Showing posts with label mystery. Show all posts
Showing posts with label mystery. Show all posts

Sunday, October 2, 2016

Salvation of a Saint

Judul : Salvation of a Saint (Detective Galileo, #5)

Penulis : Keigo Higashino

Penerbit : Minotaur Books, 2014

Edisi : Paperback, 336 halaman

Dibeli di ; Periplus.com

Dibeli tanggal : 28 Agustus 2016

Harga beli : Rp. 197.200,- (diskon ultah 15%)

Diterima tanggal : 17 September 2016

Dibaca tanggal : 24 September 2016

Sinopsis:
In 2011, The Devotion of Suspect X was a hit with critics and readers alike. The first major English language publication from the most popular bestselling writer in Japan, it was acclaimed as “stunning,” “brilliant,” and “ingenious.” Now physics professor Manabu Yukawa—Detective Galileo—returns in a new case of impossible murder, where instincts clash with facts and theory with reality.

Yoshitaka, who was about to leave his marriage and his wife, is poisoned by arsenic-laced coffee and dies. His wife, Ayane, is the logical suspect—except that she was hundreds of miles away when he was murdered. The lead detective, Tokyo Police Detective Kusanagi, is immediately smitten with her and refuses to believe that she could have had anything to do with the crime. His assistant, Kaoru Utsumi, however, is convinced Ayane is guilty. While Utsumi’s instincts tell her one thing, the facts of the case are another matter. So she does what her boss has done for years when stymied—she calls upon Professor Manabu Yukawa.

But even the brilliant mind of Dr. Yukawa has trouble with this one, and he must somehow find a way to solve an impossible murder and capture a very real, very deadly murderer. Salvation for a Saint is Keigo Higashino at his mind-bending best, pitting emotion against fact in a beautifully plotted crime novel filled with twists and reverses that will astonish and surprise even the most attentive and jaded of readers.


Verdict :



Review singkat :

Ini novel Keigo Higashino ketiga yang kubaca, dan... lagi-lagi sang pelaku pembunuhan sudah dapat kita ketahui di bab awal, termasuk motivasinya! Yang harus dipecahkan bukanlah who dan why, tapi how. Pihak kepolisian maupun Detektif Galileo dibuat pusing, karena alibi sang tersangka utama yang sangat kuat dan tidak bisa dipatahkan. Pada saat korban tewas keracunan kopi yang mengandung arsenik, ia berada ratusan mil dari TKP, dan praktis tidak melakukan apapun yang mencurigakan sebelum pergi. It's a perfect crime!

Belum lagi, di sini Detektif Kusanagi terpesona (kalau bukan jatuh cinta) pada si tersangka utama, sehingga Detektif Utsumi pun diam-diam meminta bantuan pada Profesor Yukawa untuk memecahkan kejahatan sempurna itu. Dan justru karena kondisi Kusanagi yang tidak biasa itulah, Yukawa yang sebenarnya ogah-ogahan membantu pun mau ikut campur.

Trik pembunuhannya ternyata benar-benar di luar dugaan, dan menunjukkan perencanaan dan kesabaran yang luar biasa dari sang pelaku, di mana triknya justru berhasil karena ia tidak melakukan apa-apa sama sekali menjelang kematian korban!

Higashino-sensei kembali membuat twist yang sukar ditebak pembaca. Well done, Sir!

Tuesday, May 17, 2016

Malice

Judul : Malice

Penulis : Keigo Higashino

Serial : Kyoichiro Kaga #4

Pertama kali terbit : September 1996

Pertama kali terbit Edisi Bahasa Inggris : Oktober 2014

Tebal : 288 halaman (Hardcover)

Sinopsis :
Acclaimed bestselling novelist Kunihiko Hidaka is found brutally murdered in his home on the night before he's planning to leave Japan and relocate to Vancouver. His body is found in his office, a locked room, within his locked house, by his wife and his best friend, both of whom have rock solid alibis. Or so it seems.

At the crime scene, Police Detective Kyochiro Kaga recognizes Hidaka's best friend, Osamu Nonoguchi. Years ago when they were both teachers, they were colleagues at the same public school. Kaga went on to join the police force while Nonoguchi eventually left to become a full-time writer, though with not nearly the success of his friend Hidaka.

