Friday, October 30, 2015

Thinner

Judul : Thinner

Penulis : Stephen King

ISBN : 978-0-451-16134-5

Penerbit : Signet

Tebal : 318 halaman

Dibeli di : Periplus Online Indonesia

Harga beli : Rp. 102.000,- (diskon ultah)

Tanggal dipesan : 29 Agustus 2015

Tanggal diterima : 28 September 2015

Pertama kali dibaca : Tahun 1996

Tanggal dibaca ulang : 13 Oktober 2015 #Program BUBU

Sinopsis :

When an old gypsy man curses Billy Halleck for sideswiping his daughter, six weeks later he's ninety-three pounds lighter. Now Billy is terrified. And desperate enough for one last gamble...that will lead him to a nightmare showdown with the forces of evil melting his flesh away. 


Review singkat :

Buat mereka yang obesitas dan pingin cepet kurus, bacalah buku ini! Kutukan Gypsy misterius dapat menurunkan berat badan secara maksimal tanpa diet dan rasa sakit! 

Begini cara mendapatkannya:
1. Kemudikan mobilmu dengan kecepatan secukupnya.
2. Tanpa menghentikan mobil, minta istri/pasanganmu melakukan handjob.
3. Tabrak orang Gypsy pertama yang kautemui di jalan

Kutukan berlaku efektif setelah dukun Gyspy menyentuh pipimu sambil mengucapkan mantra. Tapi ingat, kutukan takkan bisa ditarik sebelum kau minta maaf!



Review agak panjang :

Hm... mungkin sinopsis dan review singkat di atas sebenarnya sudah cukup menjelaskan plotnya?

Billy Halleck adalah seorang pengacara montok (iya, kita tahu kata yang cocok sebenarnya obesitas), yang telah menabrak seorang nenek gipsi yang tiba-tiba menyeberang jalan tanpa lihat kiri-kanan. Kalau saja perhatiannya tidak teralihkan gara-gara Heidi, istrinya, memberikan servis dadakan, mungkin ia sempat mengerem. Kenyataannya, ia menabrak wanita itu sampai mati. Tapi, Billy dibebaskan dari tuntutan pada sidang pendahuluan. Bagaimanapun, koneksi itu penting. Apalagi kalau koneksinya seorang hakim!

Usai sidang, ayah sang korban mengelus pipi Billy, dan berkata, "Thinner."

Hm... mungkin terjemahan bebasnya... "Kusumpahin kurus, lo!"

Anyway, awalnya Billy mengabaikan kejadian aneh itu, sampai kemudian bobotnya berkurang sedikit lebih sedikit... terus... terus... dan terus...... berkurang. Diet hebat tanpa mengubah pola makan! Yay! Beli baju baru! Beli ikat pinggang baru!

Tapi... turunnya begitu drastis dan cepat, dari 114 kg jadi 53 kg!!! Jangan-jangan Billy sebenarnya sakit? Kanker misalnya? Apalagi penjelasan yang logis? Tapi mimpi-mimpi buruk serta seringnya Billy mendengar bisikan si dukun gipsi, ia mulai yakin kalau ia kena kutuk.

Kekhawatiran yang sangat mungkin benar. Apalagi, sepertinya bukan cuma Billy yang kena kutuk. Si hakim yang membebaskannya dan polisi yang membantu meringankan kasusnya juga mengalami hal yang mirip, meskipun bukan jadi kurus. Kutukan yang membuat mereka frustrasi sampai akhirnya bunuh diri.

Lalu, apa yang harus Billy lakukan? Mencari si dukun gipsi tua yang keberadaannya entah di mana untuk memintanya membatalkan kutukannya? Lantas, kalaupun ketemu, memangnya si dukun mau memaafkan begitu saja?

I never take it off, white man from town.
You die thin, town man! You die thin!

Verdict:
Everybody pays, even for things they didn't do.

Habisnya, meskipun si dukun akhirnya memberi jalan keluar setelah rombongannya diteror mafia yang membantu Billy, yaitu mengalihkan kutukannya pada orang lain dengan suatu media (semacam video Sadako di The Ring), hasil akhirnya belum tentu sesuai dengan harapan...

Iya, ini SPOILER!!!
Maaf, telat :))

Catatan tambahan:
Buku Thinner terbit pertama kali tahun 1984 di bawah nama pena alternatif Stephen King: Richard Bachman.

Pada tahun 1996, buku ini diangkat menjadi film, dengan sutradara Tom Holland dan karakter Billy diperankan oleh Robert John Burke.


Review ini dibuat dalam rangka :
Tema Horror



'Salem's Lot

Judul : 'Salem's Lot

Penulis : Stephen King

ISBN : 9780307743671

Penerbit : Anchor Books

Tebal : 672 halaman

Dibeli di : Periplus Online Bookstore

Harga beli : Rp. 102.000,- (diskon ultah)

Tanggal dipesan : 29 Agustus 2015

Tanggal diterima : 28 September 2015

Pertama kali dibaca : Tahun 1996

Tanggal dibaca ulang : 11 Oktober 2015 #Program BUBU

Sinopsis :

'Salem's Lot is a small New England town with white clapboard houses, tree-lined streets, and solid church steeples. That summer in 'Salem's Lot was a summer of home-coming and return; spring burned out and the land lying dry, crackling underfoot. Late that summer, Ben Mears returned to 'Salem's Lot hoping to cast out his own devils... and found instead a new unspeakable horror.

A stranger had also come to the Lot, a stranger with a secret as old as evil, a secret that would wreak irreparable harm on those he touched and in turn on those they loved.

All would be changed forever—Susan, whose love for Ben could not protect her; Father Callahan, the bad priest who put his eroded faith to one last test; and Mark, a young boy who sees his fantasy world become reality and ironically proves the best equipped to handle the relentless nightmare of 'Salem's Lot.
 


Review :

Tidak sah kiranya gelar Stephen King sebagai The Master of Horror, apabila ia tidak menulis novel dengan vampir sebagai villain of the book-nya.  'Salem's Lot merupakan novel kedua King, yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1975. Premisnya sederhana, bagaimana kalau Dracula muncul pada abad ke-20 di sebuah kota kecil di Amerika.

Protagonis novel ini adalah seorang penulis bernama Ben Mears, yang pulang kampung ke kota tempat ia dibesarkan, Jerusalem's Lot, yang lebih dikenal dengan nama singkatnya, 'Salem's Lot. Pada saat yang bersamaan, kota itu juga kedatangan penghuni baru, sepasang partner bisnis bernama Kurt Barlow dan Richard Straker, meskipun Barlow tak pernah terlihat oleh umum.

Tak lama setelah kedatangan mereka, kota kecil itu mulai mengalami peristiwa-peristiwa misterius. Diawali dengan kejadian yang menimpa kakak beradik Glick yang hilang di hutan. Ralphie Glick tidak pernah ditemukan, sementara kakaknya Danny ditemukan, meskipun hanya untuk sementara sebelum dinyatakan meninggal dunia. Tapi sebenarnya, Danny telah menjadi "patient zero", penduduk 'Salem's Lot pertama yang berubah menjadi vampir dan kemudian mulai menginfeksi para penduduk 'Salem's Lot... yang selanjutnya juga menginfeksi penduduk lainnya...

