Sunday, July 15, 2012

Tintin: Behind the Scenes

Tintin: The Complete CompanionTintin: The Complete Companion by Michael Farr
My rating: 5 of 5 stars

Tanggal 11 Juli kemarin, aku dihadapkan pada pilihan yang sulit. Bukan, bukan tentang cagub DKI mana yang akan kupilih, karena meski ikutan libur aku tidak berhak ikutan nyoblos, tapi tentang membeli buku ini atau tidak.

Hari libur dadakan tidak membuatku libur belanja buku rutin hari Rabu ke Gramedia. Setelah mengambil manga yang baru terbit (tumben banget sudah didisplay, biasanya masih numpuk di lantai), aku beranjak ke wilayah komik eropa untuk mencari Tanguy dan Laverdure terbaru. Dan deg... mataku terpaku melihat buku ini terpajang dengan manisnya. Tintin The Complete Companion-nya Michael Farr!

Berhubung sebelum GPU menerbitkan Tintin aku sudah mengoleksi lengkap Tintin terbitan Indira (termasuk Tintin versi film: Tintin dan Jeruk Biru, Tintin di Danau Hiu, serta Tintin versi hitam putih: Tintin di Soviet dan Tintin di Kongo), sampai saat ini Tintin terbitan GPU yang kubeli hanya Tintin di Kongo (versi berwarna) serta Tintin dan Alpha-Art. Selain itu, sudah barang tentu aku juga mengoleksi 12 jilid seri Tintin Character Book-nya Michael Farr.

Jadi, kupikir wajar saja kalau aku melengkapi koleksi dengan mengambil buku ini... sampai aku membalik bukunya untuk melihat cover belakang dan... label harganya. Buset! Melebihi batas psikologis harga yang kutolerir saat ini! Bukannya aku tidak pernah mengeluarkan uang lebih dari 100k untuk satu jilid buku sih (seperti buku-buku hardcover impor macam Harry Potter dan The Lost Symbol, atau paket komik The Raid misalnya), tapi tetap saja... harga juga yang jadi alasan aku masih menahan diri untuk tidak membeli buku-buku yang bikin ngiler seperti Sang Fotografer atau Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa (masuk daftar wish-list saja dulu dan siapa tahu ada yang mau ngasih kado buku-buku ini ;P )

Dengan penuh penyesalan, aku mengembalikan buku ini ke raknya dan berlalu... Tapi sepuluh menit kemudian aku kembali dan memasukkannya ke kantong belanjaan, dengan alasan mumpung komik yang terbit hari itu cuma sedikit.

Anyway... bagi penggemar Tintin sejak mulai dapat membaca sepertiku, buku ini sangat wajib dikoleksi. Seperti halnya fitur behind the scenes memberikan gambaran tentang proses pembuatan film, buku ini mengungkap proses penyusunan dan latar belakang di balik 54 tahun petualangan Tintin, dari Tintin di Soviet sampai Tintin dan Alpha-Art yang tak terselesaikan itu.

Pembahasan semua petualangan Tintin secara kronologis dan detail membuat kita mengikuti perkembangan Herge sendiri seorang kreator, dari seseorang yang masih terpengaruh prasangka umum seperti yang tampak pada karya-karya awal sampai pada seseorang yang sangat menitikberatkan pada riset dan akurasi. Kita jadi memahami mengapa komik Tintin awal masih berbau rasis dan tidak berperikebinatangan, yang diakui oleh Herge sendiri sebagai "dosa masa muda". Kita juga mengikuti perkembangan Herge sebagai storyteller, sehingga petualangan Tintin yang semula berupa kumpulan aksi sekenanya yang diciptakan secara mingguan menjadi lebih terstruktur dari waktu ke waktu. Dan buatku yang selama ini hanya membaca Tintin tanpa pretensi apa-apa selain sebagai komik anak-anak, mengetahui latar belakang politis dan sejarah dari setiap jilidnya merupakan sebuah pencerahan sendiri.

Lotus Biru merupakan titik balik bagi Herge untuk memulai karya dengan riset yang mendalam tanpa terpengaruh prasangka umum yang berlaku di Eropa seperti karya-karya awalnya. Terbit pada awal tahun 30-an, ceritanya paralel dengan kondisi Asia Timur saat itu: kebangkitan imperialisme Jepang. Kisah Tongkat Raja Ottokar sendiri memotret kondisi politik Eropa saat pembuatannya: rencana pencaplokan Syldavia oleh Borduria mencerminkan kebangkitan Nazi Jerman dan aneksasi negara-negara incaran Hitler. Cerita Patung Kuping Belah dilatari kondisi yang masih relevan sampai saat ini: perang demi minyak yang disponsori perusahaan-perusahaan minyak yang berkepentingan.

