Thursday, December 31, 2015

HERO!!! (A One-Punch Man Review)





Title : One-Punch Man


Story by : ONE

Art by : Yusuke Murata

Volume : 1 - 10 (Ongoing)

First time read : 3 April 2015

Reread : November - December 2015

Final Verdict: 

5 of 5 Punches!!!

First of all, aku pertama kali membaca manga ini bukan karena rekomendasi dari siapapun atau manapun. Patut disesalkan, aku benar-benar tidak mengetahui keberadaan manga ini sampai awal tahun 2015. Waktu itu aku baru selesai membaca ulang manga Eyeshield 21 (entah untuk yang keberapa kalinya) dan menonton ulang seluruh episode animenya. Yang kusukai dari Eyeshield 21 bukan hanya ceritanya (yang membuatku rada melek aturan main american football), tapi juga artwork-nya. Entah kenapa aku mendadak kepingin membaca manga lain yang gambarnya juga ditukangi oleh Yusuke Murata. Kalau ada.

Ternyata memang ada. Cukup mencari sebentar di Goodreads, ketemu deh serial yang masih ongoing ini. Setelah mengecek ratingnya yang di atas 4 dan membaca sekilas beberapa review, aku berhasil diyakinkan bahwa manga ini minimal sama menariknya dengan Eyeshield 21.

And you know what, keyakinan itu ternyata terbukti benar!

Sebagai pembaca setia shonen manga serta komik superhero, dapat dikatakan aku langsung mentasbihkan bahwa manga yang merupakan satire (atau parodi?) dari genre yang kugemari ini sebagai salah satu bacaan favoritku tahun ini. Karenanya, tidak lengkap kalau aku tidak menutup tahun ini dengan mengomentarinya, walaupun sedikit saja.

Lalu, apanya sih yang menurutku menarik dari serial ini?


1. The Story

Aslinya, manga ini berupa webcomic yang di-upload secara indie oleh mangaka dengan nama pena ONE di site pribadinya, dengan artwork yang ala kadarnya, bahkan boleh dibilang masih berupa sketsa kasar atau name. Konon ONE membuatnya secara iseng, sebagai hobi, just to entertain himself.

Tapi ternyata, meskipun cuma komik iseng dan dibuat suka-suka, banyak orang yang membaca dan menyukainya. Jadi, sudah pasti yang membuat orang terpikat adalah ceritanya.


One-Punch Man (selanjutnya kita sebut OPM) bertutur tentang seorang hero yang sangat tidak standar. Dengan nama yang merupakan plesetan dari Anpanman--serial komik/anime anak-anak yang terkenal di Jepang (cara membacanya hampir mirip: Wanpanman, dan kostumnya pun mirip cuma terbalik warna merah dan kuningnya saja), 
penampilan sang hero sungguh biasa-biasa saja. Saking tidak menonjolnya, siapapun yang melihat pasti cenderung memandang enteng, atau mungkin tidak merasakan keberadaannya,

Tapi... memang ada tapinya.

Plot cerita manga ini tidak menggunakan pakem shonen-manga/komik superhero/cerita silat yang klise saking terlalu sering di-copy/paste. Tidak ada cerita perjalanan hidup yang panjang dan lama, yang mengisahkan sang hero berjuang mati-matian melatih diri demi menjadi kuat dan sanggup mengalahkan lawan demi lawan yang makin lama makin sakti mandraguna.

Sejak bab pertama kita sudah disuguhi hero yang sanggup mengalahkan monster cukup dengan sekali pukul.


Wan paaaaaaaanch!!!
Yap, premis ceritanya memang persis seperti judulnya. Literally.

Di dunia antah berantah di mana makhluk super--baik hero maupun villain--berkeliaran, hiduplah seorang hero yang dapat mengalahkan musuhnya hanya dengan satu pukulan saja. Sangat kuat, overpowered malah. The strongest man alive.


Kalau cuma membaca judul dan premisnya saja, pasti ada saja (calon) pembaca yang langsung mengkritisi: "Lho, apa serunya cerita tentang jagoan yang pasti selalu menang dengan satu pukulan? Apa nggak membosankan, tuh?"

