Saturday, September 2, 2017

Amangkurat, Amangkurat

Judul : Amangkurat, Amangkurat (Lakon Dalam Empatbelas Adegan)

Penulis : Goenawan Mohamad

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Tebal : 53 halaman

Dibeli di : Gramedia.com

Harga beli : Rp. 50.000,-

Dipesan tanggal : 29 Agustus 2017

Diterima tanggal : 30 Agustus 2017

Dibaca tanggal : 31 Agustus 2017

Sinopsis:
Goenawan Mohamad, yang menulis beberapa naskah lakon, "Visa", "Surti dan Tiga Sawunggaling", "Surat-Surat Karna", "Tan Malaka", "Gundala Gawat", kali ini mengolah satu bagian sejarah Mataram di abad ke-17.

Tapi ini bukan lakon sejarah. Lakon ini lebih merupakan delirium seorang raja menjelang kematian--paparan tentang apa yang terjadi dengan kekuasaan.

Review singkat :
Judul buku ini membuat calon pembaca bertanya-tanya: Amangkurat keberapakah ini?

Begitu mulai membaca dialog pada naskah lakon empat belas adegan ini, dari nama-nama dan situasi yang dipercakapkan, cukuplah untuk mengetahui bahwa Amangkurat yang dimaksud, sang raja yang tengah menjelang kematian, adalah Amangkurat I, yang mewarisi Mataram setelah ayahandanya, Sultan Agung, wafat.

Buku ini begitu tipisnya, sama sekali tidak membahas sejarah buat pembaca awam. Mungkin pembaca dianggap sudah tahu sejarah kerajaan Mataram, atau mungkin juga pembaca dianggap tidak perlu tahu. Cukuplah agar maksud lakon itu tersampaikan.

Konon, menjelang kematian, seluruh perjalanan hidup kita akan terpampang di benak atau di pandangan kita, seperti layaknya menonton film lama yang mungkin kita tidak ingat lagi jalan ceritanya. Amangkurat I dihadapkan pada pilihan hidup dan tindakan yang dibuatnya, khususnya setelah ayahandanya wafat. Bagaimana perebutan kekuasaan membuatnya harus membunuh adiknya sendiri, dan bagaimana kekuasaan membuatnya tega bertindak kejam, sekejam yang diingat oleh sejarah, pada siapapun yang tidak sejalan dengannya. Namun pada akhirnya, untuk apa semua kekuasaan itu apabila kematian tak bisa ditolak kedatangannya?

Tersingkir dari kekuasaan oleh para pemberontak, menjelang kematian yang diinginkannya hanya membalas dendam. Tapi, apakah perintahnya pada Adipati Anom, putra yang mendampinginya dalam pengungsian, untuk bersumpah merebut kembali kekuasaan adalah tindakan yang benar?

Amangkurat I tidak hanya melihat masa lalunya yang penuh darah. Ia juga mendapat kilasan masa depan. Kekejian Adipati Anom di masa yang akan datang, mengikuti sumpahnya untuk merebut kembali Mataram. Tapi jalan yang ditempuh Adipati akan membawanya berhadapan dengan adiknya, Puger. Jalan yang ditempuhnya juga akan membawa keruntuhan kedaulatan kerajaan di tanah Jawa, karena melibatkan VOC.

Ah, mungkin judul buku ini bukan merujuk satu, melainkan dua orang, Amangkurat I dan Amangkurat II.

Ada lagi yang harus diketahui?
Masa laluku menakutkan.
Ceritakan saja masa depan.
Kau diam.
Mungkin tak ada masa depan.

Catatan :
1. Aku belum pernah melihat pentas lakon ini, tapi deskripsi naskah cukup membuatku bisa membayangkan lakon minimalis ini apabila dipentaskan.

2. Review singkat atas buku tipis yang membuatku terpaksa membaca kembali sejarah Mataram yang menjadi latarnya ini dibuat dalam rangka mengikuti :

Kategori: Asian Literature

Wednesday, August 30, 2017

2017 Fox's Library Weeding Programme Winners

First of all, thanks a lot ya buat teman-teman yang sudah bersedia menjadi adopter bagi buku-buku malang yang kusiangi dari perpustakaan *usap air mata*

Dengan berakhirnya masa pendaftaran Giveaway 2017 kemarin, sudah saatnya kushare siapa saja dari para calon adopter yang beruntung terpilih menjadi adopter kali ini.

Omong, omong kuucapkan...