Membaca setiap lembar buku ini membuatku jadi ingin membaca ulang koleksi petualangan Tintin, berurutan secara kronologis, dan membacanya dengan kacamata yang berbeda. Selain itu, mungkin ada keasyikan sendiri dengan mencoba mencari hal-hal kecil yang selama ini terlewatkan karena ketidaktahuan dan kurangnya perhatian pada detail: cameo Herge dan asistennya, E.P. Jacobs, atau cameo Quick dan Flupke. Mungkin asyik juga mencoba membandingkan edisi hitam putih dan edisi berwarna Tintin di Kongo, untuk melihat bagaimana hasil revisi dari versi kolonialis menjadi versi yang lebih halus, meskipun kadar rasisnya berkurang tapi masih tetap mampu membuat para pecinta lingkungan marah.

For me, this book is worth the price.

View all my reviews

Wednesday, July 11, 2012

How To Cook Children

The Witch's Guide to Cooking with Children (Penyihir di Sebelah Rumah)The Witch's Guide to Cooking with Children by Keith McGowan
My rating: 4 of 5 stars


Bagaimana kalau penyihir yang telah hidup berabad-abad, yang hobi memakan anak kecil, masih hidup di zaman modern ini? Masih perlukah ia membuat rumah kue untuk menjebak anak-anak seperti venus flytrap menjebak lalat? Masih adakah anak-anak yang bernasib malang seperti Hansel dan Gretel yang harus berakhir di perut sang penyihir? Ya, ending asli dongeng Grimm bersaudara memang grim abis kok.

Dengan pembabatan hutan yang dikonversi menjadi kota atau perumahan, si penyihir terpaksa menyesuaikan diri dan hidup di antara manusia biasa, tapi tidak berarti ia bakal kehabisan stok hidangan kesukaannya. Dari jaman dahulu kala ada saja orang tua yang mau mendonasikan anak-anak kepadanya, dengan alasan macam-macam: terlalu bodoh, terlalu nakal, susah diurus, mencemarkan nama baik keluarga, pokoknya anak-anak yang ingin mereka singkirkan.

Si penyihir pun tak perlu membuat rumah kue lagi (yang berisiko menghilangkan privacy karena bisa-bisa dimuat di koran), karena para orang tua yang memang benar-benar niat pasti bisa menemukannya dan mendonasikan anaknya dengan berbagai cara:
1. mengantarkan langsung ke tempat persembunyian si penyihir, kadang pakai helikopter segala;
2. menyurati si penyihir untuk mengambil anak-anak mereka;
3. menjebloskan anak-anak ke kotak-kotak logam bertuliskan "DONASI" yang tersedia di mana-mana, umumnya dekat bioskop.
4. menggunakan paket tur "Biro Perjalanan Ramah Anak"
4. menggunakan jasa paket kilat.
Singkatnya, banyak jalan menuju Roma(h) penyihir.

Tokoh utama di buku ini, kakak beradik Solomon dan Constance Blink, tentu saja tidak mengira Mr. Blink dan istri barunya ingin menyingkirkan mereka. Mereka juga tidak tahu bahwa Mr. Blink bukan ayah kandung mereka, melainkan kembarannya yang jahat yang ingin merebut hak waris mereka. Mereka ikut pindah ke kota lain (dan menjadi tetangga penyihir tukang makan anak) tanpa curiga sedikit pun...

Lalu, apakah Sol dan Connie akan berakhir seperti Hansel dan Gretel? Sukseskah Mr. dan Mrs. Blink mewarisi saham Silicon Hyperspace Allied Manufacturers Company? Bagaimana nasib si penyihir berhadapan dengan Sol dan Connie?

Satu hal yang jelas, anak-anak yang membaca buku ini bisa jadi bakal takut main ke perpustakaan, karena petugas perpustakaan di buku ini ternyata agen si penyihir, yang siap mengarungi pengunjung anak-anak, apalagi yang suka bikin ribut di perpustakaan dan tak tahu Middlemarch atau Remembrance of Things Past.

