bisa main ke situs semacam Fail Blog.
Untuk memudahkan pembaca, buku ini dibagi menjadi beberapa topik, dari dunia kerja, di luar kerja, hukum, olahraga, panggung, perang, politik, sampai cinta dan pernikahan. Judul cerita rata-rata diawali dengan The Worst, The Most Unsuccessful, atau The Least Successful. Kalaupun diawali dengan The Best, diikuti dengan kata Mistakes.
Misalnya saja The Least Successful Weather Report:
After severe flooding in Jeddah in January 1979, the Arab News gave the following bulletin:
'We regret we are unable to give you the weather. We rely on weather reports from the airports, which is closed because of the weather. Whether we are able to give you the weather tomorrow depends on the weather.'
Atau contoh lainnya The Most Unsuccessful Clairvoyants:
A convention of clairvoyants was held in April 1978 at the Sheraton Hotel in Paris. Readers of palms and tea-cups, tellers of Tarot and gazers into crystal balls turned up in large numbers.
On the last day an English reporter asked if there would be another conference next year. One of the clairvoyants replied: 'We don't know yet'.
Atau kisah yang sebenarnya bikin sedih seorang kolektor buku sepertiku, The Least Successful Collector :
Betsy Baker played a central role in the history of collecting. She was employed as a servant in the house of John Warburton (1682 - 1759) who has amassed a fine collection of the 58 first edition plays, including most of the works of Shakespeare.One day Warburton returned home to find 55 of them charred beyond legibility. Betsy had either burned them or used them as pie bottoms. The remaining three folios are now in the British Museum.The only comparable literary figure was the maid who in 1835 burned the manuscript of the first volume of Thomas Carlyle's ' The History of the French Revolution', thinking it was wastepaper.
Well. seperti kata Robert Louis Stevenson, "Our business in life is not to succeed, but to continue to fail in good spirits."
P.S. Buku ini dilengkapi formulir pendaftaran untuk NTGCGB, Not Terribly Good Club of Great Britain, klub yang dibentuk oleh Stephen Pile. Untuk menjadi anggotanya, kita harus benar-benar tidak jago atau tidak sukses dalam suatu hal, lebih parah lebih bagus. Seperti di AA, anggota harus menceritakan kegagalan-kegagalan epik yang pernah dialami, sehingga pantas diakui sebagai anggota.
Monday, February 1, 2016
Politically Correct Bedtime Stories
Judul : Politically Correct Bedtime Stories
Penulis : James Finn Garner
Edisi : Hardcover, 1994
Penerbit : Souvenir Press
Tebal : 79 halaman (Hardcover)
ISBN : 0-285 -63223-X
Dibeli di : Lottemart Ratu Plaza
Harga : Rp. 45.000,-
Penulis : James Finn Garner
Edisi : Hardcover, 1994
Penerbit : Souvenir Press
Tebal : 79 halaman (Hardcover)
ISBN : 0-285 -63223-X
Dibeli di : Lottemart Ratu Plaza
Harga : Rp. 45.000,-
Dibeli tanggal : 30 Januari 2016
Dibaca tanggal : 31 Januari 2016
Catatan : Program BUBU
Review suka-suka :
Aku pernah membeli dan membaca buku ini pada bulan Mei 2011 (iya, sekarang bukunya sudah raib entah ke mana), tepatnya versi terbitan GPU tahun 1996, dengan judul terjemahan Kumpulan Dongeng Plesetan Bagi Segala Aktivis.
Entah aktivis mana yang dimaksud sang penterjemah. Sebagai seorang aktivis di bidang baca-membaca, terus terang aku merasa buku ini mungkin saja memang ditujukan untukku. Mungkin saja, lho.
Buku ini merupakan satir / parodi dari beberapa dongeng yang rasanya cukup akrab bagi kita. Konon buku ini pernah ditolak oleh 27 penerbit, sebelum akhirnya diterbitkan oleh Macmillan dan menjadi bestseller internasional dan terjual jutaan eksemplar.
Seperti apa model plesetan/satir/parodi kumpulan dongeng ini?
Pertama, dongengnya menjadi rada masuk akal, realistis, pragmatis, dan... terkadang feminis.
Contohnya bisa ditengok pada adegan Si Tudung Merah waktu ketemu Serigala Jahat di bawah ini:
The wolf said, 'You know, my dear, it isn't safe for a little girl to walk through these woods alone.'
Red Riding Hood said, 'I found your sexist remark offensive in the extreme, but I will ignore it because of your traditional status as an outcast from society, the stress of which has caused you to develop your own, entirely valid, worldview. Now, if you'll excuse me, I must be on my way.'
Atau pada cerita Rumpelstiltskin, bagaimana realistisnya cara Esmeralda mengubah jerami menjadi emas:
To turn the straw into gold, they took it to a nearby farmers' cooperative, where it was used to thatch an old roof. With a drier home, the farmers became healthier and more productive, and they brought forth a record harvest of wheat for local consumption. The children of the kingdom grew strong and tall, went to a cooperative school, and gradually turned the kingdom into a model democracy with no economic or sexual injustice and low infant mortality rates. As new investments money poured in from all over the world, the farmers remembered Esmeralds's generous gift of straw and rewarded her with numerous chests of gold.