That's the point.


Manga ini bercerita tentang hero yang saking kuatnya sampai tak ada lawan, dan merasa frustrasi saking bosannya. Waktu masih lemah, ia memang bercita-cita menjadi hero yang bisa mengalahkan musuh sekali pukul, tapi setelah cita-citanya tercapai, tidak ada lagi tantangan yang bisa membuat adrenalin terpacu. Menjadi orang terkuat sejagad raya ternyata membosankan.

Jangan kuatir, meskipun premisnya seperti itu, pembaca takkan mati bosan membaca manga ini. Cara ONE merangkai cerita seputar seorang overpowered hero, dengan meledek keklisean genre shonen-manga/komik superhero yang diusungnya, malah bakal membuat pembaca mati ketawa.

Premis bahwa sang hero (yang seperti klisenya bakal muncul belakangan) pasti menang mudah memang sudah given. Tapi meskipun itu running gag utama, yang lebih menarik adalah cerita tentang kehidupan sehari-hari sang hero atau interaksinya dengan karakter sampingan yang bakal terus bermunculan mengganggu privasinya.

Semakin lama, dengan meluasnya pergaulan sang hero, jalan cerita setiap arc semakin tak bisa ditebak dan membuat pembaca semakin penasaran menunggu kelanjutannya.



2. The Artwork

Webcomic ONE mampu memikat jutaan penggemar, termasuk Yusuke Murata, yang jadi ngidam berat kepingin membuat ilustrasinya. Melalui twitter ia mengajak ONE berkolaborasi, dan gayung pun bersambut. Cerita di balik layar bagaimana komik ini bisa menjadi versi manga resmi yang ada sekarang ternyata penuh drama, yang tadinya kukira cuma bisa terjadi di manga Bakuman saja.

Artwork Yusuke Murata yang sangat detail dan rumit sanggup membawa cerita ONE ke level yang lebih tinggi, sehingga menarik perhatian lebih banyak pembaca yang mungkin semula malas membaca karena ilfil duluan pada artwork originalnya.

Jalan cerita OPM versi manga sangat setia pada sumbernya, begitu pula panel-panelnya. Pembaca yang membaca kedua versi bisa membandingkan secara langsung adegan yang sama. Jelas, karena versi webcomic dapat berfungsi sebagai name bagi versi manga.

Contohnya beberapa panel awal di bab pertama. Dari gambar original seperti ini:


Menjadi gambar yang detail dan mewah seperti ini:

Atau gambar one-punch pertama di atas menjadi begini :


Belum lagi kalau Murata-sensei sedang asyik bereksperimen dengan gaya animasi. Ia bisa menghabiskan berlembar-lembar halaman hanya untuk menggambarkan satu adegan saja. Walhasil, apabila panel-panelnya dibuat gif, bisa jadi adegan animasi pendek.

Seperti ini :

Atau ini :

Atau ini:

Atau ini:

Sayangnya, eksperimen Murata-sensei yang ngabis-ngabisin halaman ini hanya ada pada versi awal yang dirilis di website Young Jump Web Comics. Begitu dijadikan tankobon yang jumlah halamannya terbatas, Murata-sensei merevisi panel-panel mewah ini menjadi cuma satu-dua panel standar *nangis darah di pojokan*

Ngomongin artwork dari ilustrator kelas dewa macam Murata-sensei begini nggak bakal ada habisnya (ini juga udah kepanjangan, neng!). Lanjut deh.


3. The Characters

a. The Main Character

My name is Saitama. I am a hero. My hobby is heroic exploits. I got too strong. And that makes me sad. I can defeat any enemy with one blow. I lost my hair. And I lost all feeling. I want to feel the rush of battle. I would like to meet an incredibly strong enemy. And I would like to defeat it with one blow. That's because I am One-Punch Man.