Ben dan teman barunya guru sekolah Matt Burke, mulai menyadari ada yang tidak beres di kota kecil itu. Mereka membentuk tim dengan Susan Norton, pacar Ben, Jimmy Cody, dokter Matt, dan Mark Metrie, salah seorang murid Matt yang berhasil lolos dari serangan Danny. Mereka meminta bantuan pastor setempat, Pastor Callahan, untuk membantu pencegahan laju vampirisasi di kota mereka.

Tidak mudah, tentu saja, karena "Kurt Barlow" bukan vampir kemarin sore, apalagi vampir bling-bling, dan telah berjalan di muka bumi selama ribuan tahun. Apa yang bisa dilakukan oleh enam orang manusia fana menghadapi vampir yang sudah biasa mengkonversi sebuah kota menjadi kota hantu vampir?

Novel diawali dengan prolog berisi potongan berita tentang kota hantu Jerusalem's Lot di Maine, di mana lebih dari seribu tiga ratus penduduknya menghilang secara misterius.

Novel diakhiri dengan epilog berisi potongan-potongan berita tentang peristiwa-peristiwa misterius di sekitar 'Salem's Lot. Kecelakaan mobil misalnya, di mana satu keluarga yang mengendarainya lenyap tanpa jejak. Hilang atau meninggalnya orang-orang yang tinggal tidak jauh dari kota itu.

Novel ini adalah cerita sebelum 'Salem's Lot menjadi kota hantu. Novel ini adalah cerita tentang bagaimana 'Salem's Lot berubah menjadi kota hantu, di mana penduduknya bersembunyi di siang hari, namun berkeliaran di malam hari.,, mencari mangsa.

Adaptasi TV:

Novel ini telah dibuat versi live action-nya dalam bentuk miniseri di televisi pada tahun 1979 dan 2004.


Review singkat ini dibuat dalam rangka :
Tema Horror

The Mist

Judul : The Mist

Penulis : Stephen King

ISBN : 978-0-451-22329-6

Penerbit : Signet

Tebal : 230 halaman

Dibeli di : Periplus Online Bookstore

Harga beli : Rp. 89.250,- (diskon ultah)

Tanggal dipesan : 29 Agustus 2015

Tanggal diterima : 28 September 2015

Tanggal pertama kali dibaca : 14 Desember 2010

Tanggal dibaca ulang : 10 Oktober 2015 #Program BUBU

Sinopsis : 
It's a hot, lazy day, perfect for a cookout, until you see those strange dark clouds. Suddenly a violent storm sweeps across the lake and ends as abruptly and unexpectedly as it had begun. Then comes the mist...creeping slowly, inexorably into town, where it settles and waits, trapping you in the supermarket with dozens of others, cut off from your families and the world. The mist is alive, seething with unearthly sounds and movements. What unleashed this terror? Was it the Arrowhead Project---the top secret government operation that everyone has noticed but no one quite understands? And what happens when the provisions have run out and you're forced to make your escape, edging blindly through the dim light?

Review singkat :
Apabila kabut tebal melanda dan monster-monster misterius tiba-tiba berkeliaran di muka bumi, di manakah kau ingin berada?

Apakah di rumah? Yang meskipun kemungkinan besar tidak aman dan tidak bisa menghalau monster, yang penting kita berada di tempat yang paling familiar dan nyaman bagi kita?

Atau markas militer? Yang memastikan kita bisa berlindung di balik benteng dengan para prajurit terpilih dan persenjataan canggih?

Dan bagaimana bila kita malah terjebak di supermarket, dengan banyak orang yang tidak kita kenal? Sementara di luar supermarket, di dalam kabut, para monster menunggu. Mereka tidak bisa menembus dinding kaca, tapi mereka akan menyambar siapapun yang meninggalkan keamanan supermarket dengan alasan apapun,,,

Novella ini dituturkan dari sudut pandang David Drayton, yang terjebak di supermarket bersama anaknya yang masih kecil, Billy, dan tetangga mereka, si pengacara Brent Norton. Kesadaran bahwa dalam kabut terdapat bahaya misterius mulai terungkap ketika korban-korban mulai berjatuhan. Dari pegawai supermarket yang pergi keluar untuk memperbaiki generator ventilasi, sampai orang-orang yang pergi karena tidak mau tetap berada di supermarket dan tidak percaya akan adanya bahaya yang menunggu di luar sana.

Dan setelah akhirnya orang-orang yang tersisa di supermarket percaya akan adanya bahaya monster di luar sana, mereka terbagi pada beberapa kubu dengan keyakinan yang berbeda. Ada yang meyakini bahwa bencana itu adalah hukuman dari Tuhan dan merupakan tanda-tanda datangnya kiamat. Ada pula yang tetap berusaha untuk meninggalkan supermarket dengan harapan bisa menghindari apapun yang ada di luar sana.

Stephen King tidak memberikan konklusi yang jelas untuk akhir novella ini, yang dibiarkan menggantung. Ia membiarkan pembaca mengira-ngira bagaimana kisah selanjutnya. Apakah David dan putranya selamat? Apakah dunia berakhir setelah monster-monster berkuasa di muka bumi? Tak ada yang tahu.

P.S. Inspirasi memang bisa datang dari mana saja. Stephen King kepikiran ide novella ini ketika ia dan putranya (Joe? Atau Owen?) sedang mengantri di kasir supermarket, dan King membayangkan bagaimana seandainya ada monster misterius yang mengepung supermaket dan para pembeli (dan pegawai toko) terjebak di dalamnya.


Movie adaptation :

Disutradarai oleh Frank Darabont (yang juga menyutradarai adaptasi karya Stephen King lainnya, The Shawshank Redemption dan The Green Mile), dengan tokoh David Drayton diperankan oleh Thomas Jane.

Pada prinsipnya, Darabont cukup setia pada versi novella King, dengan beberapa perkecualian.

Perkecualian yang sangat drastis adalah endingnya, yang dibuat sangat gelap dengan twist yang bisa menyesakkan hati penonton. Alternative ending yang dibuat dengan izin King, tentunya. Bagaimanapun, ending novella The Mist dibuat menggantung kok, tentu saja seperti halnya penikmat karya ini, Darabont bisa merekayasa versinya sendiri tentang nasib para tokohnya. Tapi tetap saja... membuatku emosi jiwa waktu menontonnya.

Review singkat ini dibuat dalam rangka :

Tema Horror

The Dead Zone

Judul : The Dead Zone

Penulis : Stephen King

ISBN : 978-0-451-15575-7

Penerbit : Signet

Tebal : 402 halaman

Dibeli di : Periplus Online Bookstore

Harga beli : Rp. 102.000,- (diskon ultah)

Tanggal dipesan : 29 Agustus 2015

Tanggal diterima : 28 September 2015

Pertama kali dibaca : Tahun 1994 

Tanggal dibaca ulang : 6 Oktober 2015 #Program BUBU

Sinopsis:

Johnny, the small boy who skated at breakneck speed into an accident that for one horrifying moment plunged him into The Dead Zone

Johnny Smith, the small-town schoolteacher who spun the wheel of fortune and won a four-and-a-half-year trip into The Dead Zone

John Smith, who awakened from an interminable coma with an accursed power—the power to see the future and the terrible fate awaiting mankind in The Dead Zone.



Premis :

1. What if you are a psychometrer, but you just don't know it

2. What if you can see the past and the future, by making phisical contact with a person or an object, but you just don't know it

3. What if you know you are a psychometrer, will you help people with your psychometry and precognition? Or you just make a fortune for yourself?

4. What if you know you have that accursed power, and you know someone will be THE president who START THE NUCLEAR WAR in the future...

