Tuesday, September 30, 2014

Alfie's Home

Dalam rangka mengikuti event:
Tema 1-2 bintang di Goodreads
aku berusaha mencari buku yang pas dengan tantangan ini. Oh, bukannya aku tidak punya atau tidak membaca buku yang menurut pendapatku pribadi pantas diganjar bintang 1, sebut saja Twilight atau fanfic BDSM-nya, tapi karena ratas rating Goodreadsnya masih di atas 3 (namanya juga selera orang berbeda-beda), tentu saja tidak masuk kriteria. Lagipula, aku tidak sebegitu masokisnya sampai mau membaca ulang buku yang kurating rendah.

Setelah mendapat rekomendasi beberapa buku yang konon layak menyandang rating 1-2, aku juga masih ragu, karena rata-rata ratingnya masih mendekati angka 3 (meskipun mungkin gara-gara beberapa oknum yang tidak segan-segan melawan arus dan memberikan  bintang 5). Alasan lainnya, tentu saja, khusus untuk tema kali ini, aku tidak mau membeli bukunya, dengan harga obral sekalipun.

Setelah deadline semakin dekat, daripada bingung, aku akhirnya mengambil jalan pintas saja: menggunakan mesin pencari Google dengan kata kunci The Worst Children's Book. Kenapa juga buku anak-anak? Biar cepat selesai dan tak perlu menderita lama-lama, tentunya. Dan terpilihlah buku yang bertengger pada ranking 1 dalam daftar 10 Great Book For (Traumatizing) Children di cracked.com ini:

Judul: Alfie's Home

Penulis: Richard A. Cohen

Terbit: 1 September 1993

Penerbit: International Healing Foundation

ISBN: 0963705806

Rating di Goodreads: 1.38


Dari ratingnya yang satu koma, rasanya sangat pantas buku ini kubaca dengan tujuan utama mengetahui apa kira-kira yang membuat 85% pembaca buku ini sepakat memberikan nilai dengan sadisnya. 

Begini sinopsisnya di Goodreads:

Alfie lives in a seemingly happy home with his parents, brother, and sister, but his father is always working and yells a lot. Uncle Pete comes to stay with them and gives Alfie attention, including unwanted sexual attention, calling it their "special secret". as Alfie grows into a teen, he is teased about being gay. Finally, he goes to a counselor who tells him he isn't gay and that he just missed his father's love and was taught wrong things by his uncle. The same man talks to Alfie's parents, they stop fighting, and Dad begins to spend time with his son playing ball and camping. Uncle Pete is also confronted, but is forgiven when he cries. Now Alfie is ready to date Nancy, whom he marries, and they have a boy and a girl whom they love a lot.

Setelah membaca bukunya (Oke, ralat, ngaku deh, menonton versi youtube-nya), ternyata yang di atas itu bukan sinopsis, melainkan ringkasan, sampai tamat pula. Tapi jadinya, tanpa membaca bukunya saja kita sudah tahu apa isi buku ini.

Melihat nama penerbitnya, jelas buku cerita bergambar konsumsi anak-anak ini diniatkan untuk membantu menyembuhkan anak-anak yang mengalami perundungan seksual, atau mungkin juga memberikan edukasi agar anak-anak bisa terhindar dari perundungan seksual.

Lalu, di mana masalahnya?
1. Ceritanya
2. Gambarnya

Well, mengingat ini buku cerita bergambar...

Buku ini diceritakan dari sudut pandang Alfie, yang keluarganya konon terlihat bahagia dari luar, padahal Alfie tidak merasa demikian. Kenapa? Karena ayahnya selalu bekerja, dan kalau sedang berada di rumah kerjanya marah-marah melulu. Sudah begitu, ibunya suka menangis karena tak tahu harus berbuat apa, dan sering curhat pada Alfie kalau ia merasa tidak bahagia dan punya banyak masalah. Wajar kalau Alfie berharap ayahnya dapat meluangkan waktu baginya tanpa marah-marah.

Sampai di situ ceritanya masih wajar. Lalu Alfie bercerita tentang Paman Pete yang suka datang berkunjung. Bukannya membawa rambutan, pisang, dan sayur mayur segala rupa, si Paman Pete ini menghibur Alfie yang polos dengan caranya sendiri:


Terlalu visual? Terlalu vulgar? Mungkin yang menulis buku ini perlu memberikan gambaran yang jelas tentang ciri-ciri perundungan seksual pada anak-anak, biar anak SD pun paham bila membacanya?