As Kaga investigates, he eventually uncovers evidence that indicates that the two writers' relationship was very different that they claimed, that they were anything but best friends. But the question before Kaga isn't necessarily who, or how, but why. In a brilliantly realized tale of cat and mouse, the detective and the killer battle over the truth of the past and how events that led to the murder really unfolded. And if Kaga isn't able to uncover and prove why the murder was committed, then the truth may never come out.


Verdict :



Review :

Pertama-tama, penilaian di atas agak bias karena aku membaca buku ini sambil membayangkan sosok aktor Jepang favoritku, Hiroshi Abe. Maklum, dia berperan sebagai Detektif Kyoichiro Kaga di serial televisi Shinzanmono maupun film The Wings of the Kirin. Jadi... ya bacanya lebih enjoy, gitu. 



Ehm.

Baiklah, agak serius sedikit. Sepertinya yang aku sukai dari karya-karya Keigo Higashino adalah gaya bertuturnya. Pace yang pelan tidak jadi masalah, karena pengupasan misteri yang selapis demi selapis dan twist-plot yang unpredictable membuat kelezatan novelnya terasa lebih lama dan membekas.

Sepertinya, meskipun novel ini urutan keempat dari serialnya, ini buku Kyoichiro Kaga pertama yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Melihat kasus novel The Devotion of Suspect X dari serial Detektif Galileo, apakah ini termasuk novel unggulan dari serial Kyoichiro Kaga?

Novel ini bercerita dari dua sudut pandang dan dua catatan kasus, yaitu dari sisi Osamu Nonoguchi dan sisi Kyoichiro Kaga. Osamu Nonoguchi adalah orang yang pertama kali menemukan mayat korban pembunuhan, Kunihiko Hidaka, rekan sesama penulis dan mantan teman SMP-nya. Sementara Kyoichiro Kaga, detektif yang ditugaskan menangani kasus tersebut, ternyata mantan rekan Nonoguchi sebagai guru SMP, sebelum alih profesi menjadi polisi.

Pertama membaca catatan kasus versi Osamu Nonoguchi, aku sempat curiga ceritanya bakalan mirip dengan The Murder of Roger Ackroyd-nya Agatha Christie. Siapa tahu lho, curiga kan boleh saja. Belum tentu penulis catatan kasus sebersih Dr. Watson dan Arthur Hastings. Ternyata, bukan cuma aku saja yang merasa curiga, Detektif Kaga juga demikian. Dan hanya dalam beberapa bab, Kaga berhasil mementahkan alibi Nonoguchi dan mengungkap trik yang dilakukannya untuk menyesatkan penyidik.

Hanya dalam beberapa bab? Cepat amat?

Iya, karena yang seru untuk dibahas dan dibongkar oleh sang detektif dalam novel ini bukanlah "siapa" dan "bagaimana" seperti novel-novel misteri pada umumnya, melainkan "mengapa". Apa motivasi Nonoguchi membunuh Hidaka? Terencana atau tidak terencana? Siapakah sebenarnya korban utama dalam kisah ini?

Battle of wit antara Kaga dan Nonoguchi benar-benar membuat pembaca tak bisa bisa melepaskan novel ini sebelum tamat. Karakter Kaga yang tidak mudah puas untuk terus menggali informasi--- meskipun fakta dan bukti-bukti tampak gamblang bagi semua orang---membuat ia tidak mudah masuk ke dalam jebakan demi jebakan yang dipasang Nonoguchi.

Dan terakhir, apakah makna judul novel ini? Pada akhirnya, kenyataan yang diungkap oleh Detektif Kaga akan sangat berkaitan dengan judul novel tersebut.

Well, singkat cerita, novel ini memang sialan banget deh. Dari bab awal saja sudah banyak jebakan di sana-sini, berlapis-lapis pula. Kalau Kyoichiro Kaga saja bisa sempat terpeleset, apalagi pembaca yang clueless...

Gawat nih, kayaknya aku bakal ketagihan untuk terus mencari dan membaca buku-buku Higashino-sensei...