Oke, mengubah jerami menjadi emas itu... lama banget. Itu juga kalau para petaninya ingat jasa Esmeralda sih.
Cara bercerita James Finn Garner juga terlalu jujur (atau sarkastis sih sebenarnya?) menggambarkan tipikal seorang pria (baca: pangeran) bila melihat wanita cantik, which is judging a book by its cover, seperti ini:
When the prince saw Rapunzel, her greater-than-average physical attractiveness and her long, luxurious hair led him to think, in a typically lookist way, that her personality would also be beautiful. (This is not to imply that all princes judge people solely by their appearance, nor to deny this particular prince his right to make such assumptions.)
Jalan cerita di kumpulan dongeng ini hampir semuanya nyeleneh habis dengan ending yang bisa jadi jauuuuh banget dari ending dongeng yang pernah kita tahu.
Gaya berbusana sang emperor yang *ahem* hemat bahan bisa menjadi trend gaya hidup baru. Cinderella bukan hanya membuat sang pangeran kesengsem, tapi juga semua pria di pesta dansa (dan sama sekali tak ada yang mau mengalah) sehingga pesta dansa menjadi battle royale brutal tanpa ada pemenangnya. Dan bagaimana nasib Frog Prince kalau ia ternyata bukan seorang pangeran melainkan hanya seorang pengembang real-estat yang dikutuk tukang sihir yang merasa dicurangi?
The Last Verdict :
Friday, January 15, 2016
Rookies (A Delinquent / Sports Manga Review)
Judul : Rookies
Mangaka : Masanori Morita
Jilid : 1 - 24 (Completed)
Waktu baca : 1 - 2 Januari 2016
Final Verdict :
Kalau ada yang iseng mengintip timeline Goodreads-ku pada awal tahun 2016 (tapi memangnya ada orang segitu nggak ada kerjaannya, sampai men-stalking akun Goodreads orang lain?), pasti tahu ngapain saja aku pas kebanyakan orang mungkin menghabiskan long weekend tahun baru dengan berwisata atau jalan-jalan ke mall.
I was on a roll, reading manga all the time.
Awalnya, setelah serial Clover-nya Hirakawa-sensei mentok di jilid 28 (dari total 42 jilid), aku mencari-cari manga berandalan lain, lantas menemukan dan membaca serial Rokudenashi Blues karya Morita-sensei. Ternyata manga ini sudah mentok di jilid 14 (padahal dari total 42 jilid juga!). Untungnya, ada karya lain Morita-sensei yang sudah tamat, dan itu adalah serial manga Rookies ini, yang kubaca langsung 24 jilid, back to back.
rook·ie
ˈro͝okÄ“/
noun
informal
plural noun: rookies
- a new recruit, especially in the army or police."a rookie cop"
- a member of an athletic team in his or her first full season in that sport.
Sinopsis:
Koichi Kawato is the new Japanese teacher at the ill-famed Futakotamagawa high school, whose baseball club is composed of thugs and bullies who have been suspended for a year from all school competitions, for causing a brawl during an official match. The newly appointed teacher finds that the club members left are only interested in women, smoking and doing nothing until, under Kawato's guidance, they discover a new dream called the Koshien. However, the road to the Koshien is far from easy as many obstacles await them.
Ya. Ini bukan hanya manga berandalan, tapi juga manga olahraga, di mana olahraganya adalah baseball.
Bicara tentang manga berandalan/olahraga baseball, otomatis dari sekian banyak serial manga yang kubaca, yang langsung teringat adalah serial The Pitcher-nya Kei Sadayasu :
dan Wild Base Ballers-nya Toru Fujisawa.
Judul pertama berfokus pada Magoroku Kai, pemuda yang memiliki bakat luar biasa sebagai seorang pitcher namun juga sangat jago berantem sehingga karir baseball dari jaman SMA dan pro di Jepang sampai jaman Major League di AS berkelindan dengan kelakuan premannya. Judul kedua berkisah tentang sekolah anak nakal di Hokkaido yang kedatangan murid baru yang bukan hanya jago berantem tapi juga berbakat dalam baseball, yang disusul dengan usaha untuk membangkitkan kembali klub baseball yang sudah mati suri.
Rookie jelas lebih mirip dengan serial manga kedua.
Bedanya, selain jalan ceritanya yang lebih panjang sehingga tidak terasa terburu-buru dan menggantung seperti WBB, dari deskripsi sinopsisnya jelas bahwa fokus atau karakter yang paling penting di serial ini adalah Koichi Kawato, seorang guru muda idealis yang baru direkrut oleh SMA Futakomagawa. Tugasnya di sekolah baru, selain mengajar Bahasa Jepang Modern, tidaklah gampang. Sebagai pembimbing klub baseball, yang tengah dilarang bertanding karena berkelahi di pertandingan resmi, ia bertekad untuk membangkitkannya kembali dan memberikan kesempatan baru pada para anggotanya untuk meraih mimpi para atlet baseball SMA: Stadium Koushien.