4. What will you do?

5. WHAT WILL YOU DO?


Komentar singkat :

Novel ini merupakan novel pertama Stephen King kubeli dan kubaca. Novel yang terbit pertama kali pada tahun 1980 ini telah diangkat ke layar lebar pada tahun 1983, dengan casting Christopher Walken dan Martin Sheen dan disutradarai oleh David Cronenberg:


Selain itu, versi serial TV-nya pun pernah ditayangkan selama 6 season antara tahun 2002 sampai dengan 2007, dengan Antony Michael Hall sebagai pemeran tokoh utamanya:


Jujur saja, versi film-nya Christopher Walken sudah kutonton terlebih dulu sebelum membaca novel aslinya, sehingga mengurangi unsur kejutan saat membaca sumber aslinya. Tapi tentu saja, seperti biasa versi novelnya jauh lebih enak untuk dinikmati.

Inti cerita novel ini tentang seorang Johnny Smith, yang memiliki bakat ESP (Extrasensory Perception), terutama psikometri, sejak kecil. Namun bakatnya baru benar-benar bangkit setelah ia dewasa dan mengalami kecelakaan yang membuatnya koma selama empat setengah tahun. Meskipun ia sempat dituduh sebagai cenayang palsu oleh media lokal, Johnny tetap membantu Sheriff Bannerman menyelesaikan kasus pembunuhan berantai.

Bersamaan dengan kisah hidup Johnny, kita dibawa mengikuti perjalanan hidup seorang Greg Stillson, dari semula salesman kitab suci dari pintu ke pintu sampai kemudian menjadi politisi. Dari awal kita sudah diperlihatkan bagaimana karakter asli Greg Stillson, sehingga ketika suatu hari jalan hidup Johnny dan Stillson bertemu, di mana Johnny bisa melihat masa depan Stillson sebagai presiden yang akan membawa kehancuran bagi umat manusia...


Apa yang akan kaulakukan bila bertemu Hitler pada saat ia masih belum berkuasa, dan mengetahui dengan pasti bencana yang akan dtimbulkannya? Dosa mana yang lebih besar, membunuh seseorang saat ini untuk mencegah malapetaka yang masih belum terjadi, atau tidak berbuat apa-apa meskipun kita tahu apa yang akan terjadi?

Trivia :
Dalam versi film The Dead Zone tahun 1983, tokoh Greg Stillson diperankan oleh Martin Sheen.
Selama tahun 1999 s/d 2006, Martin Sheen memerankan Presiden Josiah Bartlett dalam serial TV The West Wing.


Well, untunglah karakter Bartlett berbeda jauh dengan Stillson, sehingga prekognisi Christopher Walken tidak terjadi, karena tak ada perang nuklir selama administrasi Bartlett.

N.B. Tokoh dunia nyata yang sekarang digadang-gadangkan sebagai penjelmaan Greg Stillson adalah Donald Trump. Apakah ia akan menjadi presiden AS yang memulai perang nuklir? Well, mari kita sambangi dan jabat tangannya. Oh wait, kita harus punya kekuatan psikometri setara Johnny Smith dulu untuk itu.

Buku ini dibaca dan dikomentari dalam rangka :
Tema Horror





Wednesday, October 14, 2015

Appaloosa

Judul : Appaloosa

Penulis : Robert B. Parker

ISBN : 0-425-20432-4

Penerbit : Berkley

Dibeli di : Clearance Kinokuniya Plaza fX Sudirman

Harga : Rp. 45.000,-

Tanggal dibeli : 10 Oktober 2015

Tanggal dibaca : 14 Oktober 2015

Sinopsis :

When Virgil Cole and Everett Hitch arrive in Appaloosa, they find a town suffering at the hands of a renegade rancher who’s already left the city marshal and one of his deputies dead. Cole and Hitch are used to cleaning up after scavengers, but this one raises the stakes by playing not with the rules—but with emotion.

Review :

Well, ternyata buku ini sebenarnya termasuk buku yang versi filmnya sudah kutonton duluan sebelum membaca bukunya:


Aku menonton film western ini karena aku suka Ed Harris (aku suka sejak menonton film The Rock, di mana dia menjadi lawan main Nicholas Cage dan Sean Connery, dan aktingnya sanggup membuatku empati dan simpati, padahal dia jadi main villain di situ). No offense buat penggemar Viggo Mortensen,ya... :))

Jadi, aku tidak merasa telah melakukan pelanggaran aturan baca pribadi ketika menonton film ini, karena aku tidak tahu bahwa film ini diadaptasi dari novel karya Robert B. Parker, bahkan merupakan buku pertama dari serial Virgil Cole & Everett Hitch (nama kedua tokoh utamanya).

Bahkan sebenarnya, sebelum menemukan buku ini di Clearance Sale Kinokuniya, serial Robert B. Parker yang mau kubaca adalah karya yang jauh lebih dulu kuketahui: Spenser, yang serial TV-nya, Spenser for Hire, pernah kutonton di RCTI pada zaman dahulu kala. 

Secara umum, filmnya cukup setia dengan bukunya, dengan sedikit perbedaan di sana-sini, yang tidak mengubah cerita secara keseluruhan.

Pada intinya, novel ini bercerita tentang sepasang Peacekeeper for Hire, Virgil Cole dan Everett Hitch, yang disewa oleh dewan kota Appaloosa untuk melindungi kota, terutama dari pemilik ranch Randall Bragg (dalam film diperankan oleh Jeremy Irons) dan anak buahnya. Marshall dan salah seorang deputinya sebelumnya telah tewas, sementara seorang deputi lainnya telah melarikan diri.

Cole dan Hitch telah lima belas tahun berpartner dalam bisnis keamanan, dan setiap kali Cole menjadi Marshall dan Hitch menjadi deputinya. Reputasi mereka dalam bisnis ini, yang membuat kota terkacau sekalipun bisa jadi aman tenteram dalam waktu singkat, membuat mereka dipanggil ke Appaloosa.

Novel ini dituturkan dari sudut pandang Hitch, sang side-kick. Dari narasinya, kita akan tahu bahwa hubungan mereka berdua bukan sebatas bisnis, tapi lebih sebagai teman, atau malah sebagai sahabat. Sebagai seorang sahabat, Hitch telah mengenalnya secara mendalam, sehingga dapat mengetahui apa yang dipikirkan dan dirasakan Cole hanya dengan melihat ekpresi dan reaksinya. Saking sudah terbiasa satu sama lain, mereka bisa berkomunikasi tanpa kata-kata.  

Pembaca juga dapat merasakan bahwa Hitch mengagumi Cole sejak pertama kali mereka bertemu, dan tetap mengaguminya sampai saat ini. Meskipun Cole bukan penembak tercepat di dunia barat, tapi ia belum pernah kalah dalam pertempuran. Senjata Cole bukan hanya pistol. Dengan kharisma dan wibawanya, ia bisa membuat serombongan bajingan bersenjata mengkeret dan hilang nyali hanya karena tatapan dan ucapannya. Mungkin saja Hitch, sebagai mantan tentara lulusan West Point, lebih jago dengan senjata dibandingkan Cole, tapi ia tetap akan selalu bangga menjadi deputi Cole.

Seperti biasanya, dan dicantumkan dalam kontrak, Cole menetapkan hukumnya sendiri untuk kota yang dijaganya. Dalam menjaga ketertiban kota, ia dan Hitch tidak segan-segan membunuh, apabila ada orang yang berani menentang dan melawan, yang tindak mengindahkan peringatan yang telah diberikannya. Tak lama setelah dewan kota Appaloosa menandatangani kontrak, ia dan Hitch menembak mati tiga orang anak buah Bragg yang berbuat onar di bar.