The Devotion of Suspect X

Judul : The Devotion of Suspect X

Penulis : Keigo Higashino

Penerbit : Minotaur Books, 2011

Edisi : Hardcover

Tebal : 298 halaman

Dibeli di : Big Bad Wolf 2016, ICE BSD

Dibeli tanggal : 30 April 2016

Harga beli : Rp. 60.000,-

Dibaca tanggal : 15 Mei 2016

Sinopsis:
Yasuko Hanaoka is a divorced, single mother who thought she had finally escaped her abusive ex-husband Togashi. When he shows up one day to extort money from her, threatening both her and her teenaged daughter Misato, the situation quickly escalates into violence and Togashi ends up dead on her apartment floor. Overhearing the commotion, Yasuko’s next door neighbor, middle-aged high school mathematics teacher Ishigami, offers his help, disposing not only of the body but plotting the cover-up step-by-step.

When the body turns up and is identified, Detective Kusanagi draws the case and Yasuko comes under suspicion. Kusanagi is unable to find any obvious holes in Yasuko’s manufactured alibi and yet is still sure that there’s something wrong. Kusanagi brings in Dr. Manabu Yukawa, a physicist and college friend who frequently consults with the police. Yukawa, known to the police by the nickname Professor Galileo, went to college with Ishigami. After meeting up with him again, Yukawa is convinced that Ishigami had something to do with the murder. What ensues is a high level battle of wits, as Ishigami tries to protect Yasuko by outmaneuvering and outthinking Yukawa, who faces his most clever and determined opponent yet.


Rating :


Review versi emosional tak lama setelah membaca novel:

Baru kali ini aku membaca novel misteri sampai mencucurkan air mata. Right in the feel. Nyesek banget!!!

Well, aku sudah lama punya ebook novel ini, karena aku suka serial teve Shinzanmono dan Galileo, sehingga sengaja mencari tulisan Keigo Higashino, penulis novel-novel yang diangkat menjadi kedua serial teve itu. Tapi memang, karena pada dasarnya lebih mendahulukan untuk membaca buku fisik ketimbang ebook, aku baru membaca novel ini setelah membeli buku fisiknya di Big Bad Wolf kemarin.

Terus terang, susah untuk tidak merasa empati dan simpati hampir ke semua tokoh yang terlibat, dalam hal ini termasuk si lempeng Detektif Galileo. Biasanya ia memecahkan kasus tanpa emosi, tapi khusus kasus di novel ini, perasaannya saat berhasil memecahkan teka-teki dalam cerita ini (yang sengaja dipasang untuk menjebak polisi dan pembaca) sungguh dapat tersampaikan dengan baik.

Aaargh, jadi menyesal kenapa tidak membaca novel ini dari kemarin-kemarin.


Review versi kalem setelah turbulensi emosi mereda:

Which is harder: devising an unsolvable problem, or solving that problem?

Setelah membaca novel ini, aku jadi mengerti mengapa novel ini ditahbiskan sebagai salah satu karya masterpiece dari Keigo Higashino, sehingga rasanya wajar saja apabila novel ketiga, bukan novel pertama, dari serial Detektif Galileo ini yang menjadi novel pertama Higashino-sensei yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.

Kalau pembaca menginginkan cerita misteri model 'whodunnit', maka lebih baik tidak membaca novel ini, karena peristiwa pembunuhan maupun pelakunya telah digambarkan secara gamblang pada bab awal novel.

Persis sebagaimana tercantum di sinopsisnya, dalam upaya membela diri, Yasuko Hanaoka (dibantu anak perempuannya) tanpa sengaja membunuh mantan suaminya Togashi. Semula ia berniat melaporkan diri, namun tetangganya, Ishigami, menawarkan bantuan lengkap, tidak hanya membantu menyingkirkan mayat Togashi, namun juga menyiapkan alibi bagi ibu-anak tersebut.

Berkat bantuan Ishigami itulah, polisi mengalami kesulitan dalam penyelidikan pembunuhan Togashi, karena tersangka utama, Yasuko, memiliki alibi yang kuat pada saat waktu estimasi pembunuhan. Selain itu, banyak petunjuk di lokasi ditemukannya mayat yang malah membuat bingung. Entah bagaimana, dengan analisis dan logika matematikanya, Ishigami mampu menyesatkan penyelidikan kepolisian.