Backstory Saitama, sang OP hero, sejauh ini masih kurang jelas. Pembaca cuma diberi sedikit kilas balik ke masa tiga tahun lalu waktu Saitama masih lemah (tapi masih punya rambut), namun dengan susah payah mampu mengalahkan seorang (ekor?) monster. Setelah berlatih setiap hari selama tiga tahun sampai botak licin (menu latihannya biarlah tidak kuungkap di sini), ia menjadi hero karena hobi, untuk mendapatkan gairah dari pertarungan hidup mati. Tapi menjadi jagoan tanpa tanding membuatnya bosan dan depresi.

Murata-sensei mempertahankan chara-design ONE untuk tokoh utama ini. Selain sebagai homage buat versi asli, desain ini juga sangat cocok menggambarkan karakter Saitama yang polos, lempeng dan datar. Dan justru karena artwork Murata-sensei yang sangat wah dan detail, sosok Saitama jadi malah semakin menonjol.

Tapi tentu saja, chara Saitama yang polos datar kayak telur rebus kalau kondisinya sedang santai atau tanpa semangat. Tapi kalau kebetulan lagi serius, desain dan ekspresinya bisa langsung berubah drastis seperti ini:


Bukan cuma ekspresi, bahkan gambaran bentuk tubuh Saitama juga berubah drastis tergantung sikon. Murata-sensei selalu menggambar tubuh Saitama seperti karakter super-duper-biasa, tapi kalau sedang digambarkan serius, Saitama pun langsung memiliki superbody sebagaimana layaknya superhero XD

Karena itulah running gag lain dari karakter utama ini juga bahwa kebanyakan orang selalu meremehkannya karena penampilannya yang super-average. Hanya manusia yang beruntung masih hidup setelah berhadapan langsung dengan sosok aslinya (karena kalau monster sudah pasti bakal tewas) yang dapat mengakui (atau tidak sudi mengakui) kehebatannya.

Karakter Saitama sendiri sebenarnya tidak begitu suka bersosialisasi dan hidup bermasyarakat. Pada awal cerita ia cukup puas hidup sendirian sebuah apartemen kecil di kota hantu sembari sekali-sekali menjadi hero kala negara api monster menyerang. Tapi sejalan berkembangnya cerita dan semakin banyak kenalan baru, karakternya semakin berkembang. Dan justru interaksi antara karakternya yang antimainstream dengan banyak karakter lain itulah yang menjadi sumber lelucon yang tidak ada habisnya untuk digali, atau malah sumber drama yang bisa membuat pembaca geregetan setengah mati apabila sang hero mendapat perlakuan tidak adil dari para warga yang telah ditolongnya.


b. The Other Heroes

Kalau boleh dibandingkan, OPM Universe (OPMU) mungkin mirip dengan Marvel Universe (MU) pasca episode Civil War, di mana semua superhero yang terdaftar mempunyai wilayah kerja dan tanggung jawab masing-masing.

Bedanya, kalau di MU, semua superhuman wajib mendaftarkan diri, karena kalau tidak mau akan diburu, dianggap penjahat, dan dipenjara. Sedangkan di OPMU, hero yang mendaftarkan diri adalah mereka yang ingin diakui sebagai hero (dan seperti di MU, lumayanlah bisa dapat gaji bulanan dari sumbangan masyarakat). Hero yang tidak terdaftar sangat berisiko tidak dikenal, bahkan prestasinya malah bisa dicatut atau diakui oleh hero yang terdaftar dan kebetulan ada di lokasi.

Hero Association di OPMU terdiri atas ratusan hero yang dibedakan menjadi kelas S, A, B, dan C, tergantung level kekuatannya. Saat Saitama mendaftar dan mengikuti ujian untuk jadi "hero resmi", meskipun powernya level dewa dan menghancurkan semua rekor, ia nyaris tidak lulus gara-gara hasil ujian tertulisnya yang pas-pasan, dan memulai karir dari kelas C.

Tokoh hero pertama yang menjadi kenalan Saitama adalah android muda bernama Genos. Setelah menyaksikan kekuatan Saitama yang di luar nalar, secara sepihak Genos memaksa Saitama menjadi gurunya dan teman sekamarnya. Secara otomatis, Genos menjadi sidekick Saitama.