"I warned them."

Bendera perang telah dikibarkan.

Bragg tidak bisa berpangku tangan. Ia sudah menyingkirkan marshall dan deputi lama, apa bedanya dengan dua orang baru ini? Dengan membawa rombongan bersenjata, ia langsung mengkronfrontasi Cole, untuk menyatakan siapa sebenarnya yang berkuasa dan hukum siapa yang berlaku di Appaloosa.


Then he said, "This town belongs to me. I was here first."
"Can't file no claim on a town, Bragg."
"I was here first."
Cole didn't say anything. He sat perfectly still with his hands relaxed on the top of the table.
Leaning forward toward him, Bragg said, "I got near thirty hands, Cole."
"So far," Cole said.
"You proposin' to kill us all?"
"That'd be up to you boys," Cole said.

Menghadapi Cole yang santai dan kalem (tapi waspada), Bragg malah jeri dan keder sendiri. Ia memutuskan mundur dulu, tapi tentu saja tidak lupa mengumbar ancaman.

Bagi Cole dan Hitch, urusan Bragg adalah business as usual. Bukan hal baru, pekerjaan sehari-hari malah. Masalah baru datang dalam bentuk orang baru di kota, yang (bagi Hitch) bisa mengganggu stabilitas, yaitu Mrs. Allison French (diperankan oleh Renee Zellweger dalam film), janda muda yang langsung membuat Cole mabuk kepayang.


Hitch tahu benar, Cole kurang berpengalaman dengan wanita dibandingkan dirinya. Melihat Allie menggoda dengan Cole yang kikuk dan malu dengan wajah merah padam, seperti melihat kucing yang bermain-main dengan mangsanya. Ia juga tahu kalau Allie bukan wanita baik-baik, bahkan belakangan berani merayunya saat Cole tidak ada, tapi demi Cole ia memutuskan untuk merahasiakannya. 

Plot berkembang dengan munculnya Whitfield, si mantan deputi yang dulu kabur, yang ingin bersaksi bahwa Randall Bragg membunuh Marshall dan deputi Appaloosa yang lama. Hal ini memberikan alasan bagi Cole untuk menangkap dan menyidang Bragg dengan tuduhan pembunuhan. Sebenarnya lebih gampang kalau Bragg melawan atau mencoba kabur waktu ditangkap, tapi tentunya urusan bakal selesai di sana.

Dengan penyidangan Bragg, situasi semakin panas. Ditambah kedatangan pemain baru, kakak beradik Ring dan Mackie Shelton, penembak bayaran kenalan Cole di masa lalu. Mereka mengaku cuma mampir untuk menonton persidangan, tapi Cole menduga mereka ada hubungannya dengan Bragg. Dugaan yang tepat, karena terbukti saat Cole dan Hitch mengawal Bragg ke penjara yang letaknya tujuh jam perjalanan kereta api, kakak beradik Shelton mencegat di jalan dengan menyandera Allie, untuk ditukar dengan Bragg!

Bagaimana selanjutnya? Apakah hukum Cole bisa ditegakkan di luar wilayah kekuasaannya? Dan bagaimana nasib Allie, ketika Cole mendapatinya sebagai jenis wanita yang bisa nempel dengan laki-laki manapun sepanjang menguntungkan baginya?

Well, tentu saja aku takkan menulis ringkasan buku dan menuangkan semakin banyak spoiler di sini (kesalahan yang sering kubuat kalau mengomentari buku). Tapi intinya, aku suka buku ini. Dan aku suka pasangan Cole dan Hitch. Mereka pasangan yang cocok dan saling melengkapi. Seperti Sherlock dan Watson barangkali. Selain kompeten di bidangnya, mereka juga termasuk makhluk langka di dunia western: berpenampilan necis, rapi, dan bersih. Gagah dan ganteng deh pokoknya. Meskipun Ed Harris sudah nyaris botak, buatku ia termasuk tipe boksi, botak tapi seksi.

Karakter Cole yang dingin kadang masih menyimpan kejutan, bahkan bagi Hitch yang sudah lama mengenalnya. Cole juga tipe langka yang rajin membaca buku. Kemauan untuk belajar ini ditunjukkan dalam humor yang ringan, di mana Cole kadang salah menggunakan kosakata tidak umum, sehingga tidak cocok dengan konteks kalimatnya, tapi biasanya Hitch tahu kosakata yang dimaksud Cole sebenarnya apa. Dalam film, biasanya Cole malah lupa kosakata yang akan diucapkannya, seringnya jadi tersendat dan menoleh pada Hitch, supaya membantunya menyebutkan kata yang dimaksud. Untungnya Hitch selalu tahu dia mau bicara apa :P

Adegan di buku dan film yang kusukai juga bukan hanya bagian aksinya, tapi juga interaksi antara Cole dan Hitch, termasuk waktu mereka sekedar mengobrol dengan santai. Hitch yang sangat mengerti dan memahami Cole dengan segala kelebihan dan kekurangannya dan Cole yang sangat mempercayai Hitch, membuatku bertanya-tanya apakah ini cinta persahabatan antara laki-laki yang tidak bisa dimengerti oleh wanita yang ingin masuk ke lingkaran mereka, seperti halnya Allie? Dan pada ending buku (yang takkan ku-spoil di sini)... keputusan Hitch menunjukkan bahwa ia menginginkan yang terbaik bagi Cole, meskipun ia terpaksa harus meninggalkannya...

Aku jadi ingin baca buku kedua serial ini! 

Dan membaca serial Spenser, dengan harapan interaksi Spenser dan Hawk sama menariknya dengan interaksi Cole dan Hitch. It's buddy time!

Well, untuk semua kelebihan yang kusebutkan di atas, aku menjatuhkan vonis pada buku ini:




Tuesday, October 13, 2015

Mr Midshipman Hornblower (Hornblower Saga: Chronological Order #1)

Judul : Mr. Midshipman Hornblower

Penulis : C.S. Forester

Penerbit : Penguin

Tebal : 320 halaman

Dibeli di : Clearance Kinokuniya Plaza fX Sudirman

Harga : Rp. 104.000,-

Tanggal dibeli : 10 Oktober 2015

Tanggal dibaca : 11 Oktober 2015

Sinopsis :

1793, the eve of the Napoleonic Wars, and Midshipman Horatio Hornblower receives his first command . . . As a seventeen-year-old with a touch of sea sickness, young Horatio Hornblower hardly cuts a dash in His Majesty's navy. Yet from the moment he is ordered to board a French merchant ship in the Bay of Biscay and take command of crew and cargo, he proves his seafaring mettle on the waves. With a character-forming duel, several chases and some strange tavern encounters, the young Hornblower is soon forged into a formidable man of the sea.

Buku ini kutemukan waktu main ke fX Sudirman untuk nonton film hari Sabtu kemarin. Pas masuk lewat pintu lantai basement, tanpa sengaja mataku melihat poster besar bertuliskan Clearance up to 70% di ruang pojok. Karena dari jauh sudah terlihat kalau barang yang diobral adalah buku, ya jelas kusambangi saja, mumpung lagi iseng. Ealah, ternyata obral toko buku Kinokuniya, dan kelihatannya sudah lama pula nongkrong di situ. Yah biarlah, mungkin sudah suratan takdir kalau aku baru tahu sekarang.