View all my reviews

Monday, July 9, 2012

How to Get Cholesterol

Cara Mudah Mengatasi Problem KolesterolCara Mudah Mengatasi Problem Kolesterol by Daru Wijayanti
My rating: 3 of 5 stars


Meskipun selalu membanggakan diri sebagai penggemar sayur-sayuran, jelas aku tidak mengaku sebagai vegetarian ataupun vegan, karena aku tidak pantang menyantap makanan hewani.

Buku ini kucomot dari tumpukan obralan Gramedia Central Park karena belakangan ini aku mulai curiga jangan-jangan tingkat kolesterolku sudah menembus batas aman, hal yang pernah terjadi beberapa tahun yang lalu. Tubuh kurus dengan body mass index nyaris underweight bukan jaminan bebas kolesterol, cuy! Keparnoanku ini memang belum dibuktikan dengan hasil tes laboratorium, tapi kelihatannya gejalanya sudah mendekati, minimal sakit kepala dan pegal-pegal yang mulai muncul secara sporadis (kayaknya sih bukan karena banyak kerjaan, salah tidur, atau kebanyakan baca, deh).

Sebenarnya aku sudah mencoba mempraktekkan pola makan sehat dengan mengurangi hidangan yang digoreng, berminyak dan bersantan. Masakan yang kubuat sendiri, nyaris selalu diusahakan hot pot bening dengan banyak sayuran (ini masakan sehat atau nggak bisa masak yang lain, ya? ;P ) Tapi... bahan lain yang kucemplungin bersama sayuran itu yang gawat... hampir semuanya memiliki kandungan kolesterol yang tinggi!

Berdasarkan tabel yang ada di buku ini, kandungan kolesterol (mg/10 gr) jenis makanan favoritku berkisar antara kadar cukup tinggi, berbahaya, sampai pantang, antara lain :
- daging sapi : 105
- keju : 140
- udang : 160
- belut : 185
- coklat : 290
- jeroan sapi : 380
- cumi-cumi : 1170!!!
- kuning telur ayam : 2000!!!

Karena favoritku cumi bangka (yang sekali masak dan makan bisa sampai tiga ons untuk sendiri!), aku rutin beli dan masak seminggu sekali. Kalau ada yang mengingatkan, biasanya aku ngeyel: "Kan cuma seminggu sekali!" Tapi aku lupa, di hari-hari antara menu cumi itu, aku juga makan udang, hati/paru sapi, hati/ampela ayam, daging sapi, dan itu tuh... aneka variasi hidangan pakai telur ayam. Porsi sayuran dan buah yang kusantap lumayan banyak sih... tapi kira-kira cukup untuk mengimbangin makanan berkolesterol tinggi yang kusantap nggak ya? Belum lagi, aku kurang (baca: hampir tidak) berolahraga...

Periksa, Ndah! Periksa!

View all my reviews

Pendidikan Seks ala Doraemon

Pertumbuhan dan Kelahiran (Doraemon Komik Pendidikan)Pertumbuhan dan Kelahiran by Fujiko F. Fujio
My rating: 3 of 5 stars

Komik ini boleh dibilang komik pendidikan seks ala Doraemon.

Cukup takjub juga pas baca buku ini, karena Doraemon menjelaskan dengan gamblang baik proses pertumbuhan maupun dari mana datangnya bayi. Untunglah penjelasannya cukup klinis, jadi tidak terasa porno. Tapi penjelasannya mungkin terlalu detil, mengingat ini penjelasan untuk Nobita cs, yang umurnya rata-rata masih 10 tahun.

Proses pertumbuhan anak laki-laki dan perempuan menjadi dewasa di komik ini dilengkapi gambar pria dan wanita dewasa yang telanjang, lengkap dengan penis dan payudara (tanpa sensor) serta "rambut dewasa" yang tumbuh di tempat-tempat tertentu.

Penjelasan tentang kelahiran lebih detil lagi. Untungnya meskipun ada ilustrasi organ kelamin laki-laki dan perempuan, tidak ada gambar bagaimana kedua jenis organ itu bekerja sama secara langsung dalam memproduksi anak. Sebagai gantinya, Doraemon dengan ceria menjelaskan tentang sperma dan ejakulasi serta sel telur dan menstruasi, lalu bahwa untuk membuat bayi harus ada penyatuan sperma dan sel telur. Selanjutnya diteruskan dengan proses pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi, menjadi embrio, lantas bayi secara bertahap.