Koichi Kawato adalah seorang rookie dalam arti sebenarnya. Masih berusia 24 tahun, belum setahun mengajar waktu dikeluarkan dari sekolah lamanya karena kasus memukul murid sampai hampir mati. Justru karena kasusnya itu, Kawato direkrut oleh kepala sekolah SMA Futakotamagawa, yang selain sebagai guru juga sebagai pembimbing klub baseball. Sebenarnya sekolah ini bukan sekolah khusus berandalan macam Suzuran atau Housen di Crows atau Hanasaki di Clover, tapi anggota klub baseball yang tersisa ternyata hampir semuanya anak berandalan yang tidak bisa diatur dan ditakuti para murid lain. Maksud terselubung sang kepsek merekrut Kawato adalah untuk menimbulkan keributan di antara mereka, yang harapannya berakhir dengan keluarnya murid-murid bermasalah itu dengan Kawato sebagai kambing hitamnya.
Rencana sang kepsek ternyata tak berjalan lancar karena ia salah menilai Kawato. Kawato ternyata orang yang super positif yang selalu berusaha agar para murid memiliki mimpi, sekecil apapun mimpi itu. Kejadian di sekolah lama itu terjadi kalau dia korslet sih, yang bisa terjadi kalau tingkat toleransi dan kesabaranannya yang luar biasa itu mendadak korslet.
Selain menyoroti interaksi Kawato dengan para murid, baik murid biasa maupun anggota klub baseball, manga ini juga menyoroti perbedaan antara Kawato dengan sebagian guru lain, yang menganggap Kawato terlalu naif dan lugu dalam bergaul dengan para murid. Tapi selain itu, ada juga kok guru cantik dan seksi yang kelihatannya lumayan tertarik pada Kawato.
Alur cerita beberapa volume awal serial manga ini cukup lambat, karena berfokus pada usaha Kawato merekrut satu demi para berandal klub baseball dengan sangat antusias, gigih dan persuasif. Karena Kawato orang yang walk the talk dan selalu mendahulukan kepentingan orang lain tanpa memikirkan efeknya pada diri sendiri, perlahan-lahan, satu demi satu, anggota klub baseball terjangkit penyakit virus Kawateria, pada akhirnya mau kembali aktif berlatih! Mission accomplished!
Pada beberapa volume awal ini juga kita akan berkenalan dengan masing-masing anggota klub baseball dengan kepribadian, kelebihan, dan kekurangan masing-masing. Saking detailnya chara design untuk masing-masing chara, meskipun mereka cukup banyak, dijamin pembaca tidak bakal tertukar satu sama lain.
Komentarku untuk serial manga ini tidak banyak :
1. Artwork Morita-sensei sudah jauh lebih baik ketimbang Rokudenashi Blues.
2. Selera humor Morita-sensei cocok denganku, rupanya.
3. Serial ini khas shonen-manga sekali terutama dalam spirit, friendship, and dream. Kita tidak hanya belajar untuk selalu berpikir positif dan memiliki mimpi. Kita juga belajar bahwa tidak ada jalan pintas untuk meraih mimpi.
4. Dalam hal karakter guru baru yang tidak biasa, Koichi Kawato jauh lebih believable ketimbang Eikichi Onizuka yang terlalu ektstrim buat jadi guru teladan yang dicintai murid-murid
5. 24 jilid komik tidak cukup. I need more!!!
6. Tapi kalau ceritanya diperpanjang, sepertinya tidak pantas kalau tetap berjudul Rookies, karena baik guru dan murid asuhannya bakal tidak pantas lagi disebut rookie, melainkan sudah jadi veteran.
7. Sudah ada versi live actionnya :
Setelah menonton satu-dua episode (saat review ini dibuat, aku belum sempat menonton semua episodenya), aku merasa ada beberapa cast yang tidak pas dengan karakter di manga, terutama dari segi fisik, sehingga pas pertama melihat kita bisa tidak konek dan harus menebak dulu karakter mana yang diperankan. Terutama, entah kenapa aku kepingin Tomoya Nagase saja yang jadi Kawato.
Thursday, January 7, 2016
Clover (A Delinquent Manga Review)
Dalam rangka ingin segera move on dari demam OPM yang melanda sepanjang bulan Oktober sampai dengan Desember 2015, aku mencoba mencari manga action lain untuk dibaca. Mulanya aku mencoba membaca manga lain yang dibuat ONE, si penulis OPM, yaitu Mob Psycho 100. Tapi entah bagaimana ceritanya, pada tanggal 20 Desember 2015, aku kepentok manga Clover karya Tetsuhiro Hirakawa ini. Lantas mendadak melupakan si Mob Psycho. Lantas tidak bisa berhenti membaca sampai dengan bab scanlation terakhir.
Well, sebenarnya sebagian besar manga ini kubaca pada tahun 2015 sih. Tapi karena scanlations-nya masih ongoing dan aku masih rajin mengintip lanjutannya di tahun ini, ya sudahlah. Anggap saja sah untuk direview tahun 2016 :)
Lalu, kenapa juga aku bisa kepincut manga ini dan tidak bisa berhenti membaca sampai jilid 28?