Ada beberapa buku impor yang menarik perhatianku, tapi khusus untuk buku ini aku harus menimbang-nimbang untuk membelinya atau tidak. Masalahnya, aku menemukan serial Horatio Hornblower ini dari jilid 1 s/d 10 (dari total 11 buku). Kalau hanya membeli jilid pertama saja, belum tentu aku bisa menemukan kembali sisanya dengan harga cukup miring di kemudian hari.

Akhirnya... okelah, aku beli saja (dan mendadak hilang ingatan akan timbunan buku yang belum terbaca), lalu iseng kubaca keesokan harinya, sebagai bekal perjalanan pulang pergi ke luar kota untuk menghadiri acara resepsi pernikahan rekan kantor.

Anyway, meskipun belum pernah membaca tulisan C.S. Forester sebelumnya, aku cukup tahu bahwa serial Horatio Hornblower merupakan inspirasi bagi kisah navy/war adventure sejenis, misalnya serial Aubrey & Maturin dari Patrick O'Brian (yang pernah diadaptasi menjadi film dengan judul Master and Commander dan dibintangi oleh Russell Crowe), bahkan serial TV Star Trek. Konon karakter James T. Kirk diciptakan berdasarkan berdasarkan ide "Space-age Captain Horatio Hornblower".

Pada buku petualangan Horatio Hornblower yang pertama kali ditulis dan diterbitkan pada tahun 1937, dengan judul The Happy Return, Hornblower telah menjadi seorang kapten. Secara penulisan dan penerbitan, buku Mr Midshipman Hornblower merupakan buku keenam, namun secara kronologis buku ini adalah buku pertama karena mengisahkan awal mula Hornblower bergabung dengan angkatan laut Inggris sebagai midshipman (kadet/calon perwira). Boleh dibilang, buku ini merupakan prekuel, semacam Star Wars Part I.


Mari kita bahas secara singkat buku ini:

1. Cover

Ehm, kemungkinan besar gara-gara covernya aku memutuskan untuk membeli buku ini. Habis, cowok yang menjadi cover boy untuk Horatio Hornblower... ganteng banget. Jadi mantap kan berimajinasi waktu membaca bukunya. Entah siapa yang jadi modelnya. Terima kasih Mas, siapapun Anda, telah berjasa memberikan kesegaran bagi mataku.

2. Protagonist

Sayangnya, deskripsi Hornblower saat perkenalan karakter di awal buku kurang cocok dengan sang model di cover.

It was that of a skinny young man only just leaving boyhood behind, something above middle height, with feet whose adolescent proportions to his size were accentuated by the thinness of his legs and his big half-boots. His gawkiness called attention to his hands and elbows. The newcomer was dressed in a badly fitting uniform which was soaked right through by the spray; a skinny neck stuck out  of the high stock, and above the neck was a white bony face. A white face was a rarity on the deck of ship of war, whose crew soon tanned to a deep mahogany, but this face was not merely whitel in the hollow cheeks there was a faint shade of green -- clearly the newcomer had experienced seasickness in his passage out in the shore boat.

Remaja pemalu yang kurus ceking, dengan seragam kedodoran. Mabuk laut pula! Mana cocok jadi pelaut? Usianya juga sudah tujuh belas tahun, sudah ketuaan untuk memulai karir sebagai midshipman, yang pada umumnya dimulai pada usia dua belas tahun. Mungkin model yang pantas buat gambaran Hornblower yang ceking dan pucat seperti yang tampak pada cover buku tahun 1950 ini:



Hornblower juga bukan berasal dari keluarga dengan tradisi militer, apalagi dari angkatan laut. Namun sebagai anak dokter yang sudah mencicipi bangku sekolah, kepintarannya terutama di bidang matematika dan navigasi membuatnya malah jadi menonjol.

Kelemahan dan kelebihan Hornblower membuatnya menjadi sasaran empuk untuk di-bully. Terutama oleh midshipman senior yang frustrasi karena tidak lulus ujian letnan.

Meskipun demikian, Hornblower berusaha menyesuaikan diri dengan kondisi pekerjaan barunya, bahkan meskipun takut ketinggian ia tidak menolak (meskipun sebenarnya ingin) saat ditugaskan naik ke tiang kapal. Seiring perjalanan waktu, meskipun awalnya tampak tidak cocok, ternyata Hornblower dapat menjadi pelaut yang baik dan menunjukkan leadership dan inisiatif yang tinggi. Tapi sifat Hornblower yang cenderung introvert membuatnya lebih banyak introspeksi, lebih banyak memikirkan kesalahan yang telah ia perbuat daripada kejayaan yang telah diraihnya. Ia lebih suka tidak menerima pujian atas inisiatif dan prestasinya, karena mengingat dalam pencapaian tersebut ia juga melakukan kesalahan, yang meskipun dianggap sepele oleh atasannya, ia sendiri tidak dapat mengabaikannya.

3. Cerita

Buku ini menceritakan dua tahun pertama karir Hornblower di angkatan laut, dari midshipman baru sampai yang tidak mengerti apa-apa sampai menjadi letnan. Dibagi dalam sepuluh bab, masing-masing bab menceritakan satu episode petualangan Hornblower.

Pada bab pertama, sebagai orang baru di angkatan laut Hornblower ditugaskan di HMS Justinian yang dipimpin oleh Kapten Keene. Di sinilah ia menjadi bulan-bulanan Midshipman Simpson, yang ditelan Hornblower karena tak mau cari masalah, sampai suatu ketika Simpson menuduhnya curang saat main kartu whist. Hornblower tidak terima dituduh demikian di depan banyak orang, dan kenyataannya Simpson kurang paham aturan main dan tidak bisa matematika, sedangkan ia bisa menang karena mengerti aturan main dan sebagai jago matematika ia juga jago menghitung kartu (keahlian yang pada zaman sekarang akan membuatnya diusir dari kasino). Karenanya, ia menantang Simpson untuk duel, yang berakhir dengan hasil yang di luar dugaan, dan Hornblower dimutasikan ke HMS Indefatigable agar memiliki kesempatan karir yang lebih baik.

Pada bab-bab selanjutnya, Hornblower mendapat tantangan-tantangan yang berbeda. Terlibat dalam beberapa pertempuran di laut maupun di darat, sampai sempat menjadi tahanan selama dua tahun di Spanyol sebelum akhirnya dibebaskan atas inisiatifnya menolong pelaut Spanyol.

4. Versi live action

Pada tahun 1998 - 2006 telah ditayangkan serial TV Hornblower sebanyak 8 episode, yang didasarkan pada petualangan Hornblower di masa muda, termasuk dari novel Mr Midshipman Hornblower ini, yang ditayangkan oleh stasiun ITV dan A&E di Inggris, dengan pemeran utama Ioan Gruffud.




Friday, October 9, 2015

The Martian

Minggu lalu aku melanggar aturan main yang kubuat untukku sendiri: kalau ada buku yang diadaptasi menjadi film, baca bukunya dulu baru nonton filmnya.

Aku sudah tahu bahwa novel Andy Weir, Goodreads Choice 2014 Winner untuk kategori Science Fiction, dibuat versi filmnya dengan sutradara Ridley Scott dan pemeran utama Matt Damon. Karena itu, jauh-jauh hari menyimpan ebook-nya di gadget untuk persiapan sebelum menonton filmnya. Tapi... saat waktunya semakin dekat, kebetulan penyakit malas baca novel sedang datang melanda.