Waktu pun berlalu dan Alfie yang sudah menginjak remaja ia ditindas teman-temannya yang meledeknya dengan sebutan "Sissy", "Faggot", "Queer" dan "Homo". Alfie tidak tahu arti panggilan itu.

Oke, mungkin Alfie yang kurang gaul. Dan masalahnya pasti beres seandainya ada penulis yang dengan gamblang menuliskan istilah-istilah itu di buku cerita bergambar untuk anak-anak. Well done, sir!

Setelah diberi tahu seorang teman bahwa artinya Alfie seorang gay, alias lebih suka cowok ketimbang cewek, Alfie merasa mungkin dirinya memang gay, dan akhirnya ia menemui seorang konselor. Sang konselor memberitahu Alfie bahwa ia tidak gay, melainkan hanya merindukan kasih sayang seorang ayah, dan pamannya telah mengajari hal-hal yang tidak benar.


Hm... tapi kalau gaya pegangan Alfie dengan anak-anak cowok sampai segitunya... Okelah, pokoknya Alfie percaya dan senang ketika diberitahu bahwa ia tidak gay.

Selanjutnya, si konselor bertindak lanjut dengan menemui serta berbicara pada orang tua dan paman Alfie. Dan di sinilah penulis buku menggampangkan semua masalah.

Si konselor memberitahu kebutuhan Alfie akan kasih sayang ayahnya, dan bahwa Alfie merasa bingung dan mengira dirinya gay. Ia juga memberitahu sang ayah bahwa Alfie membutuhkan TIME, TOUCH dan TALK darinya.

Oke! Begitu diomongin sekali, ayah Alfie pun langsung menurut. Ia memberikan apa yang dibutuhkan Alfie, meskipun kelihatannya agak creepy, dari gambar bukunya TOUCH yang dilakukan sang ayah mirror-image dari yang dilakukan Paman Pete... mana dari ukuran tubuhnya Alfie sudah terlalu besar untuk dipangku sang ayah, lagi.


Dan setelah sang ayah meluangkan waktu untuk bermain dan berbicara panjang lebar dengan Alfie, (yang bercerita tentang ketidakbahagiaannya karena kedua orang tuanya sering bertengkar dan ibunya sering curhat), orang tua Alfie pun pergi ke penasehat perkawinan, lebih saling mencintai, dan mengurangi pertengkaran mereka. MASALAH SELESAI.

Sementara si Paman Pete? Didampingi si konselor, Alfie menemuinya dan mengatakan bahwa sang Paman telah menyakitinya. Paman Pete pun menangis dan meminta maaf kepada Alfie. Tidak jelas apakah Paman Pete kemudian ditangkap polisi karena melakukan perundungan seksual pada anak di bawah umur atau cukup dimaafkan saja. MASALAH SELESAI.

Selanjutnya? Alfie sadar kalau ia tidak gay. Ia merasa bahagia di rumah. Ia pacaran dan kemudian menikah dengan Nancy (it's exciting!!!), punya dua anak. Dan mereka semua saling mencintai. Happy end.

Jadi, apa kesimpulan yang bisa diambil? Tidak ada yang namanya gay. Itu cuma kompensasi karena kekurangan kasih sayang seorang ayah. Sepanjang seorang anak mendapat kasih sayang ayahnya, tak akan ada masalah. Dan kalaupun terlanjur mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan, tak perlu terapi berkepanjangan atau jadi bintang tamu di acara Oprah Winfrey. Karena trauma masa kecil cukup diselesaikan dengan tangisan dan sepotong kata maaf.

Rasanya aku bisa memahami mengapa sebagian besar pembaca buku ini memberikan rating 1. MASALAH SELESAI.




Monday, September 29, 2014

Sia Tiauw Eng Hiong

Sia Tiauw Eng Hiong (Pendekar Pemanah Rajawali) Vol. 1Sia Tiauw Eng Hiong (Pendekar Pemanah Rajawali) Vol. 1 by Jin Yong
My rating: 5 of 5 stars

Perkenalan pertamaku dengan cerita Sia Tiauw Eng Hiong (selanjutnya kita sebut saja STEH) karya Chin Yung ini terjadi waktu aku masih SD, melalui media kaset video Betamax rentalan. Serial TVB Hongkong tahun 1983 yang kuikuti waktu itu tokoh utamanya diperankan oleh Felix Wong Yat Wa sebagai Kwee Ceng dan Barbara Yung Mei Ling sebagai Oey Yong. Serial teve ini sukses membuatku jadi penggemar cerita silat, meskipun belum pernah membaca buku cerita silat apapun sebelumnya. Dan tentunya membuat orang tua bersedia mensubsidi ongkos rental video secara mingguan demi hiburan anak-anak. Mungkin pertimbangannya, mendingan anak-anak anteng di rumah nonton video silat, ketimbang kelayapan di luar rumah nggak ketahuan juntrungannya.