Congratulations!!!
kepada para pemenang di bawah ini :

Dhila
kukilasbuku@gmail.com

Larissa Rosalina
fairy.t4l3s@gmail.com

Ahmad Rofai
ahmadrofai191@gmail.com

Sapta Resita Putri
resitaputri1@gmail.com

Kanianingsih
kania.ningsih@yahoo.co.id

Laras P. Astuti
laraspastuti@gmail.com

Rizki Wulandari
kacamataque@gmail.com

Agatha Vonilia M.
agathavonilia@gmail.com 

Rizky Agung
 rizkyagungk97@gmail.com

1) Afifah Mazaya
afifahmazaya@gmail.com 2) Wening Purbawati
dabelyu_phi@yahoo.com 3) Erna Purnawati
Ernasiitoel@yahoo.com

4) Indah Rahmaningsih
beningvisi@gmail.com

5) Yoana Dharmawan
yoanadharmawan@gmail.com

Aku akan mengirimkan email pemberitahuan kepada para pemenang di atas. Sempat tidak sempat mohon dibalas dalam 3x24 jam, karena buku-buku akan kubungkus pas mudik lebaran haji besok, dan paketnya akan dikirim minggu depan. Kalau tidak dibalas, tentu saja sesuai peraturan aku akan memilih pemenang lainnya :))

Thanks for your participation!!!


Tuesday, August 15, 2017

2017 Fox's Library Weeding Programme [=Giveaway]



Umm, rasanya sudah cukup lama aku tidak beres-beres perpustakaan. Padahal aku tetap belanja buku rutin dan nonrutin, sementara space perpustakaan tidak berubah. Oleh karena itu, ketika akhirnya ketika penyakit mager bisa disingkirkan untuk sementara, sekarang tibalah saatnya untuk mencari adopter untuk buku-buku yang terpaksa dikeluarkan dari koleksi.

Seperti biasa, aku berharap mereka yang akan mengadopsi buku-buku korban penyiangan benar-benar membutuhkan, ingin membacanya, atau sekedar ingin memilikinya (baca: menambah timbunan?).

So...



Kali ini, supaya gampang, giveaway novel dan komik sengaja kugabung di sini. Yuk, langsung saja buka lapaknya :)

Paket Crazy Rich Asisns & The Great Zoo of China

Paket Yu Hua (To Live) & English

Paket Slammed & Anna and the French Kiss

Paket Cecilia Ahern

Paket Sastra Indonesia

Paket Paperback Impor

Paket Novel Fantasy

Paket Boxset Dragon Ball

Paket Serial Yokohama

5 Paket Serial Cantik @10 Jilid (Random)


Kurang banyak, ya? Nggak apa-apa deh, kapan-kapan kalau lagi rajin beres-beres aku bakal buka lapak lagi di sini.

Kondisi buku pada umumnya masih mint dan mulus sebagaimana bisa dilihat dari foto-foto di atas, hanya sebagian saja yang kena cap Fox's Library, karena belakangan ini aku cenderung malas mengecap buku. Alasan pelepasannya bervariasi, dari kurang sreg, punya dobel, beli karena "sepertinya menarik", beli karena "mumpung sale", dll, tapi pada intinya sih, supaya tidak menuh-menuhin lemari lagi, karena masih ada buku yang baru dibeli yang masih butuh tempat...

Karena ini pada prinsipnya aku yang butuh adopter, syarat buat ikutannya gampang saja kok :
1. Peserta GA adalah yang memiliki alamat kirim di Indonesia
2. Pendaftaran peserta dilakukan melalui Google Form di bawah ini.
3. Peserta boleh mendaftar untuk lebih dari satu pilihan, namun hanya boleh memperoleh satu pilihan.
4. Pemenang GA akan dipilih secara random untuk masing-masing pilihan buku. Apabila berdasarkan hasil undian seorang peserta yang sama memenangkan dua pilihan buku atau lebih, maka untuk pilihan kedua dan selanjutnya akan diundi kembali pemenangnya secara random.
5. Selain pengumuman di blog, pemenang akan dihubungi via email dan sms (atau wa).
6. Pendaftaran GA akan berlangsung sampai dengan tanggal 29 Agustus 2017.
7. Pemenang akan diumumkan pada tanggal 30 Agustus 2017.
8. Keputusan mengenai pemenang tidak bisa diganggu gugat.
9. Apabila dalam waktu 3 (tiga) hari setelah pemenang diumumkan tidak ada respon, maka akan dipilih pemenang lain sebagai penggantinya.

Bagaimana, gampang banget kan caranya?

Yuk, ayo ikut meramaikan Giveaway HUT Kemerdekaan RI ke-72 (dan HUT-ku yang kesekian) di tahun 2017 ini, dengan menjadi adopter bari buku-buku malang yang perlu kasih sayang dari para pemilik baru :)



Friday, May 5, 2017

April Book Haul

Rasanya belum lama aku memposting Book Haul bulan Maret 2017, kini sudah tiba saatnya untuk melaporkan hasil jarahan bulan April. Duh, setelah membuat laporan rutin begini jadi sadar banget memang kalau aku belanja buku nyaris setiap minggu.

Pertama-tama, sesuai janji postingan sebelumnya, buku-buku yang kubeli secara online akhir Maret tapi baru sampai bulan April bakal kulaporkan di sini:

01 April 2017
Komiknya masih setumpuk gara-gara pergeseran jadwal terbit, dan... akhirnya Level Comics merilis terjemahan manga All You Need Is Kill! Suka deh. Ilustrasi Takeshi Obata memang top!