Ya sudahlah. Aku tonton filmnya saja dulu. Toh, siapa tahu, kalau filmnya benar-benar bagus aku bakal termotivasi untuk membaca sumber aslinya.

Dan ternyata... aku suka banget. So... here I am.

Plot utamanya novel / film The Martian adalah seperti ini:

Six days ago, astronaut Mark Watney became one of the first people to walk on Mars. Now, he's sure he'll be the first person to die there. After a dust storm nearly kills him & forces his crew to evacuate while thinking him dead, Mark finds himself stranded & completely alone with no way to even signal Earth that he’s alive—& even if he could get word out, his supplies would be gone long before a rescue could arrive. Chances are, though, he won't have time to starve to death. The damaged machinery, unforgiving environment or plain-old "human error" are much more likely to kill him first. But Mark isn't ready to give up yet. Drawing on his ingenuity, his engineering skills—& a relentless, dogged refusal to quit—he steadfastly confronts one seemingly insurmountable obstacle after the next. Will his resourcefulness be enough to overcome the impossible odds against him?

Kesan pertama: ceritanya persilangan antara Apollo 13 dan Cast Away!

Dua-duanya Tom Hanks ya...

1. Apanya yang mirip Apollo 13?

Begitu mulai membaca novelnya, Mark Watney mengungkapkan program Ares, misi manusia ke Mars, seperti ini:
The Ares 1 crew did their thing and came back heroes. They got the parades and fame and love of the world.
Ares 2 did the same thing, in a different location on Mars. They got a firm handshake and a hot cup of coffee when they got home.
Ares 3. Well. That was my mission.
Mark Watney anggota misi ketiga, di mana pendaratan manusia di Mars bukan hal yang baru. Sama halnya dengan misi Apollo 13 yang diikuti Jim Lovell, Fred Haise dan Jack Swigart. Setelah Apollo 11 berhasil mendaratkan manusia di bulan, misi-misi berikutnya sudah dianggap sebagai rutinitas biasa dan tak akan jadi berita.

Misi rutin biasa baru menjadi berita, apabila terjadi hal-hal yang luar biasa, terutama bencana yang mengancam jiwa, seperti yang terjadi pada misi Apollo 13 ketika pesawatnya rusak sebelum bisa mendarat di bulan. Atau Ares 3, ketika salah satu astronotnya yang dikira telah tewas dalam badai pasir ternyata masih hidup dan terdampar di Mars.

Hal lain yang mirip Apollo 13 juga dalam hal komunikasi antara Mark Watney dengan kru di bumi, yang dengan menggunakan peralatan yang sama dengan yang dimiliki Mark, berusaha meng-upgrade hardware atau software peralatan di Mars secara jarak jauh. Adegan seperti ini memang salah satu favoritku dari film Apollo 13, seperti yang digambarkan komik xkcd di bawah ini:

Sumber: xkcd.com

Yup. The Martian is for people who wish the whole movie had just been more of that scene. The people like me.

Tentu saja, lebih banyak perbedaan daripada persamaan antara Apollo 13 dengan The Martian. Perbedaan utama tentu saja... Apollo 13 berdasarkan kisah nyata. Sedangkan The Martian... well, aku turut berduka cita bagi mereka yang mengira novel / film The Martian diangkat dari kisah nyata.

Perbedaan lainnya, waktu yang dimiliki Jim Lovell cs untuk bertahan hidup terlalu singkat, sehingga tingkat urgensi krisisnya lebih terasa. Mark Watney memiliki waktu yang jauh lebih lama, sehingga ia memiliki cukup waktu untuk memikirkan solusi bagi masalahnya. Malah, kalau diperlukan, ia akan mencoba untuk bertahan hidup selama 4 tahun sampai misi Ares 4 tiba.

2. Apanya yang mirip Cast Away?

Duh.

Sudah jelas, kan? Cast Away di Mars! Tanpa Wilson!


Okay, kembali ke review bukunya (dan secara tidak langsung, review filmnya juga).

Aku suka banget filmnya. Tapi ternyata, aku jauh lebih suka bukunya. Tapi untunglah aku menonton filmnya lebih dulu, karena kalau tidak, sepanjang film aku bisa-bisa terus membanding-bandingkan dengan bukunya (seperti biasa) dan nantinya malah kurang menikmati dan mengapresiasi filmnya. Toh dengan menonton filmnya lebih dulu, aku lebih bisa berimajinasi secara visual saat membaca novelnya, baik untuk setting maupun karakternya. Dan iya, aku tahu kok masing-masing media punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Dengan membaca bukunya, aku jadi jauh lebih paham penjelasan teknis yang disampaikan lebih ringan di versi film. Novel ini termasuk genre hard sci-fi, di mana penekanan lebih banyak pada sisi science-nya, dan bukan fiksinya. Justru karena Mark Watney astronot dengan keahlian di bidang botani dan teknik mesin (dan di bidang kimia juga ternyata), ia bisa bertahan hidup. Membaca jalan pikiran dan penjelasan Mark tentang semua teori yang dipraktekkannya untuk mengatasi semua masalah yang tidak ada habisnya, benar-benar mengasyikkan. Dalam versi film, versi science-nya terasa lebih ringan dan sedikit ketimbang bukunya.

Versi bukunya juga lebih lucu dari filmnya.

Seperti yang dijelaskan psikolog misi Ares 3, selain cerdas dan problem solver, karakter Mark Watney dijelaskan sebagai berikut :
He's a good natured man. Usually cheerful, with a great sense of humor. He's quick with a joke. In the months leading up to launch, the crew was put through a grueling training schedule. They all showed sign of stress and moodiness. Mark was no exception, but the way he showed it was to crack more jokes and get everyone laughing.
Dan itulah tepatnya yang dilakukan Mark sepanjang buku. Mark selalu memandang persoalan dari sisi positifnya, dan selalu menemukan hal lucu dari segala macam cobaan yang dialaminya. Termasuk dalam hal... menikmati koleksi disko Komandan Lewis. Atau menikmati hidangan kentang. Every single day. Iyaaa, itu sarkasme.

Dalam buku pun kita akan mendapati masalah dan tantangan yang dihadapi Mark sehari-hari dalam bertahan hidup di Mars lebih banyak ketimbang apa yang ada dalam versi film, sehingga mau tak mau aku merasa lebih kagum pada Mark versi buku, karena ia memiliki kesempatan lebih banyak untuk menunjukkan problem solving-nya (yang kadang-kadang dilakukan dengan melawan perintah NASA). Di sisi lain, versi film panjangnya 140 menit. Kalau mau mengalihkan semua yang ada di buku ke versi film, bisa-bisa pantat jadi panas dan rata gara-gara kelamaan duduk.


In space, no one can hear you scream... like a little girl.

PS. Kutipan yang terakhir itu bukan tagline film Alien-nya Ridley Scott. Bukan pula tagline film The Martian-nya Ridley Scott, yang bunyinya cuma Bring Him Home. Tapi kalau kau sudah baca bukunya, pasti tahu kutipan itu berasal dari adegan yang mana.

Tuesday, October 6, 2015

Firestarter

Judul : Firestarter

Penulis : Stephen King

Penerbit : Signet

ISBN : 978-0-451-16780-4

Tebal : 401 halaman

Dibeli di : Periplus Online Indonesia

Diperoleh tanggal : 23 Februari 2015

Dibaca tanggal : 26 September 2015 #Program BUBU

Sinopsis :
First, a man and a woman are subjects of a top-secret government experiment designed to produce extraordinary psychic powers.