Karena mereka selalu bersama, karakter mereka jelas tampak sangat kontras. Saitama yang digambar simpel disandingkan dengan Genos yang desainnya serumit Iron Man. Saitama yang santai dan pinpinbo dibandingkan dengan Genos yang serius dan pintar (tapi masih terlalu polos!). Saitama yang tampilannya rata-rata air dijajarkan dengan Genos yang luar biasa canggih. Saitama yang dicap hero Kelas C, dengan Genos yang langsung dicap Kelas S. Tapi tak ada kontras yang lebih kontras apabila yang dibandingkan adalah level power mereka.

Pembaca akan mendapati begitu banyaknya karakter hero di OPMU. Tapi jangan khawatir, walaupun tidak ada yang dibahas secara mendalam semuanya mudah diingat karena unik dengan ciri khas karakter dan powernya masing-masing. Dari Mumen Rider di Kelas C, Fubuki and the gank di Kelas B, Amai Mask sang idola yang nyambi jadi hero, sampai para superhuman di Kelas S seperti Bang, Metal Bat, sampai super esper Tatsumaki.

Dan karena ini action manga, adegan aksi yang paling mendebarkan biasanya adalah pertarungan hidup-mati antara para hero dan para monster. Pakem standar shonen-manga atau komik superhero sangat pas buat para hero selain Saitama. Dan justru karena mereka bertarung mempertaruhkan nyawa sampai tetes darah terakhir itulah yang membuat kekuatan Saitama semakin tampak tak terhingga. Karena begitu ia datang (hero selalu datang paling akhir), dengan mudahnya tamatlah riwayat sang monster.

Dan pertanyaan yang membuat pembaca gemas adalah, kapan Saitama bisa diakui oleh semua pihak sebagai hero yang levelnya (jauh, jauh sekali) di atas Kelas S? Pertanyaan yang sepertinya masih bakalan lama dijawab kreator manga ini.

c. The Villains

Oh, the horror... the horror...

Di OPMU, karakter villains selalu digambar dengan sangat detail, dan kadang-kadang dengan backstory dan motivasi yang lebih mendingan ketimbang backstory dan motivasi Saitama. Sama halnya dengan desain para hero, untuk desain karakternya, Murata-sensei banyak terinspirasi alias merefer shonen-manga atau komik superhero lain.

Sayangnya, beda dengan di genre yang diparodikannya, para villain ini tak ada yang berlama-lama bertahan di cerita untuk membuat kerusakan di muka bumi. Malah, boleh dibilang daripada sebagai villains, mereka lebih pantas disebut sebagai victims di manga ini. Terutama victims buat Saitama.

Tentu saja, Saitama masih pilih-pilih kalau mau main pukul. Buat lawan yang benar-benar monster, tidak masalah dipukul mampus. Tapi kalau lawannya manusia, selalu dibiarkan hidup setelah dihajar seperlunya.

Kadang-kadang, untuk musuh yang nggak ada kapoknya seperti ninja/assassin Speed-o'-Sound Sonic, OPM terasa sebagai kebalikan dari genre shonen manga. Tokoh villain-nya yang terpaksa harus terus-terusan berjuang keras dan berlatih supaya bisa level up untuk kembali menantang sang tokoh hero-nya :)

Omong-omong  tentang villains, apakah keberadaan Saitama yang sangat overpowered melampaui level para monster yang datang dari darat, laut, udara sampai luar angkasa, pada suatu saat nanti akan dianggap sebagai ancaman bagi umat manusia yang tidak bisa menerima kekuatannya dengan akal sehat?

Akankah ia dicap sebagai villain dan bukan hero lagi?


4. The Anime

Versi animenya yang tayang bulan Oktober - Desember tahun ini benar-benar menggebrak dunia kang-ouw (dan membuatku jadi membaca ulang manga ini).