Buku cerita silat yang pertama kubaca waktu SD adalah cersil Kho Ping Hoo. Baru setelah SMP, aku menemukan taman bacaan yang menyewakan cersil Chin Yung. Beginilah penampakan buku cersil STEH yang kusewa waktu itu:

Jadul banget ya. Buku stensilannya yang sampai 67 jilid itu hasil terjemahan O.K.T (Oey Kim Tiang), yang menurut pendapatku paling bagus dibandingkan hasil saduran lainnya. Ternyata penerbit GPU juga berpendapat sama, sehingga menerbitkan STEH terjemahan O.K.T. ini pada waktu aku sudah kuliah. Namun meskipun belasan tahun sudah berlalu, foto-foto yang dijadikan sampul oleh GPU tetap versi Wong Yat Wa-Barbara Ling. Tahu saja kalau target pasar lebih ngeh dengan serial TV jadul itu ketimbang versi yang lebih baru. Tentunya aku membeli dan mengoleksi 19 jilid terbitan GPU ini. Sayang, koleksinya sempat raib dan sekarang harus kubeli ulang dengan harga yang ngajak bokek T.T

Oke, karena cerita aslinyanya panjang, reviewnya kali ini kubuat singkat saja :

1. Tema cerita
Sangat khas cersil: balas dendam.

Tersebutlah sepasang pendekar suku Han keturunan 108 Pendekar dari cerita Batas Air, Kwee Siauw Thian dan Yo Tiat Sim, yang menjadi korban siasat seorang pangeran dari Kerajaan Kim, Wanyen Lieh, hanya gara-gara si pangeran jatuh nafsu pada istri Yo Tiat Sim. Pada saat itu, Nyonya Kwee dan Nyonya Yo dalam keadaan hamil, dan permainan nasib membuat anak-anak mereka lahir di luar Kerajaan Song: Kwee Ceng lahir di gurun pasir Mongolia, Yo Kang lahir di istana pangeran Negara Kim.

Karena nasib (dan taruhan) pula sahabat kedua pendekar, imam Khu Chi Kee menjadi guru silat pertama Yo Kang, sedangkan Kwee Ceng menjadi murid dari tujuh orang aneh Kang Lam (enam sih sebenarnya, karena yang seorang gugur sebelum sempat mengajarinya). Rencananya, apabila keturunan Pendekar Yo dan Kwee sudah dewasa dan mewarisi ilmu dari guru masing-masing, mereka akan bertanding silat untuk menuntaskan rasa penasaran dan kesalahpahaman, lalu selanjutnya bersama-sama membalaskan dendam ayah mereka.

2. MacGuffin
Cerita silat tidak lengkap tanpa MacGuffin, alias plot device dalam bentuk barang yang jadi rebutan semua orang. Kalau Infinity Gem jadi MacGuffin dalam film-film superhero Marvel, dalam cerita silat biasanya senjata pusaka atau kitab silat. Di STEH, yang jadi idaman semua orang adalah kitab Kiu-im Cin-keng , karena konon barangsiapa yang bisa menguasai ilmu silat yang ada di dalamnya maka ia akan merajai rimba persilatan.

3. Tokoh Sakti
Tokoh sakti mandraguna wajib ada di dalam cerita silat. Di STEH diwakili oleh lima orang paling sakti di rimba persilatan. Dari Dewa Tengah, Pengemis Utara, Sesat Timur, Kaisar Selatan, dan Racun Barat, dengan kesaktian dan kelebihan ilmu silat yang berbeda-beda. Mana yang lebih kuat? Lweekang atau Gwakang? It-yang-ci atau Hang-liong Sip-pat-ciang? Konon kalau masing-masing pendekar sudah mencapai puncak ilmunya, cuma tipis bedanya.

Entah kenapa, penokohan berdasarkan mata angin ini lazim ditemukan di cerita silat, terutama yang empat mata angin. Meskipun ada kungfu bernama Delapan Mata Angin (Pat-kwa-kun atau Baji-Quan), tapi jarang tokoh sakti dalam satu cerita silat sampai terdiri dari delapan orang, termasuk yang mewakili Timur Laut, Barat Laut, Barat Daya dan Tenggara. Kebanyakan barangkali. 