08 April 2017
Minggu depannya, sebelum menonton film Get Out, aku mampir di lapak Bybooks, dan akhirnya mendapatkan buku The Blue Planet, setelah di beberapa minggu sebelumnya sempat kalah cepat dengan pembeli lain. Sementara belum ada lagi buku anak-anak yang menarik minatku sih. Jadi tumben-tumbennya cuma beli 3 buah buku.

10 April 2017

15 April 2017

Tentu saja, aku masih tetap belanja buku rutin, terutama untuk komik yang terbit mingguan, baik secara online maupun offline. Sebagai perkecualian, aku membeli buku Neil Gaiman, Mark Twain, dan Alex Ferguson. Jadi bertanya-tanya dan berharap, kapan GPU mau menerbitkan buku Managing My Life-nya Oom Alex. Aku penasaran!  

19 April 2017
Pas libur Pilkada DKI, aku main ke Ratu Plaza untuk belanja isi kulkas, dan seperti biasa aku "tidak sengaja" mampir ke lapak Bybooks di lantai dasar. Well, ada saja buku yang dibeli tanpa niatan, misalnya buku Terry Pratchett dan Garth Nix. Cuma satu buku yang sebenarnya sudah lama masuk daftar pertimbangan (karena harga obralnya masih tetap mahal) tapi akhirnya dibeli juga, Planet Earth.

20 April 2017
Belanja besarku bulan April ini tentu saja di event Big Bad Wolf. Dibandingkan belanja tahun lalu, boleh dibilang tahun ini aku menahan diri, karena jumlah buku dan nominal rupiah yang kukeluarkan hanya setengahnya dari tahun lalu. Pertimbangannya tentu saja space perpustakaan di Cirebon yang sudah padat, selain timbunan buku belum terbaca yang masih lumayan banyak. Sebenarnya aku sempat tertarik untuk membeli boxset Horrible Histories-nya Terry Deary, tapi mengingat sebenarnya aku sudah punya semuanya (meskipun tidak seragam edisi dan kondisinya, namanya juga buku bekas), aku terpaksa menahan diri untuk membelinya. Boxset yang kucomot hanya koleksi Michael Morpurgo, yang kucuekin pada BBW tahun lalu tapi sekarang kubeli karena aku sedang serius mengumpulkan buku-buku Morpurgo. Omong-omong, karena ini postingan khusus laporan belanja buku, aku mengesampingkan horrible history-ku dengan event "Presale" dan "tiket VIP" BBW yang kuikuti tahun ini. Mudah-mudahan pada BBW selanjutnya masalah yang membuat bete banyak pecinta buku impor ini bisa diperbaiki.

Selain itu, meskipun fotonya tidak kuhadirkan di sini, sebenarnya pada tanggal 25, 27, dan 29 April aku masih tetap menambah timbunan buku, baik dari belanja komik online di Gramedia.com (yang diskonnya turun drastis dari 15% menjadi 6%!) dan belanja offline lagi di Bybooks FX Senayan. Buat yang terakhir, aku kembali membeli buku anak-anak (Morpurgo, Dick King-Smith, Eoin Colfer, Joseph Delaney dan Garth Nix), simply karena kebetulan saja ada yang menarik.

Mudah-mudahan tambahan timbunan baru ini bisa segera kubaca dalam waktu dekat, sehingga bisa segera kukirim ke perpustakaan di Cirebon. Dengan demikian, pada libur panjang lebaran nanti aku bisa menyiangi buku-buku di perpustakaan untuk dicarikan calon adopternya.

Kalau memang ada yang berminat menjadi adopter buku-bukuku, tunggu tanggal mainnya ya!




Wednesday, April 12, 2017

March Book Haul

Sedianya aku melaporkan belanja buku bulan Maret ini pada akhir bulan Maret. Tapi karena satu dan lain hal (a. sibuk; b. malas; c. selain a dan b; d. semua jawaban benar), akhirnya baru bisa kulaporkan hari ini. Tadinya sih mau sekalian kugabung dengan laporan belanja buku bulan April, tapi mengingat di akhir bulan April akan ada event Big Bad Wolf yang mungkin saja bisa bikin daftarnya semakin panjang, ya sudah kuputuskan dilaporkan terpisah saja.

Pertama-tama, tentu saja buku yang kubeli secara online pada bulan Februari namun baru kuterima di bulan Maret :
02 Maret 2017
Buku-buku di tumpukan sebelah kiri kubeli dari Gramedia.com, di antaranya ada novel terakhir seri Reckoners-nya Brandon Sanderson, novel pertama serial The Trials of Apollo-nya Rick Riordan, serta novel Ziggy Z terbaru yang kubeli karena kepo. Buku-buku di tumpukan sebelah kanan kubeli dari Kompas.id. Yang bikin jengkel, di situ buku-buku Kumcer Pilihan Kompas sedang didiskon promosi 50%, padahal baru akhir Februari kemarin aku beli setumpuk di Yogya dengan diskon seadanya. Karena diskon 50% itu juga aku tumben-tumbennya membeli buku TTS Kompas, padahal selama ini meskipun diobral di pameran buku manapun tak pernah kulirik!