Pertama, aku memang suka membaca delinquent manga, semacam Kotaro Makaritoru, The Pitcher, Crows, Gokusen, Holyland, Worst, QP, GTO, Shonan Junai Gumi, Beelzebub, Rokudenashi Blues... Too many to cover, eh?
Alasannya tidak jelas. Mungkin karena aku demen sama cowok yang kuat dan jago berkelahi (tapi IMHO, sejauh ini tidak ada yang bisa melampaui OPM). Tapi mungkin juga karena masa-masa sekolahku terlalu steril dari hal-hal ekstrem macam begini.
Kedua, ceritanya yang mengalir lancar dengan pace yang cepat. Maklum, isinya kebanyakan berantem. Jalan ceritanya sih biasa saja, standar manga tipe begini, malah boleh dibilang sebelas-dua belas dengan Crows.
Jalan ceritanya mengikuti kehidupan sehari-hari si tokoh utama dan orang-orang di sekitarnya. Si tokoh utama adalah anak baru di sekolah, yang sebenarnya tidak suka cari perkara, tapi selalu diikuti masalah, dan menyelesaikannya dengan berantem. Secara mencolok, sengaja ataupun tidak sengaja, ia membuktikan diri sebagai yang terkuat di antara anak-anak berandalan baik di sekolahnya sendiri maupun sekolah lain di lingkungannya. Kekuatannya, tapi terutama rasa setiakawannya yang tinggi, membuat kawan dan lawan mengakui dan menghormatinya. Khas shonen manga, lingkungan perkawanan si tokoh utama semakin lama semakin luas, terutama setelah mantan lawan-lawannya secara otomatis malah menjadi kawannya.
Ketiga, si tokoh utama, Hayato Misaki, menurutku sih ganteng.
Minimal bila dibandingkan dengan Harumichi Bouya dari Crows. Apalagi kalau dibandingkan dengan Magoroku dari The Pitcher. Mungkin karena artwork Hirakawa-sensei yang keren, dan chara designnya agak mirip dengan Inoue Takehiko. Lebih realistis dibandingan chara design manga pada umumnya.
Sayangnya, meskipun ganteng dan jago berantem, seperti pada umumnya tokoh utama cerita model begini, Hayato Misaki digambarkan bego. Meskipun begonya tidak sebegitu mengkhawatirkan sampai tidak naik kelas seperti Harumichi atau Onizuka. Meskipun ada, agak jarang sih tokoh utama delinquent manga yang serbabisa: ganteng, jago berkelahi, plus pintar. Biasanya kalaupun ada tokoh seperti ini, kebanyakan menjadi tokoh sampingan.
Yang agak berbeda dibandingkan tokoh utama manga sejenis, meskipun jago berkelahi, Hayato Misaki lebih suka memancing. Bahkan tidak jarang ia mengabaikan tantangan berkelahi dan mendahulukan hobinya. Ia siap memancing setiap saat, tak peduli waktu dan musim, dan suka memaksakan hobinya pada orang lain yang tidak berminat sama sekali. Bahkan kalau acara memancingnya sampai terseling perkelahian, setelahnya dalam kondisi babak belur sekalipun ia bisa melanjutkan kegiatannya.
Faktor plus manga ini, dengan membacanya, kita bisa sekaligus belajar teori memancing.
Lalu, adakah kisah cinta dalam manga ini?
Dibandingkan manga Crows yang gersang, banyak pasangan yang berhasil jadian dalam manga ini. Sayangnya, itu tidak terjadi pada tokoh utama. Meskipun sempat naksir gadis cantik bernama Yui, tapi sejak tahu gadis itu masih anak SMP, Hayato dengan cepat kehilangan selera. Sampai jilid 28, Hayato masih jomblo. Tapi meskipun suka terlihat iri dan cemburu pada teman-temannya yang sudah punya pacar, kelihatannya Hayato merasa oke-oke saja dengan statusnya. Bahkan, setelah Yui sudah menjadi adik kelasnya di SMA dan terang-terangan mengejarnya, Hayato malah merasa terganggu!
Untuk tokoh-tokoh sampingan, secara umum sidekick bagi Hayato bisa berubah-ubah sesuai cerita. Awalnya sidekick Hayato hanya dua orang teman masa kecilnya, tapi ke depannya ia bisa berpartner dengan siapa saja, kebanyakan mantan lawan berkelahi, yang baik sengaja maupun tidak sengaja bekerja sama dengannya demi mengalahkan kelompok lain yang sama tangguhnya.
Salah satu hal yang cukup mengganggu dari karakter Hayato Misaki di manga Clover ini (ataupun karakter setipe seperti Harumichi Bouya di Crows dan Eikichi Onizuka di Shonan Junai Gumi), ia tidak pernah kelihatan melakukan latihan fisik, entah itu lari jarak jauh atau push up atau angkat beban. Setidaknya Kotaro Shindo atau Maeda Taison digambarkan melakukan latihan dari waktu ke waktu. Hayato lebih sering terlihat naik sepeda, yang bisa makan satu setengah jam perjalanan untuk mencapai lokasi memancing yang sip, tapi seiring perjalanan waktu, kekuatannya terus bertambah.