Selain opening song-nya yang menggelegar (dan juga sangat berbahaya karena benar-benar membakar semangat sehingga pendengarnya ingin segera berlari dan menghajar musuh), yang asyik dari anime ini adalah karena pace-nya yang cepat dan sangat setia pada versi manga-nya. Saking cepatnya, nyaris tujuh jilid dihabiskan hanya untuk 12 episode anime saja! Bandingkan dengan manga Naruto, yang 8 jilid awal manga digelar dalam 40-an episode!

Tentu saja, meskipun artwork animasinya sangat keren, sebaiknya kita tidak membanding-bandingkannya dengan versi manga yang artworknya memang sangat detail. Sebagus apapun gambar animasi, kalau ilustratornya dipaksa membuat gambar bergerak dengan artwork yang sangat detail, bisa-bisa animenya nggak kelar-kelar. Yang penting, imajinasi yang kita lihat di versi di manga bisa diejawantahkan di layar kaca dalam versi paling sempurnanya. Dan tentu saja, kita juga jangan berharap animasi ala Murata-sensei muncul di versi anime. Kenapa? Karena versi anime ini sangat setia terhadap versi tankobon-nya, yang memang sudah menghilangkan panel-panel buang-buang halaman Murata-sensei :P

Yang juga tak kalah pentingnya, versi anime-nya tidak bertele-tele dan ditambahi episode filler yang mengada-ada. Aku sudah cukup kenyang menonton anime Naruto atau One Piece yang diisi episode tambahan yang tidak ada pada versi manga karena harus menunggu versi manga-nya mengejar versi anime. Aku juga termasuk yang bete waktu anime Full Metal Alchemist pertama akhirnya terpaksa memilih menggunakan jalan cerita alternatif gara-gara tidak mau menunggu versi manganya selesai. Untung dibuat versi Brotherhood-nya yang jauh lebih memuaskan.

Lho, kok malah curcol. Tapi bagaimana lagi, mau novel ataupun manga, sebagai pembaca aku lebih suka versi film atau animasi yang setia pada buku sumbernya.

Jadi, mengingat manga OPM masih ongoing di arc yang belum tuntas, aku tidak terlalu berharap ada season berikutnya sebelum cerita di manga cukup untuk diangkat menjadi episode anime lagi. Meskipun begitu, aku tidak menolak apabila ada cerita anime tambahan, asalkan dibuat dalam bentuk OVA. Dan iya, aku akan cukup puas menunggu rilis dan menonton OVA-nya dulu sampai episode anime untuk arc berikutnya siap ditayangkan.

Halah, komentarnya kepanjangan, euy! Baiklah untuk sementara kusudahi sampai di sini dulu. Dan sebagai penutup, akan kutambahkan plesetan quote dari salah satu film superhero DC Universe, dengan berandai-andai OPM kelak dianggap sebagai ancaman bagi umat manusia karena konon kekuatannya dapat menghancurkan alam semesta:

He's the hero Earth's deserves
but not the one it needs right now
So we'll hunt him
Because he can take it
Because he's not a hero
He's a silent guardian
A watchful protector
The Bald Knight
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bonus:
Silakan cari perbedaan antara kedua gambar di bawah ini










Saturday, December 26, 2015

Rencana Besar



Judul : Rencana Besar

Penulis : Tsugaeda

Penerbit : Bentang Pustaka

Tebal : 384 halaman

ISBN : 9786027888654

Beli di : Bukabuku.com

Harga : Rp. 15.000,- (Mizan Obral Akhir Tahun)

Diperoleh tanggal : 8 Desember 2015

Dibaca tanggal : 26 Desember 2015

Sinopsis :
Rifad Akbar. Pemimpin Serikat Pekerja yang sangat militan dalam memperjuangkan kesejahteraan rekan-rekannya.

Amanda Suseno. Pegawai berprestasi yang mendapat kepercayaan berlebih dari pihak manajemen.

Reza Ramaditya. Pegawai cerdas yang tiba-tiba mengalami demotivasi kerja tanpa alasan jelas.