Selanjutnya, dalam rangka menghabiskan timbunan saldo deposit di salah satu toko buku online yang belakangan ini sangat lambat memenuhi pesanan buku terbitan terbaru yang kuminta, aku sengaja belanja buku yang dilabeli "Stok Tersedia. Dikirim dalam 24 Jam". Rata-rata buku-buku yang diobral, dan kebanyakan terbitan Alvabet:

03 Maret 2017
Buku-buku ini termasuk ke dalam tipe yang jarang kubeli dengan harga normal atau diskon standar. Dan setelah kubaca, tentunya ada beberapa yang sebenarnya jadi harta karun :)

Untuk bulan Maret, belanja komik mingguan terpaksa tertunda karena adanya perubahan proses transisi sistem internal di grup ritel dan penerbit Kompas Gramedia, sehingga aku baru pesan secara online di Gramedia.com pada dua minggu terakhir. Bete karena kurangnya bacaan bisa berakibat fatal, karena membuatku sampai sengaja datang ke obralan Bybooks dan Periplus di FX Senayan meskipun tidak ada kepentingan untuk menonton film!

18 Maret 2017
Setelah beberapa kunjungan terakhir ke Bybooks cuma melihat-lihat karena harga setelah obralnya masih ngajak bokek, kali ini aku nekad membeli beberapa buku hardcover BBC yang bikin ngiler. Selain itu tentu saja aku mencomot buku anak-anak yang murah meriah, dari karya Michael Morpurgo, Eva Ibbotson, Rick Riordan, sampai Anthony Horowitz. Di lapak Periplus aku mencomot buku-buku nonfiksi, termasuk di antaranya biografi Richard Dawkins yang ternyata asyik buat dibaca.

Di sisi lain, perubahan sistem internal di grup ritel dan penerbit Kompas Gramedia ternyata berbuah manis. Setelah beberapa bulan terakhir lamanya pengiriman buku yang dibeli secara online di Gramedia.com sempat menjadi ajang uji kesabaran bagiku, sekarang kembali cepat seperti dahulu. Buku pesananku sekarang sudah datang dalam 1-2 hari. Yay!

22 Maret 2017
27 Maret 2017
Oh iya, selain itu masih ada juga buku yang kubeli dari Periplus.com, yang kuterima di pertengahan dan akhir bulan :

22 Maret 2017
Minta Periplus kirim langsung ke Cirebon,
karena yang Human Footprint saja beratnya mencapai 3,76 kg

30 Maret 2017
Sebenarnya masih ada setumpuk komik yang kubeli online pada tanggal 30 Maret, tapi karena baru kuterima tanggal 1 April, biar kumasukkan ke Book Haul bulan April saja deh.

Eniwei... kalau dilihat-lihat, belanjaanku bulan Maret ini boleh dibilang moderat deh, apalagi yang belum kubaca tinggal beberapa buku anak-anak yang kuperoleh dari obralan Bybooks. Mudah-mudahan sebelum menyambangi BBW akhir bulan ini, aku bisa menyelesaikan peer timbunan dari Bulan Maret ini.

Yuk, tetap semangat! Bukan cuma semangat belanja, tapi juga semangat baca!

Tuesday, April 11, 2017

Sherlock: The Blind Banker

Judul : Sherlock : The Blind Banker

By : Steven Moffat, Mark Gatiss, Jay

Penerbit : m&c!

Tebal : 216 halaman

Dibeli di : Gramedia.com

Harga beli : Rp. 42.500,- (15% off)

Dipesan tanggal : 21 Maret 2017

Diterima tanggal : 22 Maret 2017

Dibaca tanggal : 26 Maret 2017

Review :
BEWARE: REVIEW MANGA INI SANGAT BIAS, karena dibahas oleh salah seorang penggemar serial teve Sherlock yang sudah menonton semua episodenya berulang kali, termasuk episode kedua season pertama yang diwujudkan dalam bentuk manga ini.

1. Cover
Sama seperti manga Sherlock sebelumnya, cover manga ini berupa flap cover, namun kali ini cover dalamnya menampilkan adegan yang sangat domestik: Sherlock sedang berpikir sambil tiduran di sofa panjang, sementara John duduk di sampingnya sambil membaca koran :)


Penampakan ini sudah cukup untuk menggambarkan jeda waktu yang cukup panjang antara buku/episode ini dengan dengan buku/episode sebelumnya, karena sudah tidak terdapat lagi kecanggungan lagi antara dua orang asing yang berbagi sewa apartemen. Sherlock dan John sudah merasa nyaman dengan keberadaan satu sama lain.