Become a lot stronger than a year ago? Tahu dari mana? Kapan latihannya? Off-screen? Pembaca tidak perlu tahu montase adegan latihan yang membosankan? Ataukah seorang jago berkelahi tidak perlu berlatih? Ataukah memang latihannya adalah perkelahian itu sendiri? Apakah logika manga berandalan memang semakin banyak seorang tokoh utama berkelahi, maka ia akan semakin kuat?
Sejauh ini, manga Clover memang memiliki ciri-ciri klise yang khas shonen manga banget, antara lain:
1. Tokoh utamanya kuat, tapi sempat dikira lemah di awal cerita
2. Tokoh utamanya lumayan bego
3. Tokoh utama akan menjadi yang terkuat di antara yang terkuat
4. Motivasi utama tokoh utama bertarung adalah demi membela teman
5. Ada rival yang sifatnya bertolak belakang dari tokoh utama
6. Tokoh utama bersifat ceria, tapi latar belakangnya cukup muram
7. Tokoh utama tidak populer di kalangan para gadis, tapi meskipun ada gadis yang benar-benar jatuh cinta padanya, tokoh utama tidak tahu atau pura-pura tidak tahu.
Huh. Sebenarnya template karakter Hayato Misaki sama persis dengan Eikichi Onizuka! Atau Naruto Uzumaki. Pick one.
Oh iya, pada tahun 2012, manga ini sudah dibuat versi live actionnya berupa j-dorama 12 episode:
Aktor Kenko Kaku yang memerankan Hayato Misaki, lumayan mirip dengan chara design manganya:
Karena aku belum menontonnya, komentar untuk versi jdorama-nya cukup sampai di sini saja.
Thursday, December 31, 2015
HERO!!! (A One-Punch Man Review)
Title : One-Punch Man
Story by : ONE
Art by : Yusuke Murata
Volume : 1 - 10 (Ongoing)
First time read : 3 April 2015
Reread : November - December 2015
Final Verdict:
![]() |
5 of 5 Punches!!! |
First of all, aku pertama kali membaca manga ini bukan karena rekomendasi dari siapapun atau manapun. Patut disesalkan, aku benar-benar tidak mengetahui keberadaan manga ini sampai awal tahun 2015. Waktu itu aku baru selesai membaca ulang manga Eyeshield 21 (entah untuk yang keberapa kalinya) dan menonton ulang seluruh episode animenya. Yang kusukai dari Eyeshield 21 bukan hanya ceritanya (yang membuatku rada melek aturan main american football), tapi juga artwork-nya. Entah kenapa aku mendadak kepingin membaca manga lain yang gambarnya juga ditukangi oleh Yusuke Murata. Kalau ada.
Ternyata memang ada. Cukup mencari sebentar di Goodreads, ketemu deh serial yang masih ongoing ini. Setelah mengecek ratingnya yang di atas 4 dan membaca sekilas beberapa review, aku berhasil diyakinkan bahwa manga ini minimal sama menariknya dengan Eyeshield 21.
And you know what, keyakinan itu ternyata terbukti benar!
Sebagai pembaca setia shonen manga serta komik superhero, dapat dikatakan aku langsung mentasbihkan bahwa manga yang merupakan satire (atau parodi?) dari genre yang kugemari ini sebagai salah satu bacaan favoritku tahun ini. Karenanya, tidak lengkap kalau aku tidak menutup tahun ini dengan mengomentarinya, walaupun sedikit saja.
Lalu, apanya sih yang menurutku menarik dari serial ini?
1. The Story
Aslinya, manga ini berupa webcomic yang di-upload secara indie oleh mangaka dengan nama pena ONE di site pribadinya, dengan artwork yang ala kadarnya, bahkan boleh dibilang masih berupa sketsa kasar atau name. Konon ONE membuatnya secara iseng, sebagai hobi, just to entertain himself.
Tapi ternyata, meskipun cuma komik iseng dan dibuat suka-suka, banyak orang yang membaca dan menyukainya. Jadi, sudah pasti yang membuat orang terpikat adalah ceritanya.
One-Punch Man (selanjutnya kita sebut OPM) bertutur tentang seorang hero yang sangat tidak standar. Dengan nama yang merupakan plesetan dari Anpanman--serial komik/anime anak-anak yang terkenal di Jepang (cara membacanya hampir mirip: Wanpanman, dan kostumnya pun mirip cuma terbalik warna merah dan kuningnya saja),
penampilan sang hero sungguh biasa-biasa saja. Saking tidak menonjolnya, siapapun yang melihat pasti cenderung memandang enteng, atau mungkin tidak merasakan keberadaannya,
Tapi... memang ada tapinya.