Lenyapnya uang 17 miliar rupiah dari pembukuan Universal Bank of Indonesia menyeret tiga nama itu ke dalam daftar tersangka. Seorang penghancur, seorang pembangun, dan seorang pemikir dengan motifnya masing-masing. Penyelidikan serius dilakukan dari balik selubung demi melindungi reputasi UBI. 

Akan tetapi, bagaimana jika kasus tersebut hanyalah awal dari sebuah skenario besar? Keping domino pertama yang sengaja dijatuhkan seseorang untuk menciptakan serangkaian kejadian. Tak terelakkan, keping demi keping berjatuhan, mengusik sebuah sistem yang mapan, tetapi usang dan penuh kebobrokan ….



Sekedar komentar :

Actually, sebagai orang yang bekerja di industri perbankan, aku mengalami kesulitan untuk menghubungkan buku ini dengan dunia nyata.

Pertama, pernyataan bahwa skala Universal Bank of Indonesia (UBI), bank menjadi pusat cerita novel ini, yang disebut sudah masuk dalam lima bank besar di Asia Tenggara, terutama pada tahun 2012 yang menjadi setting buku ini. Well, bank-bank di Indonesia belum masuk dalam 5 besar Asia Tenggara apabila dilihat dari sisi modal dan kapitalisasi pasar. Beda ceritanya kalau kita bicara tentang laba tertinggi dan pertumbuhan aset tercepat.

Kedua, jabatan ketiga orang yang masuk ke dalam daftar tersangka levelnya masih asisten manajer, terlalu jauh dengan level dewan direksi, sehingga aku tidak bisa diyakinkan kalau mereka dapat memiliki pengaruh yang besar. Yah, barangkali seharusnya aku memandang UBI dari sisi bank yang mungkin dijadikan model, yang boleh jadi struktur organisasinya lebih simpel dan tidak sebesar bank tempatku bekerja. Perbandingannya memang jadi tidak apple to apple sih.

Anyway, namanya juga fiksi, anggap saja novel ini bersetting di Indonesia di dunia paralel. Meskipun tidak begitu bisa relate dengan ceritanya, aku tambah satu bintang deh untuk temanya yang tidak biasa buat novel Indonesia.

N.B.
Kalau boleh nitpick sekali lagi untuk hal yang mungkin sepele bagi pembaca lain, baru mulai membaca bab satu saja aku sudah membuat catatan untuk pemilihan kata yang kurang pas, yaitu saat tokoh Agung Suditama mengenalkan diri sebagai direksi termuda di UBI.

Istilah direksi itu bermakna jamak, sekumpulan orang yang menjadi pengurus sebuah perusahaan. Akan lebih pas bila si tokoh mengenalkan diri sebagai anggota direksi termuda, atau direktur termuda.

Well, meskipun aku seorang pemerhati kelirumologi dan doyan mencoba meluruskan sesuatu yang menurutku keliru sehingga nyaris mendekati grammar nazi (atau malah sudah?), aku bukan tipe pembaca yang cukup telaten untuk membuat daftar typo dan merasa tidak punya cukup waktu untuk itu. Jadi catatan tambahannya cukup sampai di sini saja.

View all my reviews

Wednesday, December 9, 2015

Happy Tummy


Judul : Happy Tummy

Penulis : Mariska Tracy

Penerbit : GagasMedia

Tebal : xii + 204 halaman

Tanggal terbit : 27 Mei 2015

Tanggal perolehan : 6 Desember 2015

Tanggal dibaca : 9 Desember 2015

Sinopsis :
Siapa yang happy kalau dapat makanan gratis? Hayo, ngacung!

Oke, gue juga, kok.
Hobi gue itu makan-dengan-porsi-banyak.
Nah, demi menyalurkan hobi gue tersebut, gue suka ikutan lomba makan.
Ini artinya, gue bisa makan gratis sebanyak-banyaknya dan dapat hadiah pula!

Lomba makan? Iya, lomba makan yang kayak di TV Champion itu.