Sayangnya, Ishigami tidak memperhitungkan adanya faktor anomali dalam perhitungannya: mantan teman kuliahnya, Dr. Manabu Yukawa, ahli fisika yang kadang-kadang nyambi sebagai detektif amatir dan dijuluki sebagai Detektif Galileo oleh pihak kepolisian. Walaupun awalnya Detektif Kusanagi, sahabat Yukawa, yang sering curcol dan meminta petunjuk untuk kasus-kasus yang ditanganinya, tidak meminta bantuan Yukawa dalam kasus ini, Yukawa melibatkan diri karena mengenali nama tetangga tersangka, Ishigami, sebagai teman kuliah yang diakuinya sebagai jenius matematika.

Yang membuat novel ini sangat menarik adalah battle of wit antara sesama jenius. Trik yang diciptakan Ishigami mungkin saja bisa menyesatkan detektif biasa, tapi tidak dapat mengecoh fisikawan yang sangat memahami logika berpikirnya. Namun pengungkapan trik yang dilakukan Ishigami oleh Yukawa bukanlah hal yang paling istimewa dari kisah ini, melainkan pengungkapan seberapa jauh Ishigami rela berkorban demi wanita yang dicintai dan dipujanya. Hence the title.

Novel ini termasuk salah satu novel misteri pembunuhan di mana aku mendukung pelaku atau pihak yang membantu si pelaku agar tidak tertangkap polisi (selain Dexter Morgan).

Bab-bab terakhir, terutama beberapa halaman terakhir novel, benar-benar nyeredet hate. Dan seperti biasa, kalau sampai ada novel yang bisa membuatku tak bisa berhenti membacanya sekaligus mengacak-acak perasaanku sampai mengucurkan air mata karena empati pada para tokohnya, meskipun itu novel misteri, aku cenderung bias dan memberikan nilai sempurna,


View all my reviews

Monday, February 29, 2016

A Walk Among The Tombstones

Judul : A Walk Among The Tombstones

Penulis : Lawrence Block

Penerbit : Orion, 2014

Tebal : 339 halaman

Dibeli di : Lapak Periplus FX Senayan

Dibeli tanggal : 20 Februari 2016

Harga beli : Rp. 71.000,-

Dibaca tanggal : 28 Februari 2016

Lokasi baca : Tanjung Lesung

Sinopsis :
Private eye Matt Scudder is investigating a very unusual kidnapper. Big-time dope dealer Kenan Khoury is a wealthy man, and it comes as no surprise when his wife, Francine, is kidnapped and a ransom demanded. Kenan pays up and his wife is duly returned to him --- in small pieces, left in the boot of an abandoned car. 

Soon Scudder is on a trail of a pair of ruthlessly sadistic psycopaths whose insanely cruel games have only just begun...


Review :
Ini buku karya Lawrence Block pertama yang kubeli dan kubaca. Jujur saja, aku tertarik untuk membelinya hanya karena buku ini masuk bargain books Periplus, dan aku memang suka mengumpulkan buku dengan cover film. Padahal aku tidak tertarik untuk menonton versi filmnya, karena keburu bosan melihat Liam Neeson main film action dengan tema serupa tapi tidak sama dan karakter yang serupa tapi tidak sama pula.

Dan tema buku ini? Penculikan! Whoa... Taken alert!

Tapiiii... ternyata buku yang tidak sengaja kubawa buat bekal acara outbond kantor ini ternyata menarik, dan akhirnya habis kubaca dalam sekali duduk. Kenapa? It's very gripping, That's why.

Tokoh-tokohnya tidak biasa.

Tokoh utamanya, Matt Scuder, mantan polisi yang alih profesi menjadi detektif swasta tanpa lisensi. Dari serialnya, ini adalah buku kesepuluh. Latar belakangnya dan lingkungan pertemanannya dengan pihak-pihak yang kurang lazim membuatku bertanya-tanya dan penasaran dengan buku-buku sebelumnya. Sebagai mantan alkoholik, kadang-kadang ia bertemu dengan orang-orang tak biasa di pertemuan AA, dan dari sanalah ia tanpa sengaja terlibat dalam kasus ini...

Klien yang menyewa Matt Scuder, Kenan Khoury, juga bukan orang biasa. Sebagai bandar narkoba yang tak pernah tersentuh hukum, kasus penculikan/pembunuhan istrinya tidak bisa dilaporkan kepada polisi, hingga ia meminta bantuan Scuder, dengan tujuan yang jelas: membunuh mereka. Apa jawaban Scuder? Ya.

Wow.