Plot cerita manga ini tidak menggunakan pakem shonen-manga/komik superhero/cerita silat yang klise saking terlalu sering di-copy/paste. Tidak ada cerita perjalanan hidup yang panjang dan lama, yang mengisahkan sang hero berjuang mati-matian melatih diri demi menjadi kuat dan sanggup mengalahkan lawan demi lawan yang makin lama makin sakti mandraguna.
Sejak bab pertama kita sudah disuguhi hero yang sanggup mengalahkan monster cukup dengan sekali pukul.
![]() |
Wan paaaaaaaanch!!! |
Di dunia antah berantah di mana makhluk super--baik hero maupun villain--berkeliaran, hiduplah seorang hero yang dapat mengalahkan musuhnya hanya dengan satu pukulan saja. Sangat kuat, overpowered malah. The strongest man alive.
That's the point.
Manga ini bercerita tentang hero yang saking kuatnya sampai tak ada lawan, dan merasa frustrasi saking bosannya. Waktu masih lemah, ia memang bercita-cita menjadi hero yang bisa mengalahkan musuh sekali pukul, tapi setelah cita-citanya tercapai, tidak ada lagi tantangan yang bisa membuat adrenalin terpacu. Menjadi orang terkuat sejagad raya ternyata membosankan.
Jangan kuatir, meskipun premisnya seperti itu, pembaca takkan mati bosan membaca manga ini. Cara ONE merangkai cerita seputar seorang overpowered hero, dengan meledek keklisean genre shonen-manga/komik superhero yang diusungnya, malah bakal membuat pembaca mati ketawa.
Premis bahwa sang hero (yang seperti klisenya bakal muncul belakangan) pasti menang mudah memang sudah given. Tapi meskipun itu running gag utama, yang lebih menarik adalah cerita tentang kehidupan sehari-hari sang hero atau interaksinya dengan karakter sampingan yang bakal terus bermunculan mengganggu privasinya.
Semakin lama, dengan meluasnya pergaulan sang hero, jalan cerita setiap arc semakin tak bisa ditebak dan membuat pembaca semakin penasaran menunggu kelanjutannya.
Webcomic ONE mampu memikat jutaan penggemar, termasuk Yusuke Murata, yang jadi ngidam berat kepingin membuat ilustrasinya. Melalui twitter ia mengajak ONE berkolaborasi, dan gayung pun bersambut. Cerita di balik layar bagaimana komik ini bisa menjadi versi manga resmi yang ada sekarang ternyata penuh drama, yang tadinya kukira cuma bisa terjadi di manga Bakuman saja.
Artwork Yusuke Murata yang sangat detail dan rumit sanggup membawa cerita ONE ke level yang lebih tinggi, sehingga menarik perhatian lebih banyak pembaca yang mungkin semula malas membaca karena ilfil duluan pada artwork originalnya.
Jalan cerita OPM versi manga sangat setia pada sumbernya, begitu pula panel-panelnya. Pembaca yang membaca kedua versi bisa membandingkan secara langsung adegan yang sama. Jelas, karena versi webcomic dapat berfungsi sebagai name bagi versi manga.
Contohnya beberapa panel awal di bab pertama. Dari gambar original seperti ini:
Menjadi gambar yang detail dan mewah seperti ini:
Atau gambar one-punch pertama di atas menjadi begini :
Belum lagi kalau Murata-sensei sedang asyik bereksperimen dengan gaya animasi. Ia bisa menghabiskan berlembar-lembar halaman hanya untuk menggambarkan satu adegan saja. Walhasil, apabila panel-panelnya dibuat gif, bisa jadi adegan animasi pendek.
Seperti ini :
Atau ini :
Atau ini:
Atau ini:
Sayangnya, eksperimen Murata-sensei yang ngabis-ngabisin halaman ini hanya ada pada versi awal yang dirilis di website Young Jump Web Comics. Begitu dijadikan tankobon yang jumlah halamannya terbatas, Murata-sensei merevisi panel-panel mewah ini menjadi cuma satu-dua panel standar *nangis darah di pojokan*
Ngomongin artwork dari ilustrator kelas dewa macam Murata-sensei begini nggak bakal ada habisnya (ini juga udah kepanjangan, neng!). Lanjut deh.
3. The Characters
a. The Main Character
My name is Saitama. I am a hero. My hobby is heroic exploits. I got too strong. And that makes me sad. I can defeat any enemy with one blow. I lost my hair. And I lost all feeling. I want to feel the rush of battle. I would like to meet an incredibly strong enemy. And I would like to defeat it with one blow. That's because I am One-Punch Man.
Backstory Saitama, sang OP hero, sejauh ini masih kurang jelas. Pembaca cuma diberi sedikit kilas balik ke masa tiga tahun lalu waktu Saitama masih lemah (tapi masih punya rambut), namun dengan susah payah mampu mengalahkan seorang (ekor?) monster. Setelah berlatih setiap hari selama tiga tahun sampai botak licin (menu latihannya biarlah tidak kuungkap di sini), ia menjadi hero karena hobi, untuk mendapatkan gairah dari pertarungan hidup mati. Tapi menjadi jagoan tanpa tanding membuatnya bosan dan depresi.