Menurut gue, jadi competitive eater itu merupakan cita-cita yang keren.
Coba bayangkan bagaimana bangganya saat lo bisa menghabiskan makanan
enak dalam waktu singkat?! Lo nggak hanya bisa menikmati makanan
superenak, tapi bisa terkenal kayak gue.
Hahaha…. Yang penting, gue happy ketemu makanan.

Yuk, ikuti cerita seru gue yang kata orang “Jago Makan” ini.
Selamat makan, eh, selamat membaca!


Review :
Aku menemukan buku ini di meja bookswap IRF 2015. Karena ini buku baru, pastinya hasil sumbangan dari penerbit GagasMedia. Apalagi memang ada cap "Buku Ini Tidak Dijual" dan "Persembahan Penerbit". Dan ada tanda tangan penulisnya pula. Tapi kalaupun mencoba mengingat-ingat,  aku lupa buku mana yang kutukar dengan buku ini.

Anyway, seperti biasa aku mengambil buku ini dengan penuh perasaan. Itu lho, perasaan "sepertinya menarik" yang selalu jadi patokanku kalau menemukan buku (dan penulis) yang belum pernah kulihat dan kudengar sebelumnya lewat media apapun. Maklum, sudah lama aku tidak membaca majalah (penulisnya reporter majalah GADIS, majalah remaja yang terakhir kali kubaca waktu aku masih SMA). Dan aku juga bukan tipe yang mengikuti dunia perkulineran.

Kuliner? Ini buku kuliner?

Ya. Nyenggol dikit-lah. Buku ini cukup unik: personal literatur penulis sebagai cewek jago makan yang doyan lomba makan.

Buatku yang kalau makan nasi padang saja minta nasinya seperempat (supaya tiada tangisan dari ribuan butir nasi tak tersantap), jelas meskipun aku suka makan (manusia mana yang nggak suka makan sih, apalagi kalau gratis?), aku bukan tipe yang akan mengejar lomba makan di manapun dan bertarung secara sportif dan kompetitif demi menjadi juaranya. Tapi karena dulu aku juga doyan nonton lomba makan di TV Champion, jelas buku ini langsung menarik perhatianku.

Kembali ke review, buku ini berkisah tentang petualangan Uung (nama cantik sang penulis) di dunia lomba makan nasional, atau setidaknya, di Jakarta, yang ternyata sangat kompetitif, dan penuh pertumpahan darah (iya, ini lebay). Petualangannya itu dituturkan dengan gaya yang kocak, dan membuat kita, meskipun sedang kelaparan belum sempat makan pagi saat membaca bukunya, bisa turut merasakan kekenyangan dan kebegahan yang diderita orang yang kebanyakan makan demi mendapatkan sesuap handphone, televisi, uang tunai, dan berbagai hadiah menarik lain yang menjadi iming-iming bagi para pelaku lomba makan.

Buku ini juga membuka ingatanku tentang perkenalan pertamaku dengan Kamikaze Karaage. Pertama kali aku tertarik untuk makan di sana adalah karena ada lomba makan di sana yang ditayangkan di televisi. Maklum, sebagai penyuka makanan pedas dan cukup diakui sebagai orang yang paling tahan pedas di lingkungan pribadi dan kantor, aku selalu merasa tertantang kalau ada iklan atau gosip tentang makanan yang superpedas. Ternyata... dari buku ini aku tahu Uung bukan cuma jadi peserta lomba makannya, tapi juga jadi juaranya! Benar-benar salut deh! Sampai dengan saat ini, bagiku cuma Saus Harakiri 2 di Kamikaze Karaage yang benar-benar sesuai dengan promosinya, sebagai saus cabai terpedas di dunia. Waktu pertama kali makan spicy wing berbalut saus Harakiri 2, aku cuma sanggup makan setengah potong ayam, sementara nasi, segelas ocha dan sebotol air mineral 500 ml habis tak tersisa. Jadilah satu setengah potong spicy wing terpaksa kubawa pulang untuk dicemil sedikit demi sedikit.