Then, they are married and have a child. A daughter.

Early on the daughter shows signs of a wild and horrifying force growing within her. Desperately, her parents try to train her to keep that force in check, to "act normal."

Now the government wants its brainchild back - for its own insane ends.


Review :

Andy McGee dan Victoria Tomlinson pertama kali bertemu ketika mengikuti eksperimen yang diselenggarakan The Shop, salah satu agen rahasia pemerintah. Akibat eksperimen tersebut, Andy memiliki kemampuan mental domination alias hipnotis, sedangkan Victoria memiliki kemampuan telekinesis. Hubungan mereka berlanjut ke jenjang pernikahan dan membuahkan seorang putri, Charlene atau Charlie McGee.

Charlie mewarisi gen orang tuanya dengan kemampuan ESP yang lebih besar, pyrokinesis. Ia bisa menyalakan api hanya dengan memikirkannya, sejak masih bayi.

Bayangkan bagaimana repotnya suami-istri McGee dalam membesarkan Charlie. Sementara orang tua lain memberikan toilet-training pada anak mereka, suami-istri McGee harus menambahnya dengan fire-training, agar Charlie dapat menahan dan mengendalikan kekuatannya. Susah memang, tapi setidaknya keluarga McGee dapat kelihatan hidup normal seperti keluarga pada umumnya.

Namun kemudian, ketika The Shop memutuskan untuk menculik Charlie, keluarga McGee pun berantakan. Victoria tewas, dan Andy harus mengejar agen rahasia The Shop dan merebut kembali Charlie dengan kekuatan psikisnya.

Novel ini menggunakan alur kilas balik atau non-linear narrative. Kisah dibuka dengan kondisi Andy dan Charlie McGee tengah melarikan diri dari The Shop. Dalam pelarian tersebut, baik Andy maupun Charlie kadang-kadang, sengaja atau tidak sengaja, dalam keadaan terpaksa, menggunakan kekuatan mereka. Meskipun kekuatan Andy tidak sebesar putrinya, jangan salah, ia bisa membuat orang menjadi buta bahkan koma. Namun demikian, setiap kali menggunakan kekuatan secara berlebihan, Andy dapat mengalami sakit kepala yang parah dan pecah pembuluh darah yang dapat menyebabkan kelumpuhan sementara, sehingga ia harus beristirahat untuk memulihkan tenaga.

Charlie tidak memiliki keterbatasan itu, hanya saja fire-training dari orang tuanya terlalu efektif sehingga ia takut untuk menggunakannya. Tapi demi menyelamatkan ayahnya, apalagi dalam keadaan emosional, kekuatannya sanggup membakar siapa dan apa saja secara spontan.

Namun pada akhirnya, ayah-anak McGee tertangkap dan dipisahkan secara paksa di markas The Shop, yang melakukan eksperimen pada mereka. Usaha sang ayah untuk membebaskan diri dan anaknya dari cengkeraman The Shop, dengan semua strategi dan konsekuensinya, menjadi plot driver berikutnya dalam paruh akhir novel.

Berhasilkah usaha Andy membebaskan diri sendiri dan putrinya? Apa harga yang harus dibayar demi kebebasan?

Sekedar catatan:

Novel yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1981 ini telah diadaptasi menjadi film pada tahun 1984:

Familiar dengan wajah gadis cilik pada poster di atas? Yap, itu Drew Barrymore!




Fuzzy Nation

Judul : Fuzzy Nation

Penulis : John Scalzi

ISBN : 0765367033

Tebal : 343 halaman

Dibeli di : Periplus Online Bookstore

Harga beli : Rp. 111.000,-

Tanggal dipesan : 02 April 2015

Tanggal diterima : 21 April 2015

Tanggal dibaca : 26 September 2015

Sinopsis:
Jack Holloway works alone. Hundreds of miles from ZaraCorp's headquarters on planet, 178 light-years from the corporation's headquarters on Earth, Jack is content as an independent contractor. As for his past, that's not up for discussion.

Then, in the wake of an accidental cliff collapse, Jack discovers a seam of unimaginably valuable jewels, to which he manages to lay legal claim just as ZaraCorp is cancelling their contract with him for his part in causing the collapse. Briefly in the catbird seat, legally speaking, Jack pressures ZaraCorp into recognizing his claim, and cuts them in as partners to help extract the wealth.

But there's another wrinkle to ZaraCorp's relationship with the planet Zarathustra. Their entire legal right to exploit the verdant Earth-like planet is based on being able to certify to the authorities on Earth that Zarathustra is home to no sentient species.

Then a small furry biped--trusting, appealing, and ridiculously cute--shows up at Jack's outback home. Followed by its family. As it dawns on Jack that despite their stature, these are people, he begins to suspect that ZaraCorp's claim to a planet's worth of wealth is very flimsy indeed…and that ZaraCorp may stop at nothing to eliminate the "fuzzys" before their existence becomes more widely known.


Rating:
Lima bintang? Yang benar? Dan kalau belinya bulan April, kenapa juga baru dibaca bulan September?

Jadi sejarahnya (bagian ini tidak penting, silakan di-skip kalau tidak mau tahu), novel ini kubeli setelah aku tanpa sengaja menemukan dan menyukai salah satu karya John Scalzi waktu event ultah BBI kemarin, Old Man's War. Karena Scalzi langsung kumasukkan ke dalam daftar penulis favorit, seperti biasa, aku merasa wajib mengumpulkan semua karyanya. Nah, untuk gelombang pertama, aku membeli Boxset serial Old Man's War, Redshirts (yang review-nya masih tertunda), The Android's Dream, dan Fuzzy Nation. Entah kenapa, setiap kali memilih bacaan dari timbunan, novel yang terakhir ini selalu terlewatkan, sampai akhirnya terpilih untuk kubawa sebagai bacaan mudik di long weekend Hari Raya Iedul Adha kemarin.

Oke, kembali ke pertanyaan pertama. Mengapa novel ini kuponten lima bintang?


1. Entertaining as hell

Untuk koleksi Scalzi-ku, novel ini kutaruh sederajat dengan Redshirts, murni karena unsur hiburannya. Dengan bahan cerita yang ringan dan sama sekali tidak original (novel ini merupakan reboot dari novel SF lawas berjudul Little Fuzzy karya H. Beam Piper), Scalzi berhasil meramu aksi petualangan ala Indiana Jones, intrik-intrik korporasi ala Crichton, dan drama pengadilan ala Grisham, lengkap dengan segala twist and turn yang membuat kita bisa tertawa terpingkal-pingkal atau berdebar-debar.

Terpingkal-pingkal?

Buat yang sudah pernah membaca tulisan Scalzi, pasti sudah hafal benar apabila kekuatan Scalzi ada pada dinamika interaksi antar karakternya, dengan kata lain, pada dialognya yang witty dan cerdas. Dan dalam novel ini, kekuatan dialog itu semakin menjadi karena jenis protagonis yang dipilihnya...


2. Intriguing Antihero Protagonist


Jack Holloway, tokoh utama novel ini, adalah mantan pengacara korporasi yang menjadi prospektor / surveyor independen di Planet Zarathustra. Kata sifat yang pas buat menggambarkan karakternya antara lain: egois, individualistis, sarkastis. Tipe anti-otoritas garis keras macam Han Solo atau Dokter House. Ditambah sifat petualangnya, sejak awal novel aku membayangkan sosoknya sebagai Harrison Ford muda, kombinasi sempurna antara karakter Indiana Jones dan Han Solo.