Komik ini berguna untuk orang tua yang merasa risih dan bingung menjelaskan bagaimana caranya membuat adik bayi kepada anak-anak yang rasa ingin tahunya tinggi. Suruh saja mereka baca komik ini, tapi tetap dengan bimbingan orang tua tentunya. Orang tua pun harus siap menjelaskan apabila terdapat istilah-istilah biologi yang masih kurang jelas.


View all my reviews

Sunday, July 8, 2012

The Perks of Status Updates

FooloveFoolove by Teera
My rating: 3 of 5 stars


Dari status yang nggak penting bisa muncul komentar yang lebih nggak penting! (hal.21)

Buatku yang sudah lama meninggalkan dunia persilatan eh perfesbukan, masa-masa update status fesbuk sudah jadi cerita masa lalu, tahun 2007/08, itu pun jarang-jarang dilakukan sih, banyaknya iseng baca status nggak penting orang lain. Capek deh. Dan setelah kenal goodreads di Oktober 2008 lantas rajin update status di situ... hampir lupa punya akun di fesbuk :))

Novel ini teenlit banget, tapi aku suka gaya penuturannya. Bukan karena settingnya di Bandung jadi bisa klik, tapi kayaknya pas aja denganku, termasuk selera humornya.

View all my reviews

Isi Saku Belakang Celana

Cinta di Saku CelanaCinta di Saku Celana by Fajar Nugros
My rating: 4 of 5 stars


Meski cover, judul, dan ISBN-nya beda, percayalah ini buku yang sama dengan buku kumpulan cerpen I Didn't Lose My Heart I Sold It On Ebay. Kalau tidak percaya, singkap saja cover tambahannya. Teknik dagang yang sama juga dilakukan pada buku Ronggeng Dukuh Paruk-nya Ahmad Tohari. Buku yang bercover poster film ternyata tetap buku yang bercover oranye kalau dicopot sampul tambahannya.

Seperti biasa, aku baru beli buku ini setelah ada filmnya, yang diangkat dari salah satu cerpennya, Cinta di Saku Belakang Celana. Dan setelah kubaca, kayaknya kok tidak nyambung dengan sinopsis versi filmnya yang pernah kubaca di salah satu majalah film. Tapi gapapa sih, namanya juga mengkonversi cerpen jadi feature. Pasti beda lah.

Aku lebih suka cerita versi cerpennya yang absurd. Cerpen-cerpen lainnya ternyata nggak kalah aneh tapi menarik. Siapa juga yang menyangka patung-patung di Jakarta bisa bergerak sendiri dan kumpul-kumpul di Taman Monas kalau Jakarta lagi kosong? Kirain cuma boneka-boneka di Toy Story saja yang bisa begitu :)

Sebagian besar cerpennya pendek banget, mungkin pantasnya ini dibilang kumpulan flash fiction daripada kumpulan cerpen.

View all my reviews

Cermin Kecoa dan Tanda Cinta

Cermin Kecoa dan Tanda CintaCermin Kecoa dan Tanda Cinta by N. Riantiarno
My rating: 3 of 5 stars


Buku ini hasil jarahan Kopdar KRB, dan seperti beberapa buku lainnya, ada tanda tangan penulis di halaman depannya, meski tentu diperuntukkan pada pemilik sebelumnya.

Bagian pertama buku ini merupakan kumpulan monolog, yang mulanya dipergunakan secara internal di Teater Koma untuk bahan studi pemeranan bagi para calon anggota. Tapi setelah beberapa monolog digelar di luar workshop dan dapat respons bagus, akhirnya diterbitkan dalam bentuk buku untuk dimanfaatkan aktor-aktor yang berminat melakukan studi peran. Tentunya ada wanti-wanti di halaman depan, apabila ada yang berminat mementaskannya diharapkan memberitahu penulisnya atau meminta izin kepada Teater Koma. Ini berlaku juga untuk bagian keduanya.

Setelah membaca bagian pertama, naskah "Dua Cinta" sepertinya tercantum dalam buku penulis yang lain, yang sudah kumiliki dan kubaca sebelum buku ini. Naskah "Tali Mati" membuatku mencoba membayangkan bagaimana cara mementaskannya, secara dialognya untuk dua orang bisu. Naskah "Kecoa"... cukuplah kuharap itu cuma mimpi buruk si tokoh. Hih...

Bagian kedua merupakan naskah drama yang pernah dipentaskan sebagai produksi ke-107 Teater Koma, hanya diperankan 2 orang, Ratna Riantiarno dan N. Riantiarno sendiri, dan khusus digelar untuk anniversary pernikakan yang ke-27.



View all my reviews