Karakter dalam buku ini jelas lebih banyak abu-abunya daripada putih ataupun hitam. Apakah Scuder terlibat dalam kejahatan terencana dengan membantu Kenan melacak para penculik/pembunuh istrinya, dengan mengetahui apa yang akan terjadi pada para pelaku kejahatan itu seandainya mereka ditemukan?

Apakah Kenan yang berprinsip bahwa ia berjual beli narkoba dalam kuantitas besar sebagai pedagang murni, hanya sepanjang ada permintaan dan penjualan, tanpa benar-benar mengedarkan narkoba pada konsumen hilir, adalah penjahat kelas kakap? Pantaskah bila istrinya mati dalam keadaan terpotong-potong kecil untuk itu?

Penyelidikan Scuder membawanya kepada kenyataan bahwa para penculik/pembunuh itu telah beraksi sebelum kasus istri Kenan. Bedanya, sebelumnya mereka melakukannya untuk sekedar hobi dan bersenang-senang. Sekarang, mereka sengaja mengambil keuntungan komersial dari sana. Penculikan yang menghasilkan uang! Korbannya? Tentu saja para penjahat kerah putih yang tak mungkin melaporkan kasusnya ke polisi! Dan setelah uang diperoleh, tak usah menepati janji. Perkosaan, penyiksaan, pembunuhan, mutilasi, tetap jalan terus! Double bonus!

Tegangan semakin tinggi ketika para pelaku kembali melakukan penculikan, dan kali ini yang menjadi korban adalah anak gadis seorang mantan gangster Rusia. Berpacu dengan waktu, dengan bantuan mantan rekan di kepolisian dan teman-teman baru di dunia bawah tanah termasuk para hacker jaman awal 90-an (setting buku ini), Scudder harus segera menemukan para psikopat itu.

Ya. Tema cerita ini cukup lazim untuk cerita detektif/thriller.

Yang tidak lazim memang tokoh-tokohnya. Termasuk motivasi para pelakunya yang sama sekali tidak menganggap korbannya sebagai manusia begitu mereka masuk ke dalam wilayah kekuasaannya.

Dilema moralnya, apakah Scudder akan membiarkan kliennya membunuh para pelaku kejahatan? Atau sepanjang perbuatan mereka memang sepantasnya diganjar hukuman mati, siapa yang lebih pantas menjadi algojonya selain keluarga korban? Dan apakah sang klien benar-benar sanggup melakukan pembunuhan?

Pilihan dan keputusan yang diambil para tokoh di novel yang mencekam ini membuatku pada akhirnya berseru "Yes!" tanpa lagi memikirkan dilema moralnya.


Verdict:


Saturday, December 26, 2015

Rencana Besar



Judul : Rencana Besar

Penulis : Tsugaeda

Penerbit : Bentang Pustaka

Tebal : 384 halaman

ISBN : 9786027888654

Beli di : Bukabuku.com

Harga : Rp. 15.000,- (Mizan Obral Akhir Tahun)

Diperoleh tanggal : 8 Desember 2015

Dibaca tanggal : 26 Desember 2015

Sinopsis :
Rifad Akbar. Pemimpin Serikat Pekerja yang sangat militan dalam memperjuangkan kesejahteraan rekan-rekannya.

Amanda Suseno. Pegawai berprestasi yang mendapat kepercayaan berlebih dari pihak manajemen.

Reza Ramaditya. Pegawai cerdas yang tiba-tiba mengalami demotivasi kerja tanpa alasan jelas.

Lenyapnya uang 17 miliar rupiah dari pembukuan Universal Bank of Indonesia menyeret tiga nama itu ke dalam daftar tersangka. Seorang penghancur, seorang pembangun, dan seorang pemikir dengan motifnya masing-masing. Penyelidikan serius dilakukan dari balik selubung demi melindungi reputasi UBI. 

Akan tetapi, bagaimana jika kasus tersebut hanyalah awal dari sebuah skenario besar? Keping domino pertama yang sengaja dijatuhkan seseorang untuk menciptakan serangkaian kejadian. Tak terelakkan, keping demi keping berjatuhan, mengusik sebuah sistem yang mapan, tetapi usang dan penuh kebobrokan ….



Sekedar komentar :

Actually, sebagai orang yang bekerja di industri perbankan, aku mengalami kesulitan untuk menghubungkan buku ini dengan dunia nyata.