2.  Artwork & Chara Design
Tidak banyak perubahan dari manga A Study in Pink. Chara yang paling mirip masih tokoh utamanya, Sherlock, sementara karakter lain terutama para pemeran pembantu, hampir tidak ada mirip-miripnya. Ya, nggak apa-apa sih, toh tidak ada pengaruhnya ke jalan cerita, apalagi kalau yang baca bukan penonton setia serial teve Sherlock.

3. Impression
Sebagai manga adaptasi dari episode kedua season pertama serial tevenya, alur ceritanya setia mengikuti adegan demi adegan dan frame demi frame, meskipun kesan yang didapat tidak semenarik versi aslinya, terutama di bagian action-nya. Kurang menegangkan, gitu. Iya sih, manga ini tidak bisa dibandingkan dengan shonen battle manga yang adegan actionnya saja bisa memakan sebagian besar halaman, namanya juga manga misteri yang didominasi narasi. Tapi tetap saja... buat yang menginginkan adegan aksi, akan lebih asyik bila menonton versi live action-nya.

Sebagai cerita misteri, sebenarnya dari tiga episode season pertama, episode The Blind Banker ini kurang nendang dibandingkan episode lainnya. Namun demikian, sisi cerita slice-of-life yang disisipkan para kreator cukup menarik untuk disimak.

Pemirsa/pembaca digiring untuk mengikuti kehidupan sehari-hari para boga lakonnya. John yang veteran tentara dengan uang pensiun tak seberapa mulai gerah dengan statusnya sebagai pengangguran banyak acara. Perseteruannya dengan mesin kasir di supermarket sehingga ia terpaksa meminjam kartu kredit Sherlock buat belanja jelas membuatnya ingin semakin cepat punya pekerjaan selain sebagai asisten pribadi tidak resmi (dan tidak digaji) dari teman seapartemennya itu.

Sherlock sendiri sepertinya sudah tidak sungkan-sungkan lagi memperlakukan John sebagai asprinya dalam urusan investigasi. Ia tidak peduli kalau John sudah punya pekerjaan baru sebagai dokter praktek dan memaksanya ikut kerja lembur dalam "event buku" misalnya, sehingga esoknya John ketiduran seharian nyaris sepanjang jam prakteknya. Ia juga tidak mau tahu kalau John punya urusan pribadi (baca: kencan dengan Sarah) yang seharusnya tidak dicampuradukkan dengan kegiatan penyelidikan yang berbahaya dan berisiko tinggi.

Di sisi lain, Inspektur Lestrade tidak muncul di sini. Sherlock dan John berurusan dengan Inspektur Dimmock, yang jelas belum seimun Lestrade terhadap perilaku Sherlock yang menjengkelkan. Mycroft juga tidak numpang lewat di sini. Tapi seperti halnya di A Study in Pink, Moriarty sudah kelihatan hilalnya, meskipun belum tampak wujudnya.

4. In the end
Kalau melihat data yang ada di Goodreads, rupanya versi adaptasi manga serial teve Sherlock yang hanya season pertama saja, padahal masih ada episode-episode seru di season-season berikutnya. Sayang banget deh. Di sisi lain, aku siap menunggu dan membeli manga The Great Game diterbitkan di Indonesia.

Review ini dibuat untuk mengikuti tantangan berikut:











Tuesday, March 7, 2017

The Hidden Oracle

Judul : The Hidden Oracle

Serial : The Trials of Apollo #1

Penulis : Rick Riordan

Penerbit : Mizan Fantasi

Tebal : 472 halaman

Dibeli di : Gramedia.com

Harga beli : Rp. 67.150,- (off 15%)

Dipesan tanggal : 27 Februari 2017

Diperoleh tanggal : 2 Maret 2017

Dibaca tanggal : 6 - 7 Maret 2017

Review :
Setelah membaca keluh kesah tokoh utama cerita ini di sepanjang buku dari halaman awal sampai halaman akhir, aku hanya bisa mengutip kata-kata bijak di bawah ini:


Meskipun setiap kali terbit sudah pasti kubeli, aku sudah nyaris bosan dengan serial fantasi hasil produksi Rick Riordan (iya, sudah kayak pabrik saja soalnya). Dari serial demigod Dewa-Dewi Yunani, demigod Dewa-Dewi Romawi, demigod Dewa-Dewi Mesir, demigod Dewa-Dewi Viking, dan entah apakah suatu hari nanti dunia Dewa-Dewi India bakal dibahas juga atau tidak. Apalagi, ternyata semua serial itu masih satu universe! Yang namanya cerita berbasis mitologi bisa jadi sumber bahan cerita yang tidak ada habisnya, bisa diulik dari berbagai segi dan sudut pandang, bahkan untuk cerita yang pada dasarnya sama bisa dibuat dalam berbagai versi.

Namun ternyata... buku yang satu ini tidak bikin bosan, malah sangat menghibur saking kocak dan ancurnya!