Murata-sensei mempertahankan chara-design ONE untuk tokoh utama ini. Selain sebagai homage buat versi asli, desain ini juga sangat cocok menggambarkan karakter Saitama yang polos, lempeng dan datar. Dan justru karena artwork Murata-sensei yang sangat wah dan detail, sosok Saitama jadi malah semakin menonjol.
Tapi tentu saja, chara Saitama yang polos datar kayak telur rebus kalau kondisinya sedang santai atau tanpa semangat. Tapi kalau kebetulan lagi serius, desain dan ekspresinya bisa langsung berubah drastis seperti ini:
Bukan cuma ekspresi, bahkan gambaran bentuk tubuh Saitama juga berubah drastis tergantung sikon. Murata-sensei selalu menggambar tubuh Saitama seperti karakter super-duper-biasa, tapi kalau sedang digambarkan serius, Saitama pun langsung memiliki superbody sebagaimana layaknya superhero XD
Karena itulah running gag lain dari karakter utama ini juga bahwa kebanyakan orang selalu meremehkannya karena penampilannya yang super-average. Hanya manusia yang beruntung masih hidup setelah berhadapan langsung dengan sosok aslinya (karena kalau monster sudah pasti bakal tewas) yang dapat mengakui (atau tidak sudi mengakui) kehebatannya.
Karakter Saitama sendiri sebenarnya tidak begitu suka bersosialisasi dan hidup bermasyarakat. Pada awal cerita ia cukup puas hidup sendirian sebuah apartemen kecil di kota hantu sembari sekali-sekali menjadi hero kala
b. The Other Heroes
Kalau boleh dibandingkan, OPM Universe (OPMU) mungkin mirip dengan Marvel Universe (MU) pasca episode Civil War, di mana semua superhero yang terdaftar mempunyai wilayah kerja dan tanggung jawab masing-masing.
Bedanya, kalau di MU, semua superhuman wajib mendaftarkan diri, karena kalau tidak mau akan diburu, dianggap penjahat, dan dipenjara. Sedangkan di OPMU, hero yang mendaftarkan diri adalah mereka yang ingin diakui sebagai hero (dan seperti di MU, lumayanlah bisa dapat gaji bulanan dari sumbangan masyarakat). Hero yang tidak terdaftar sangat berisiko tidak dikenal, bahkan prestasinya malah bisa dicatut atau diakui oleh hero yang terdaftar dan kebetulan ada di lokasi.
Hero Association di OPMU terdiri atas ratusan hero yang dibedakan menjadi kelas S, A, B, dan C, tergantung level kekuatannya. Saat Saitama mendaftar dan mengikuti ujian untuk jadi "hero resmi", meskipun powernya level dewa dan menghancurkan semua rekor, ia nyaris tidak lulus gara-gara hasil ujian tertulisnya yang pas-pasan, dan memulai karir dari kelas C.
Tokoh hero pertama yang menjadi kenalan Saitama adalah android muda bernama Genos. Setelah menyaksikan kekuatan Saitama yang di luar nalar, secara sepihak Genos memaksa Saitama menjadi gurunya dan teman sekamarnya. Secara otomatis, Genos menjadi sidekick Saitama.
Karena mereka selalu bersama, karakter mereka jelas tampak sangat kontras. Saitama yang digambar simpel disandingkan dengan Genos yang desainnya serumit Iron Man. Saitama yang santai dan pinpinbo dibandingkan dengan Genos yang serius dan pintar (tapi masih terlalu polos!). Saitama yang tampilannya rata-rata air dijajarkan dengan Genos yang luar biasa canggih. Saitama yang dicap hero Kelas C, dengan Genos yang langsung dicap Kelas S. Tapi tak ada kontras yang lebih kontras apabila yang dibandingkan adalah level power mereka.
Pembaca akan mendapati begitu banyaknya karakter hero di OPMU. Tapi jangan khawatir, walaupun tidak ada yang dibahas secara mendalam semuanya mudah diingat karena unik dengan ciri khas karakter dan powernya masing-masing. Dari Mumen Rider di Kelas C, Fubuki and the gank di Kelas B, Amai Mask sang idola yang nyambi jadi hero, sampai para superhuman di Kelas S seperti Bang, Metal Bat, sampai super esper Tatsumaki.
Dan karena ini action manga, adegan aksi yang paling mendebarkan biasanya adalah pertarungan hidup-mati antara para hero dan para monster. Pakem standar shonen-manga atau komik superhero sangat pas buat para hero selain Saitama. Dan justru karena mereka bertarung mempertaruhkan nyawa sampai tetes darah terakhir itulah yang membuat kekuatan Saitama semakin tampak tak terhingga. Karena begitu ia datang (hero selalu datang paling akhir), dengan mudahnya tamatlah riwayat sang monster.
Dan pertanyaan yang membuat pembaca gemas adalah, kapan Saitama bisa diakui oleh semua pihak sebagai hero yang levelnya (jauh, jauh sekali) di atas Kelas S? Pertanyaan yang sepertinya masih bakalan lama dijawab kreator manga ini.