Pertama, pernyataan bahwa skala Universal Bank of Indonesia (UBI), bank menjadi pusat cerita novel ini, yang disebut sudah masuk dalam lima bank besar di Asia Tenggara, terutama pada tahun 2012 yang menjadi setting buku ini. Well, bank-bank di Indonesia belum masuk dalam 5 besar Asia Tenggara apabila dilihat dari sisi modal dan kapitalisasi pasar. Beda ceritanya kalau kita bicara tentang laba tertinggi dan pertumbuhan aset tercepat.

Kedua, jabatan ketiga orang yang masuk ke dalam daftar tersangka levelnya masih asisten manajer, terlalu jauh dengan level dewan direksi, sehingga aku tidak bisa diyakinkan kalau mereka dapat memiliki pengaruh yang besar. Yah, barangkali seharusnya aku memandang UBI dari sisi bank yang mungkin dijadikan model, yang boleh jadi struktur organisasinya lebih simpel dan tidak sebesar bank tempatku bekerja. Perbandingannya memang jadi tidak apple to apple sih.

Anyway, namanya juga fiksi, anggap saja novel ini bersetting di Indonesia di dunia paralel. Meskipun tidak begitu bisa relate dengan ceritanya, aku tambah satu bintang deh untuk temanya yang tidak biasa buat novel Indonesia.

N.B.
Kalau boleh nitpick sekali lagi untuk hal yang mungkin sepele bagi pembaca lain, baru mulai membaca bab satu saja aku sudah membuat catatan untuk pemilihan kata yang kurang pas, yaitu saat tokoh Agung Suditama mengenalkan diri sebagai direksi termuda di UBI.

Istilah direksi itu bermakna jamak, sekumpulan orang yang menjadi pengurus sebuah perusahaan. Akan lebih pas bila si tokoh mengenalkan diri sebagai anggota direksi termuda, atau direktur termuda.

Well, meskipun aku seorang pemerhati kelirumologi dan doyan mencoba meluruskan sesuatu yang menurutku keliru sehingga nyaris mendekati grammar nazi (atau malah sudah?), aku bukan tipe pembaca yang cukup telaten untuk membuat daftar typo dan merasa tidak punya cukup waktu untuk itu. Jadi catatan tambahannya cukup sampai di sini saja.

View all my reviews

Monday, November 30, 2015

Summer Knight

Judul : Summer Knight

Serial : The Dresden Files (Buku Ke-4)

Penulis : Jim Butcher

ISBN : 978-0-451-45892-6

Tebal : 446 halaman

Pertama kali dibaca : 4 November 2012

Dibaca ulang : 29 November 2015

Sinopsis:

HARRY DRESDEN -- WIZARD

Lost items found. Paranormal Investigations. Consulting. Advice. Reasonable Rates. No Love Potions, Endless Purses, or Other Entertainment

Ever since his girlfriend left town to deal with her newly acquired taste for blood, Harry Dresden has been down and out in Chicago. He can't pay his rent. He's alienating his friends. He can't even recall the last time he took a shower.

The only professional wizard in the phone book has become a desperate man.

And just when it seems things can't get any worse, in saunters the Winter Queen of Faerie. She has an offer Harry can't refuse if he wants to free himself of the supernatural hold his faerie godmother has over him--and hopefully end his run of bad luck. All he has to do is find out who murdered the Summer Queen's right-hand man, the Summer Knight, and clear the Winter Queen's name.

It seems simple enough, but Harry knows better than to get caught in the middle of faerie politics. Until he finds out that the fate of the entire world rests on his solving this case. No pressure or anything...


Dibaca ulang dalam rangka :

Tema Crime / Mystery
First Quote :

"Call me crazy, but lately I've been thinking that if something's too good to be true, then it's probably isn't. "

Review :

Mungkin bakal ada yang protes dan bilang, "Nggak salah nih? Novel Dresden Files kan genrenya urban fantasy, bukan cerita kriminal/misteri/detektif!"

I beg to differ.

Terlepas dari latar belakang dunia Harry Dresden yang penuh dengan sihir dan makhluk-makhluk supranatural, seperti kata iklan halaman kuningnya, Harry menjual jasa sebagai seorang penyidik. Paranormal Investigator, tepatnya. Meskipun kadang-kadang imbalan yang diterimanya kurang setimpal dengan risikonya. Atau kadang-kadang ia bekerja gratisan, dan bisa jadi hitungannya malah tekor.