Kali ini, Riordan masih mengambil cerita dari dunia Dewa-Dewi Yunani, tapi narator dan tokoh utamanya bukan demigod lagi, melainkan seorang dewa malang yang dihukum buang menjadi manusia fana gara-gara tidak becus mendidik anak. Ya, dari nama serialnya sudah jelas siapa: Apollo.

Mau tidak mau, otomatis aku jadi teringat dan membandingkannya dengan cerita dewa lain (yang dibuang ke bumi dan menjadi manusia fana juga) dari universe yang berbeda, Marvel Cinematic Universe, tepatnya Thor. Di situ Odin cuma membuat Thor kehilangan kesaktiannya, sementara tampang dan body-nya masih oke, minimal mirip-mirip Chris Hemsworth-lah.

Zeus tidak sebaik itu. Apollo dijadikan berwujud remaja 16 tahun yang penampilan dan namanya tidak ada keren-kerennya. Kesaktian? Tidak ada yang tersisa, dipalak preman kelas teri pun ia babak belur tak berdaya. Fasilitas pun tidak ada lagi, ia cuma dapat bekal seratus dolar di dompet bututnya. Mana cukup buat hidup di New York.

Untungnya, Apollo tidak dibuat lupa ingatan. Minimal ia bisa memikirkan cara untuk survive dan kalau bisa mencari cara untuk kembali ke khittahnya sebagai dewa. Masalahnya, ia tidak tahu apa misi yang harus dijalankannya di dunia, karena ketiadaan oracle yang juga mempengaruhi nasib para demigod yang jadi pengangguran banyak acara. Tapi sebagai (mantan) dewa ramalan, tentu saja Apollo tetap merasa bertanggung jawab untuk memulihkan keadaan.

Kisah perjuangan hidup Apollo ini asyik untuk diikuti karena kita dibawa melihat dunia dengan sudut pandang dan cara berpikir seorang dewa yang super egois dan narsis berat. Saking terlalu biasanya hidup mudah, adaaaaa saja yang dikeluhkan Apollo. Mungkin hampir semua hal yang terjadi di sekelilingnya menjadi bahan komentar dan curhatnya, yang selalu membandingkannya dengan kondisi seandainya ia masih seorang dewa.

Namun demikian, apabila kita bisa tahan menelan keluhan dan kesombongan Apollo sepanjang buku, kita juga bakal tahu kok kalau ia ternyata punya banyak kelebihan juga, yang dapat membuat kita menjadi jatuh simpati dan respek kepadanya, sehingga berharap ia mampu dan tabah menjalani cobaan, serta berhasil menyelamatkan dunia dengan segala keterbatasannya.

Omong-omong, sepertinya Riordan menganggap pembaca buku ini sudah pernah membaca buku-buku sebelumnya, karena banyak cameo dan referensi numpang lewat yang mungkin bisa memuaskan para pembaca setia, namun dijamin bisa membuat bingung mereka yang baru berkenalan dengan karya Riordan lewat buku ini.

Kesimpulan :
Ditunggu sekuelnya, Om Riordan!

Review singkat buku ini dibuat dalam rangka mengikuti tantangan ini:
Kategori : Fantasy Fiction

Monday, March 6, 2017

CockaDoodle-Doo, Mr Sultana!


Judul : CockaDoodle-Doo, Mr Sultana!

Penulis : Michael Morpurgo

Penerbit : HarperCollins' Children Books

Tebal : 96 halaman

Dibeli di ; Bybooks FX Senayan

Harga beli : Rp. 10.000,-

Dibeli tanggal : 11 Februari 2017

Dibaca tanggal : 23 Februari 2017

Review :
Membaca buku-buku Michael Morpurgo belakangan ini, rasanya cuma buku ini yang jelas sangat berbeda.

Mengapa?

Pada umumnya latar belakang cerita Morpurgo cukup suram, ya peranglah, ya sakitlah, etc, etc. Buku ini berbeda, karena murni cerita anak-anak... yang absurd!

Plotnya sederhana saja, tentang seorang sultan di kerajaan antah berantah yang sangat kaya, sangat pemalas, sangat tamak, dan sangat gendut!

Begitu kayanya, sampai istananya terbuat dari marmer dan emas berkilauan. Sampai kancing pakaian sutranya terbuat dari berlian. Begitu pemalasnya,  sampai untuk gosok gigi pun ada pelayan yang khusus mengerjakannya. Begitu tamaknya, sampai setiap saat makan pagi/siang/malam, ia makan seekor merak gemuk dan semangkuk besar daging sendirian. Semua itu membuatnya sangat gendut dan kasurnya saja bisa muat lima orang!

Nah, tapi, yang paling ia sukai tentu saja hartanya. Saking sayangnya, ke manapun ia pergi ia membawa kotak hartanya. Sayangnya, sang sultan ternyata pelit luar biasa, karena rakyatnya hanya bisa hidup seadanya.