Di OPMU, karakter villains selalu digambar dengan sangat detail, dan kadang-kadang dengan backstory dan motivasi yang lebih mendingan ketimbang backstory dan motivasi Saitama. Sama halnya dengan desain para hero, untuk desain karakternya, Murata-sensei banyak terinspirasi alias merefer shonen-manga atau komik superhero lain.
Sayangnya, beda dengan di genre yang diparodikannya, para villain ini tak ada yang berlama-lama bertahan di cerita untuk membuat kerusakan di muka bumi. Malah, boleh dibilang daripada sebagai villains, mereka lebih pantas disebut sebagai victims di manga ini. Terutama victims buat Saitama.
Tentu saja, Saitama masih pilih-pilih kalau mau main pukul. Buat lawan yang benar-benar monster, tidak masalah dipukul mampus. Tapi kalau lawannya manusia, selalu dibiarkan hidup setelah dihajar seperlunya.
Kadang-kadang, untuk musuh yang nggak ada kapoknya seperti ninja/assassin Speed-o'-Sound Sonic, OPM terasa sebagai kebalikan dari genre shonen manga. Tokoh villain-nya yang terpaksa harus terus-terusan berjuang keras dan berlatih supaya bisa level up untuk kembali menantang sang tokoh hero-nya :)
Omong-omong tentang villains, apakah keberadaan Saitama yang sangat overpowered melampaui level para monster yang datang dari darat, laut, udara sampai luar angkasa, pada suatu saat nanti akan dianggap sebagai ancaman bagi umat manusia yang tidak bisa menerima kekuatannya dengan akal sehat?
Akankah ia dicap sebagai villain dan bukan hero lagi?
Versi animenya yang tayang bulan Oktober - Desember tahun ini benar-benar menggebrak dunia kang-ouw (dan membuatku jadi membaca ulang manga ini).
Selain opening song-nya yang menggelegar (dan juga sangat berbahaya karena benar-benar membakar semangat sehingga pendengarnya ingin segera berlari dan menghajar musuh), yang asyik dari anime ini adalah karena pace-nya yang cepat dan sangat setia pada versi manga-nya. Saking cepatnya, nyaris tujuh jilid dihabiskan hanya untuk 12 episode anime saja! Bandingkan dengan manga Naruto, yang 8 jilid awal manga digelar dalam 40-an episode!
Tentu saja, meskipun artwork animasinya sangat keren, sebaiknya kita tidak membanding-bandingkannya dengan versi manga yang artworknya memang sangat detail. Sebagus apapun gambar animasi, kalau ilustratornya dipaksa membuat gambar bergerak dengan artwork yang sangat detail, bisa-bisa animenya nggak kelar-kelar. Yang penting, imajinasi yang kita lihat di versi di manga bisa diejawantahkan di layar kaca dalam versi paling sempurnanya. Dan tentu saja, kita juga jangan berharap animasi ala Murata-sensei muncul di versi anime. Kenapa? Karena versi anime ini sangat setia terhadap versi tankobon-nya, yang memang sudah menghilangkan panel-panel buang-buang halaman Murata-sensei :P
Yang juga tak kalah pentingnya, versi anime-nya tidak bertele-tele dan ditambahi episode filler yang mengada-ada. Aku sudah cukup kenyang menonton anime Naruto atau One Piece yang diisi episode tambahan yang tidak ada pada versi manga karena harus menunggu versi manga-nya mengejar versi anime. Aku juga termasuk yang bete waktu anime Full Metal Alchemist pertama akhirnya terpaksa memilih menggunakan jalan cerita alternatif gara-gara tidak mau menunggu versi manganya selesai. Untung dibuat versi Brotherhood-nya yang jauh lebih memuaskan.
Lho, kok malah curcol. Tapi bagaimana lagi, mau novel ataupun manga, sebagai pembaca aku lebih suka versi film atau animasi yang setia pada buku sumbernya.
Jadi, mengingat manga OPM masih ongoing di arc yang belum tuntas, aku tidak terlalu berharap ada season berikutnya sebelum cerita di manga cukup untuk diangkat menjadi episode anime lagi. Meskipun begitu, aku tidak menolak apabila ada cerita anime tambahan, asalkan dibuat dalam bentuk OVA. Dan iya, aku akan cukup puas menunggu rilis dan menonton OVA-nya dulu sampai episode anime untuk arc berikutnya siap ditayangkan.
Halah, komentarnya kepanjangan, euy! Baiklah untuk sementara kusudahi sampai di sini dulu. Dan sebagai penutup, akan kutambahkan plesetan quote dari salah satu film superhero DC Universe, dengan berandai-andai OPM kelak dianggap sebagai ancaman bagi umat manusia karena konon kekuatannya dapat menghancurkan alam semesta:
He's the hero Earth's deserves
but not the one it needs right now
So we'll hunt him
Because he can take it
Because he's not a hero
He's a silent guardian
A watchful protector
The Bald Knight
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bonus:
Silakan cari perbedaan antara kedua gambar di bawah ini
Subscribe to:
Posts (Atom)