Thursday, February 13, 2020

Djoeroe Masak: Jenang Bukan Dodol

Judul : Djoeroe Masak: Jenang Bukan Dodol

Penulis : Dyah Prameswarie

Penerbit : Metamind, imprint Tiga Serangkai

Terbit : November 2018 (Cetakan Pertama)

Tebal : 148 halaman

Dibaca di : Aplikasi ipusnas

Dibaca tanggal : 13 Februari 2020

Sinopsis :
Kegagalan membuka restoran menjadi alasan mengapa. Aidan terbang ke Yogya untuk belajar membuat jajanan tradisional. Aidan, lulusan sekolah kuliner luar negeri, dianggap chef gagal yang tak tahu kuliner negaranya sendiri. Namun, siapa sangka kesempatan tersebut adalah awal Aidan bertemu Sedayu, wanita penjual jenang di Pasar Ngasem.

Inilah awal pasangan tersebut dipertemukan. Awal dari kisah Aidan dan Sedayu menjadi pasangan djoeroe masak.


Review singkat :

Mengapa aku memilih buku ini untuk salah satu bacaanku di bulan Februari?

Pertama: jelas tema bukunya. 
Karena memang sengaja mencari buku bertema makanan, dari yang jenis buku kesehatan sampai buku resep, baik di aplikasi Gramedia Digital, ipusnas, maupun di sumber lainnya, akhirnya pilihanku jatuh pada buku ini.

Kedua: warna sampul bukunya
Warna favoritku, gitu lho. Merah cabe ngejreng yang sungguh menimbulkan nafsu makan. Iya, seperti gambar tema blog ini, aku suka makanan yang pedas-pedas, dan di benakku, merah analoginya pedas.

Ketiga: judul bukunya.
Meskipun aku penderita Capsaicin Addict kronis yang selalu gagal tobat, aku juga suka kok mengudap cemilan tradisional, termasuk jenang dan dodol (bukan sinonim kata buku ini), walau seiring bertambahnya usia dan pola makan yang cenderung mengurangi asupan gula, kalau bisa rasanya tidak manis-manis amat.

Keempat : ketebalan bukunya.
Fiksi kuliner berbumbu roman ini tergolong tipis banget buat standar bacaanku. Bisa dibilang cemilan juga sih, meski tidak setipis dan seringan komik Amerika yang jadi andalanku mengembalikan mood kalau semangat baca mulai kedodoran. Kisah fiksinya cuma sampai halaman 99 sih, sisanya resep jajanan tradisional yang disebut-sebut dalam cerita.

Kelima : jalan ceritanya.
Ringan banget, serasa membaca manga kuliner one-shot. Aneka jajanan tradisional yang bikin ngeces bertebaran, dibalut sedikit roman picisan, plus backstabbing story, ditambah cooking battle. Yang bikin beda cuma di cooking battle-nya yang kurang menegangkan dan tidak ada efek samping berlebihan yang terjadi pada juri pencicip makanan.

Keenam : ilustrasinya.
Khususnya di bagian resep di belakang buku. Jadi kepingin makan nagasari, rujak serut, mi godhog, dan klepon... Iyaaa, aku kok nggak terlalu minat sama jenangnya...

Ketujuh : memenuhi target Reading Challenge Goodreads Indonesia bulan Februari.
Buku tentang makanan. Omong-omong, sepertinya ini buku fiksi bertema kuliner Indonesia pertama yang kubaca setelah Aruna dan Lidahnya.








Tuesday, February 4, 2020

Lost Stars

Judul : Lost Stars

Penulis : Claudia Gray

Penerbit : Disney Lucasfilm Press

Tebal : 551 halaman

Selesai dibaca tanggal : 1 Februari 2020

Sinopsis :
A long time ago in a galaxy far, far away…

Eight years after the fall of the Old Republic, the Galactic Empire now reigns over the known galaxy. Resistance to the Empire has been all but silenced. Only a few courageous leaders such as Bail Organa of Alderaan still dare to openly oppose Emperor Palpatine.

After years of defiance, the many worlds at the edge of the Outer Rim have surrendered. With each planet’s conquest, the Empire’s might grows stronger.

The latest to fall under the Emperor’s control is the isolated mountain planet Jelucan, whose citizens hope for a more prosperous future even as the Imperial Starfleet gathers overhead…

Review :

Buku ini kubaca karena John Campea, salah seorang movie pundit yang kanal youtube-nya rutin kusambangi setiap hari, sudah berulang kali merekomendasikannya sebagai salah satu novel Star Wars terbaik yang pernah ia baca, meskipun genrenya yang tergolong Young Adult Romance, yang bukan genre favoritnya. Jujur saja, meskipun aku terkadang terjebak ketagihan membaca genre Romance, genre Young Adult juga bukan my cup of tea. Lebih sering tidak cocoknya daripada cocoknya.

Jadi... sama halnya dengan John Campea, aku ternyata menyukai buku ini. Cukup untuk memberi ponten really like it ala Goodreads:



Oke, yuk kita bahas sedikit alasan mengapa aku suka buku ini...

1. Movie tie-in

Yap. Aku memang hobi membaca dan mengoleksi buku-buku yang masih terkait film, meskipun bisa jadi kadang-kadang aku tidak suka versi filmnya. Nah, khusus buku ini, ada kaitannya dengan film tapi secara harfiah, ini bukan buku yang diadaptasi menjadi film, atau buku yang diadaptasi dari naskah film sih.