Itu baru pembukaan sih. Cerita sebenarnya dimulai ketika sang sultan pergi berburu, lalu kudanya yang sudah tua ambruk karena tak kuat menahan beban yang luar biasa. Ndilalah, salah satu kancing berlian sultan copot di luar pengetahuannya, dan baru ketahuan waktu pemiliknya sudah balik ke istana. Sang sultan pun mengamuk dan menginstruksikan pencarian sebutir berlian itu.

Eh, ternyata berlian itu ditemukan oleh seekor ayam jago milik seorang wanita miskin. Dan si ayam ternyata punya prinsip: Finders Keepers!

Begitu ketahuan oleh sang sultan, karena tak ada yang mau mengalah, akhirnya anak buah sultan berebut berlian dengan si ayam! Si ayam berhasil lolos, tapi berliannya jatuh dan kembali ke tangan sultan.

Berakhirkah cerita ini? Belum. Karena si ayam jago akhirnya membalas dendam, berubah jadi teroris, yang masuk ke istana, meneror sang sultan, menganggu ketenangan hidupnya sambil terus berseru: "Kukuruyuk, Mr. Sultana!"

Bagaimana akhir kisah perang antara sultan vs ayam jago ini? Apakah kita memihak tirani? Atau kita memihak teroris?

Kesimpulan :
Ambil sendiri setelah membaca cerita absurd pembalasan dendam sang ayam ini.

Review ini dibuat dalam rangka memenuhi tantangan di bawah ini:
Kategori : Children Literature

Toro! Toro!

Judul : Toro! Toro!

Penulis : Michael Morpurgo

Penerbit : HarperCollins' Children Books

Tebal : 128 halaman

Dibeli di : Bybooks FX Senayan

Harga beli : Rp.10.000,-

Dibeli tanggal : 11 Februari 2017

Dibaca tanggal : 1 Maret 2017

Review :
Pada novel ini, meskipun tetap bertema perang, kali ini latar belakangnya adalah Perang Saudara Spanyol di tahun 1930-an, yaitu perang antara kaum Republikan, golongan sosialis kiri, dengan kaum Nasionalis, golongan fasis kanan.

Seperti gaya Morpurgo pada umumnya, kisahnya diceritakan di masa kini oleh orang yang mengisahkan masa lalunya. Ini adalah kisah seorang kakek pada cucunya.

Sang kakek, yang semasa kecilnya dipanggil Antonito, tinggal di Andalusia, di sebuah tanah pertanian kecil di Sauceda. Ia tinggal bersama orang tuanya dan kakak perempuan yang lebih tua sepuluh tahun. Mereka memelihara berbagai ternak, tapi utamanya sapi, banteng hitam untuk atraksi banteng. Dan dari puluhan banteng, Antonito paling dekat dengan anak banteng yang dinamai Paco, karena ia memeliharanya sejak kelahirannya, sampai mereka berdua dipisahkan agar Paco dapat dibesarkan sebagai banteng sejati.

Antonito baru menyadari nasib yang akan menimpa Paco yang disayanginya ketika untuk pertama kalinya ia ikut menonton atraksi banteng. Kebetulan, pamannya Juan adalah seorang matador yang dijuluki El Bailarin, Sang Penari, karena keahliannya  menari bersama banteng. Namun ternyata, matador tidak cuma "menari" bersama para banteng, tapi bersama para banderillero dan picador, menusuk dan membunuh banteng sampai mati di lapangan.

I didn't tell Paco what I'd seen that day -- I didn't ever want him to know.
"I'll take you away so you can live wild up in the hills, where you'll be safe for ever and ever. I'll work something out, I promise you."

Demi menolong Paco, Antonito bertekad untuk membawanya kabur dari pertanian. Di tengah suasana perang yang mulai mempengaruhi kehidupan desa tanpa terlalu dipahaminya, Antonito menyusun ide dan mencari waktu yang tepat untuk melaksanakan rencananya. Namun demikian, Antonito tak pernah menduga apabila waktu yang dipilihnya bertepatan dengan pemboman yang dilakukan beberapa pesawat yang melintas di atas desanya.

Apakah itu nasib baik? Atau nasib buruk? Ia berhasil membebaskan Paco ke alam liar, namun seluruh keluarganya tewas dalam api dan bara.

Antonito mengakhiri ceritanya dengan perjuangannya untuk bertahan hidup dalam peperangan. Dan tentang legenda The Black Phantom, banteng muda yang melindungi pasukan kaum Republikan dari kejaran Guardia Civil. Sepanjang hayatnya, Antonito selalu meyakini bahwa banteng itu adalah Paco, yang telah hidup liar di alam bebas.

Kesimpulan :
Seperti biasa, Michael Morpurgo bertutur tanpa eufemisme. Kita dibawa ke medan corrida, dan diajak menahan nafas saat menyaksikan tarian maut antara matador dan banteng. Kita dibawa menyaksikan pembantaian banteng demi atraksi massa. Ada di manakah kita? Di sisi para penonton yang bersorak melihat bagaimana ahlinya sang matador menghabisi sang banteng? Atau di sisi mereka yang memiliki sudut pandang yang sama dengan Antonito? Bahwa corrida hanyalah panggung kematian para banteng yang telah dibesarkan dengan penuh kasih sayang?