Just deal with it
Holloway biasa menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Waktu kontrak surveyornya terancam (gara-gara ia mengajari Carl, anjingnya, untuk menekan detonator bom), ia tidak segan-segan mendiskreditkan pernyataan pacarnya sendiri, dalam sidang klarifikasi (kalau pinjam kutipan Han Solo: Better her than me). Mentang-mentang mantan pengacara, ia juga gemar menggunakan istilah atau preseden hukum dalam setiap kesempatan, termasuk dalam menegosiasikan kontrak atau mengancam pihak korporasi yang berani-beraninya mengancam kepentingannya.

Banyak musuh? Tentu saja. Tapi Holloway tidak peduli, sepanjang kepentingannya aman. 


3. Cute Creatures

Tokoh utama lain novel ini jelas adalah makhluk imut yang dijuluki fuzzy oleh Holloway. Berukuran beda tipis dengan kucing, berbulu lebat (hence the fuzzy notion), bisa berjalan dengan dua kaki, tapi sepertinya memiliki tingkat kecerdasan di atas binatang peliharaan pada umumnya seperti anjing, kucing, ataupun monyet. Imajinasi kita tentang penampakan makhluk ini bisa beda-beda, sebagaimana ditunjukkan oleh imajinasi para ilustrator cover buku ini:


Tapi terus terang saja (dan memperhatikan bahwa Scalzi menggambarkan makhluk pribumi planet Zarathustra ini mirip kucing), aku lebih condong membayangkan sosoknya mirip Puss in Boots-nya Shrek, yang suka berlagak imut kalau lagi ada maunya:



Keberadaan makhluk adorable dan huggable yang pintar inilah yang menjadi pusat konflik novel. 

Sebelum bertemu dengan makhluk ini, Holloway baru saja menemukan sumber tambang permata termahal yang disebut sunstone. Penemuan itu akan membuatnya jadi kaya raya (dan Zara Corp menjadi semakin kaya). Tapi apabila kemudian fuzzy dinyatakan sebagai makhluk cerdas (sentient), maka sesuai hukum kolonial yang berlaku, kegiatan eksploitasi di planet yang terdapat makhluk cerdas (dalam tahapan evolusi apapun) harus langsung dihentikan. Bagi Holloway dan Zara Corp, jelas lebih baik fuzzy tidak diakui sebagai makhluk cerdas.

Konflik kepentingan Holloway jelas menjadi hal yang krusial. Mana yang lebih penting, jadi orang terkaya sejagat raya, atau melindungi kepentingan para makhluk imut yang penampakannya lebih cocok jadi binatang peliharaan? 



4. Great Ensamble

Punya tokoh utama macam Jack Holloway kurang greget apabila tidak ada karakter-karakter lain yang memorable buat jadi "korban" Holloway dan menghidupkan witty banter. Dalam novel ini, kita mendapatkan beberapa tokoh golongan putih seperti mantan pacarnya dan pacar dari mantan pacarnya , atau beberapa tokoh dari golongan hitam macam bakal calon CEO Zara Corp, petugas sekuritinya, serta pasukan pengacaranya. Karakter Holloway yang abu-abu membuat pembaca merasa tidak pasti apa yang akan diperbuatnya, ditambah lagi masing-masing golongan berusaha menarik Holloway ke pihaknya.


5. Courtroom Drama

Yang menarik dari novel ini karena lokasinya merupakan planet pedalaman alias jauh dari pusat peradaban, nuansa yang didapat dari sidang pengadilan yang ada di sini mirip dengan novel-novel John Grisham yang berlokasi di kota kecil wilayah selatan AS. Yang paling mencolok adalah karakter hakim yang memiliki integritas tinggi sehingga tetap bergeming di bawah ancaman pihak korporasi yang menguasai planet, sehingga hukum dapat ditegakkan tanpa intervensi pihak manapun.

Alhasil, para pengacara (atau mantan pengacara seperti Holloway) harus dapat bertindak cerdik dan licik untuk mendapatkan hasil yang diinginkan tanpa keluar dari jalur hukum. Atau dalam kata lain, kalau sampai harus memberikan kesaksian palsu dalam keadaan di bawah sumpah, ya just do it, asal jangan sampai ketahuan! It's for a greater good anyway!

Selain itu, fakta demi fakta yang diungkap selapis demi selapis dalam sidang pengadilan yang menjadi ciri khas Grisham (atau novel-novel hukum lainnya), dapat membuat pembaca excited saat menantikan apa saja taktik dan strategi yang digelar masing-masing pihak.    



P.S. :
Sesuai salah satu tujuan Scalzi me-reboot novel Little Fuzzy, otomatis aku jadi merasa sedikit penasaran untuk membaca novel versi aslinya.

Yang ini sudah public domain, lho

Bukan karena aku membaca versi Scalzi lebih dulu, tanpa mengurangi rasa hormat pada H. Beam Piper, aku jauh lebih menyukai versi Scalzi dibandingkan versi aslinya.

Selain benang merah tema utama, tokoh Jack Holloway, dan para fuzzy, hampir semuanya dirombak oleh Scalzi, sehingga boleh dibilang novel ini benar-benar novel yang berbeda. Bahkan, tokoh Holloway dibuat sangat kontras, dari kakek-kakek 70 tahunan menjadi jauh lebih muda, dengan karakter yang putih lurus menjadi abu-abu bengkok. Holloway versi asli juga tidak punya konflik kepentingan, sehingga pembaca tidak akan meragukan integritasnya. Tapi, tanpa perubahan drastis seperti itu, sulit rasanya mendapatkan witty banter dan adegan sidang pengadilan yang hilarious!

Para fuzzy-nya juga sangat berbeda. Pada akhirnya, dalam versi aslinya kaum fuzzy diperlakukan sebagai hewan cerdas yang dilindungi atau semacam anak-anak yang diadopsi manusia, ketimbang spesies yang hak dan kedudukannya sederajat dengan manusia. Mereka hidup berdampingan dengan manusia, tapi hanya diberikan wilayah reservasi khusus seperti suku Indian atau hewan yang terancam punah, bukannya diakui sebagai pemilik planet yang sah.

Tapi tentu saja, tanpa versi asli ini, kita takkan pernah mendapatkan versi Scalzi yang jauh lebih menghibur.


P.P.S:
Dunia Fuzzy Nation jauh berbeda dengan dunia serial Old Man's War-nya Scalzi. Di sini, boro-boro ada banyak makhluk cerdas yang berebut lahan properti dengan berperang habis-habisan. Manusia menjadi satu-satunya makhluk cerdas dengan tahap evolusi paling canggih, melakukan eksplorasi dan eksploitasi tanpa halangan yang berarti. Untungnya, berbeda dengan pihak kolonial di OMW, pihak kolonial di sini menciptakan hukum yang menjaga agar planet yang dihuni makhluk cerdas seperti manusia (pada tahapan evolusi manapun, dari semacam manusia gua atau yang memiliki peradaban lebih tinggi) dilarang untuk dieksplotasi demi kepentingan penduduk asli di masa depan.

Well, hukum yang sangat utopis, memang. Pada kenyataannya, dunia kita saat ini, mungkin lebih mirip dunia OMW ketimbang dunia Fuzzy Nation. Di mana manusia saling berperang untuk memperebutkan lahan dan sumber daya alam. Di mana penduduk asli di tempat yang memiliki sumber daya alam yang melimpah seringkali tak mendapat manfaat apa-apa dari pihak-pihak yang mengeksploitasinya...