4. From Hero To Zero 
Kwee Ceng, tokoh utama STEH digambarkan luar biasa dungunya, sampai membuat guru-guru pertamanya sempat putus asa. Sebenarnya Kwee Ceng tidak bego-bego amat sih, tapi kalau dibandingkan dengan kekasihnya Oey Yong, atau dua tokoh utama trilogi Chin Yung lain, Yo Ko apalagi Thio Bu Ki, jelas Kwee Ceng butuh waktu lama untuk mempelajari suatu ilmu silat sampai bisa. Tapi, konon kesuksesan itu 1% bakat dan 99% kerja keras. Kwee Ceng sukses karena mau bekerja keras dan... kebetulan bernasib baik.

5. Faktor Kebetulan
Faktor kebetulan sangat berpengaruh terhadap jalan hidup dan kesuksesan Kwee Ceng. Kebetulan ia bisa menjadi pengikut Jenghis Khan, kebetulan bertemu Kang-lam Cit-hiap, kebetulan bertemu dengan Oey Yong dan membuatnya jatuh cinta dalam kesempatan pertama, kebetulan belajar silat dari Ang Cit Kong, kebetulan mengantongi Kiu-im Cin-keng, kebetulan bersaudara angkat dengan Ciu Pek Thong...

Euh... daripada disebut kebetulan, sepertinya lebih pas kalau Chin Yung memang sengaja memberkahi Kwee Ceng dengan banyak keberuntungan. Mungkin untuk mengimbangi karakternya yang lugu-lugu bego.

6. Kepahlawanan
Di buku ini, kepahlawanan yang ditekankan Chin Yung bukan hanya sifat-sifat pendekar (hiap) melainkan juga pembela tanah air (enghiong). Selain berbakti pada orang tua (dalam bentuk membalaskan dendam), guru, dan sesama, yang paling penting adalah berbakti kepada negara. Dalam hal ini, Kwee Ceng berbakti pada negara suku Han saat itu, Kerajaan Song, hanya karena ia berdarah suku Han. Tak peduli ia dilahirkan dan dibesarkan di Mongolia, bahkan menjadi panglima perang dan calon menantu Jenghis Khan, ia tetap memperjuangkan agar Kerajaan Song tidak jatuh ke tangan Kerajaan Kim, bahkan ke tangan Mongolia.  

Dalam hal ini, sikap dan pendirian Kwee Ceng yang sangat dipuja-puji sebagai enghiong ini dikontraskan dengan sikap dan pendirian Yo Kang, yang dilahirkan dan dibesarkan di Kerajaan Kim, sebagai anak pangeran Wanyen Lieh. Meskipun belakangan Yo Kang tahu asal usulnya sebagai keturunan suku Han, ia tetap membela Kerajaan Kim. Sikap yang diambilnya membuatnya dicaci dan dicap sebagai pengkhianat oleh para pendekar dunia persilatan (yang bersuku Han, tentu saja).

Pada masa negara bangsa didasarkan pada kesukuan, pendirian Yo Kang memang dianggap nyeleneh. Tapi pada masa modern, di mana kewarganegaraan seseorang bisa didasarkan tempat ia dilahirkan, apakah Yo Kang akan tetap dianggap pengkhianat? 

Dalam konsep kewarganegaraan modern, bisa jadi Yo Kang bukan pengkhianat. Ia warga negara Kerajaan Kim, tempat ia lahir dan dibesarkan, maka sudah sewajarnya bila membela kepentingan negaranya. Dan bisa jadi Kwee Ceng adalah pengkhianat, karena tidak membela kepentingan Mongolia, negara tempat ia dilahirkan dan dibesarkan.

Sebagai catatan, serial STEH sebanyak 19 jilid ini kubaca ulang pada bulan Juli. Tapi karena baru sekarang kubuat review-nya, anggap saja sah ya untuk mengikuti event:
Tema Buku Silat
Cersil STEH ini, bersama-sama dengan To-liong-to, merupakan cersil Chin Yung yang paling sering kubaca ulang. Dan gara-gara STEH, setiap kali aku membaca buku tentang Jenghis Khan baik fiksi maupun nonfiksi, aku selalu teringat pada Kwee Ceng (sewaktu menjadi panglima perang untuk penyerbuan ke Barat), dan pasukan para alias pasukan terjun payung pertama di dunia sewaktu menaklukkan Khoresm.


View all my reviews