Tepatnya, cerita dalam buku ini mengambil setting dan latar belakang film Star Wars Original Trilogy, alias Episode IV s/d VI, alias dari periode  Battle of Yavin sampai Battle of Endor, hanya saja dari sudut pandang mereka yang selama ini mungkin sama sekali tidak kita pikirkan dan pedulikan nasibnya sepanjang trilogi: para "figuran" dari sisi Imperial maupun Rebellion.


2. Karakter Utama

Kuatnya karakterisasi tokoh utama buku ini, Ciena Ree dan Thane Kyrell, cukup kuat hingga pembaca cukup peduli dengan nasib mereka, dan dapat memahami sudut pandang masing-masing dalam menyikapi suatu peristiwa.

Meskipun bersahabat sejak kecil, sama-sama berasal dari Planet Jelucan, salah satu planet gugus terluar yang dianeksasi Imperial setelah kehancuran Old Republic, meskipun punya cita-cita yang sama yaitu masuk akademi Imperial untuk menjadi perwira di Imperial Starfleet, Ciena dan Thane memiliki prinsip dan motivasi yang berbeda.

Berasal dari golongan bawah Jelucan yang sangat mementingkan nilai-nilai kesetiaan dan kehormatan, Ciena memiliki prinsip untuk tidak melanggar sumpah dan loyalitasnya kepada Empire.

Berasal dari keluarga kaya terpandang namun tanpa kasih sayang keluarga, motivasi Thane menjadi perwira Starfleet adalah untuk melepaskan diri dari keluarganya, dan ia lebih pragmatis dan logis dalam hal loyalitasnya.

Bagaimana sikap mereka menghadapi kenyataan bahwa Empire tega menghancurkan Planet Alderaan dan milyaran penduduknya sebagai contoh bagi pihak Rebellion? Bagaimana pendapat mereka atas pihak Rebellion yang membalasnya dengan menghancurkan stasiun angkasa Death Star beserta jutaan penghuninya?


3. Plot

Plotnya standar saja sih... cinta di antara dua insan yang berbeda kubu yang berseberangan dalam perang bintang. Namun demikian, aku tidak menggolongkannya sebagai kisah cinta ala Romeo dan Juliet. Mengapa? Jelas karena penghalang utama cinta mereka tidak sepenuhnya dipaksakan pihak luar, melainkan akibat perbedaan prinsip yang membuat mereka mengambil pilihan dan keputusan yang berbeda meskipun sadar akan konsekuensinya, di mana mereka akan berada di pihak yang berseberangan. 

Konflik yang muncul karena perbedaan prinsip itulah yang menjadi plot driver cerita, dan bahkan  lebih menonjol dibandingkan kisah cintanya sendiri. Konflik malah sudah dimulai sejak awal mereka meniti karier di Akademi Militer, di mana setiap murid diuji kesetiaannya terhadap Empire untuk memastikan mereka menempatkan kepentingan Empire di atas segalanya, baik planet asal, hubungan keluarga, hubungan pertemanan, apalagi cinta.

Setelah yang satu tetap loyal pada Empire sedangkan yang satunya beralih ke pihak Rebellion meskipun sekadar the lesser of two evils? Sudah jelas semakin banyak konflik dan dilema yang akan dihadapi. Apakah cinta akan mengalahkan segalanya?


4. Cameo

Tentu saja cameo dari Star Wars Original Trilogy wajib ada untuk memastikan posisi setiap adegan dan bab kisah dalam buku ini di cerita utama. Mulai dari Grand Moff Tarkin yang muncul saat aneksasi Planet Jelucan menjadi bagian dari Empire, Senator Junior dari Alderaan Leia Organa yang muncul di pesta yang diadakan di Planet Coruscant, Wedge Antilles yang merekrut Thane setelah ia menjadi desertir pengembara, Darth Vader dan TIE-fighter-nya yang harus diselamatkan setelah hancurnya Death Star, atau Lando Calrissian yang menjadi komandan Thane saat Rebellion menghancurkan Death Star ver. 2.

Bagaimana dengan Luke Skywalker dan Han Solo? Karena para karakter buku ini tidak ada yang pernah berhadapan langsung atau melihat sosok mereka dengan mata kepala sendiri, status mereka di buku ini hanya "terdengar", dan seringkali malah tokoh buku ini tidak menganggap mereka penting-penting amat. Yah, tapi masih mending sih ketimbang Chewbacca, C3PO atau R2D2 yang keberadaannya tidak relevan dalam konteks buku ini.


5. Ending

Mengapa? Karena realistis.



P.S.
Sudah itu saja dulu ya. Setelah lama vakum menulis review, sepertinya masih belum terbiasa membuat komentar panjang-panjang. Lagipula, kalau komentarnya panjang biasanya aku terpeleset ke ranah spoiler sih.

P.P.S.
Khusus untuk buku ini, sepertinya kalau pembaca review ini sudah tahu jalan cerita Star Wars Original Trilogy, tidak perlu kuspoiler juga sudah tahu siapa yang menang antara pihak Empire dan Rebellion pada Battle of Endor di film Return of the Jedi.