Buku ini juga membuatku sukses menjadi kepo dengan membuka youtube untuk melihat sendiri aksi para professional competitive eater dari yang lokal seperti Owen Gozali sampai yang interlokal dan god-level macam Takeru Kobayashi (dari sekian banyak klip yang kutonton, yang paling kiyut dan menarik adalah video Kobayashi vs Hamster :P).

Pokoknya, nggak menyesal deh aku membaca buku ini (dan menghabiskan waktu menonton video eating contest yang lama-lama bisa bikin eneg).


View all my reviews

Tuesday, December 8, 2015

Parodi Film Seru

Parodi Film Seru: 15 Skenario GokilParodi Film Seru: 15 Skenario Gokil by Isman H. Suryaman
My rating: 4 of 5 stars

#Program BUBU

Pertama kali dibeli dan dibaca : 18 Desember 2008.

Diperoleh kembali : 5 Desember 2015

Dibaca ulang : 8 Desember 2015

Setelah kehilangan buku yang satu ini, aku cukup lama mencarinya kembali tapi tidak kunjung dapat. Untunglah akhirnya aku menemukan buku ini di meja bookswap IRF 2015. Meskipun sudah agak menguning, tidak jadi masalah besar. Apalagi ternyata buku ini signed and personalized sama Kang Isman, meskipun ditujukan untuk orang lain. Kepada pemilik asli buku yang telah meletakkan buku ini di lapak bookswap, thank you very much ya... :D

Anyway, setelah membaca ulang buku ini, aku merasa buku ini lebih lucu ketimbang waktu membacanya untuk pertama kali. Mungkin karena sekarang sudah jauh lebih terbiasa dengan gaya humor yang sarkastis atau yang breaking the fourth wall.

Dan setelah lewat tujuh tahun, aku juga baru sadar bahwa dari 15 judul film ada di buku ini, jumlah film yang sudah kutonton tetap sama banyaknya. Tetap 7 dari 15, Kemungkinan besar, gara-gara membaca buku ini aku sudah tidak merasa perlu lagi untuk menonton film sisanya.

Mengapa?

Skenario gokil dan ancur di buku ini boleh dibilang kritikan pedas bin nyinyir buat film-film yang plotnya bolong-bolong, jalan ceritanya nggak jelas atau penuh dengan kebetulan. Ayo mengaku saja, kita pasti pernah menonton film lalu tanpa sengaja bertanya-tanya tentang hal sepele (atau malah sebenarnya penting banget?) yang mungkin sebaiknya tak usah kita pikirkan kalau nggak mau pusing atau malah bete. Nah, di buku ini Kang Isman sengaja mencoba memikirkan jawaban atau behind the scene-nya untuk kita semua. Dengan cara yang bisa membuat kita terpingkal-pingkal pula, terutama kalau kita sudah pernah menonton filmnya dan hafal jalan ceritanya.

Mau tahu contohnya?

Di halaman skenario pertama (Resident Evil 2002), terdapat adegan para peneliti di laboratorium yang berusaha keluar melalui lift dengan tertib setelah terdengar bunyi sirene.

PENELITI #1
Uh oh.

PENELITI #2
Kenapa?

PENELITI #1
Sadar nggak bahwa nama kita sama sekali nggak disebut?

PENELITI #3
Iya juga. Padahal ini sudah lewat tiga menit pertama film.

PENELITI #2
(MENELAN LUDAH) Kalian ngerti kan itu artinya apa?

PENELITI #1
(MENGANGGUK DENGAN PANIK) Kita semua adalah figuran yang akan tewas.

Mereka pun tewas.

Well, membaca skenario ini aku malah langsung teringat adegan awal novel Redshirts-nya John Scalzidi mana narasi dari seorang tokoh figuran menggambarkan dengan jelas bahwa ia sadar betul bahwa kemungkinan besar ia akan segera mati.

Dan itu baru halaman pertama.

Selanjutnya, mungkin lebih baik baca sendiri ya...


N.B. Ilfil pada film aslinya setelah membaca skenario gokilnya tidak ditanggung.


View all my reviews