Kita juga dibawa menyaksikan kekejaman perang dari sisi anak-anak yang tidak memahami politik dan ideologi, namun tetap menjadi korban.

Selain itu, kita jadi sadar mengapa Morpurgo senang bercerita dengan model dongeng seorang kakek kepada cucunya.

Well, saat menuliskan cerita-cerita belakangan ini, Morpurgo sudah menjadi seorang kakek.

Review singkat ini dibuat dalam rangka mengikuti tantangan di bawah ini:
Kategori: Lima Buku dari Penulis Yang Sama















The Butterfly Lion

Judul : The Butterfly Lion

Penulis : Michael Morpurgo

Penerbit : HarperCollins' Children Book

Tebal : 112 halaman

Dibeli di : Bybooks FX Senayan

Harga beli : Rp. 10.000,-

Dibeli tanggal : 11 Februari 2017

Dibaca tanggal : 1 Maret 2017

Review :
Cerita yang dituturkan Michael Morpurgo ini lagi-lagi berlatar belakang perang, dan kali ini Perang Dunia I, sama seperti cerita War Horse. Benang merah ceritanya pun agak mirip dengan War Horse: seseorang yang mendaftarkan diri untuk terjun sebagai prajurit di pasukan Inggris demi bertemu kembali dengan binatang peliharaannya. Bedanya, di novel ini binatangnya adalah seekor singa berbulu putih!

Cerita diawali dengan seorang anak laki-laki yang kabur dari sekolah berasrama gara-gara sering dibully. Tanpa sengaja, ia masuk ke sebuah rumah besar yang dihuni seorang nenek tua bersama anjing peliharaannya.

Bukan, anak laki-laki itu bukan tokoh utama cerita ini.

Sang nenek, yang belakangan diketahui bernama Millie, kemudian bercerita tentang anak laki-laki lain yang zaman dahulu kala juga kabur dari sekolah asrama yang sama dan juga nyasar ke rumahnya. Anak laki-laki lain itu bernama Bertie, dan ia punya cerita lain yang menarik.

Bertie lahir dan besar di tanah pertanian di Afrika Selatan, tanpa saudara dan teman untuk bermain. Suatu saat, ia menyelamatkan seekor anak singa berbulu putih dari gerombolan hyena, yang selanjutnya menjadi binatang peliharaan kesayangannya dan dinamai . Namun saat tiba waktunya untuk berangkat sekolah ke Inggris, singa kesayangannya terpaksa dilepas dan dijual ke pemilik sirkus berkebangsaan Prancis. Bertie bersumpah akan mencari singanya kembali kalau ia sudah besar nanti.

Sementara itu Bertie akhirnya bersahabat dengan Millie, dan akhirnya berkembang ke hubungan yang lebih romantis. Namun hubungan mereka tidak berjalan mulus karena pecahnya Perang Dunia I. Bertie yang saat itu sudah kuliah masuk ke ketentaraan. Motivasinya pergi berperang tidak murni nasionalisme: menemukan kembali singa putihnya di Prancis!

Apakah Bertie bisa bertemu kembali dengan sahabat semasa kanak-kanaknya? Tentu saja. Tapi bagaimana caranya ia bisa sampai bertemu kembali adalah cerita lain, karena kita tetap harus dibawa melewati terlebih dahulu neraka perang parit di Prancis, dan menyaksikan banyaknya para prajurit muda yang tewas berguguran di sekitar Bertie.

Kisah Bertie di medan perang bukanlah cerita yang ringan untuk dibaca anak-anak, namun cerita itu pun sudah banyak disensor, karena pada dasarnya Bertie tidak banyak bercerita tentang kengerian di sana kepada Millie. Untunglah, cerita berakhir manis untuk Bertie. Yah, namanya juga buku cerita anak-anak,agak riskan jadinya kalau Bertie diceritakan tewas di medan perang.

Ada dua twist ending untuk novel ini, yang cukup mengejutkan karena aku tidak mengira endingnya bakal seperti itu. Tapi cuma satu yang akan kuspoiler di sini: anak laki-laki pertama yang kabur dari sekolah dan akhirnya mendengarkan dongeng tentang Bertie dan singa putihnya ternyata adalah... Michael Morpurgo! Well, kan jadi menimbulkan pertanyaan deh: apakah cerita ini diangkat dari kisah nyata, atau hanya khayalan belaka?

Omong-omong, kalau penasaran dan ingin tahu kenapa judulnya The Butterfly Lion, bukannya The White Lion, lebih baik baca bukunya sendiri saja, ya.

Review singkat ini kubuat dalam rangka mengikuti tantangan di bawah ini:
Kategori : Lima Buku dari Penulis Yang Sama