Buktinya di buku keempat ini, Harry Dresden terpaksa bekerja sebagai penyidik tanpa bayaran untuk Mab, Queen of Air and Darkness. Monarch of the Winter Court of the Sidhe. Pendeknya, Winter Queen. Ratu Peri yang dingin dan sadis, dengan kecantikan non duniawi dan manusiawi.

Kenapa juga bisa bekerja gratisan? Well, ternyata dunia peri tidak beda jauh dengan dunia manusia. Di sana juga ada yang namanya debt purchasing alias anjak piutang. Harry berutang pada Lea, dan Mab membelinya dari Lea. Sesimpel itu, dan Mab langsung memiliki kuasa untuk memberi perintah dan berbuat ini-itu pada Harry.

Harry bisa bebas dari hutang selamanya, asal mau memenuhi tiga permintaan Mab. Hm, entah kenapa nasib Harry jadi mirip dengan jin lampu. Tapi meskipun awalnya Harry agak keberatan, ia akhirnya bersedia, asalkan ia boleh memilih permintaan mana yang bisa dipenuhinya.

Tugas pertama yang diminta Mab pada Harry-lah yang membawa kita pada misteri yang harus dipecahkan.

Korban : manusia, artis lokal Chicago bernama Ronald Reuel.
Kondisi : mati di bawah tangga dengan leher patah, polisi menduga karena kecelakaan.
Perintah Mab : cari pembunuhnya, dan temukan sesuatu yang dicuri dari si korban. Dan tentunya, selama bertugas, Harry memiliki kuasa sebgai utusan Mab.

Kedengarannya sederhana, tapi Harry tidak serta merta menerima. Hih, tahu sendiri kelakuan peri. Apalagi ratunya. Pasti ada tipu-tipu.

Sementara itu, insiden antara Harry dengan vampir Red Court telah menyulut perang terbuka antara para penyihir White Council dengan vampir Red Court. Tentu saja, Harry yang menjadi kambing hitam, diadili White Council dengan tuduhan utama sebagai penyebab terjadinya perang. Dan... bisa jadi White Council menyerahkan Harry pada Red Court sebagai salah satu cara untuk menghentikan perang!

Untungnya, Harry masih mendapat dukungan dari mentornya, Ebenezar, dan beberapa anggota senior White Council lain seperti Martha Liberty, Listens to Wind, dan Gatekeeper. Dan untungnya lagi (atau sialnya?), White Council sedang membutuhkan bantuan Winter Queen (mengingat Summer Queen memilih tidak terlibat urusan manusia dan vampir). Sepanjang Harry menjadi Utusan Mab dan sanggup memenuhi permintaannya, ia akan terbebas dari hukuman.

Semacam lolos dari mulut buaya dan masuk ke mulut singa, gitu.

Jadi, mau tidak mau Harry terpaksa memenuhi tugas pertama dari Mab.

Terus, kenapa juga kematian seorang manusia jadi perhatian seorang ratu peri yang berkuasa seperti Mab? Kenapa Harry harus repot-repot mencari tahu siapa pembunuhnya? Dan barang curian apa yang harus ditemukannya?

Ternyata korban pembunuhan itu bukan manusia biasa, tapi manusia yang dipilih oleh Summer Queen untuk menjadi tangan kanannya, alias Summer Knight (hence the title). Tugas Harry adalah membuktikan bahwa pembunuhan itu bukan didalangi oleh pihak Winter Queen. Salah sedikit saja, bakal timbul perang lagi, kali ini antara peri Summer dan Winter!

Hm... kurang apa lagi novel ini?

A war between wizards and vampires? Checked.
A war between Summer and Winter faeries? Checked.
Harry Dresden trapped and struggled his way out of the whole mess? Checked.

Good god. What a fun read!  

P.S.
Dunia Harry meluas dan akan semakin meluas. Dan percayalah, dunia peri tidak sekedar hiasan di Dresdenverse!!!


Monday, March 16, 2015

Where the Truth Lies

Where the Truth Lies: A NovelWhere the Truth Lies: A Novel by Rupert Holmes
My rating: 4 of 5 stars

Sinopsis:
O’Connor, a vivacious, free-spirited young journalist known for her penetrating celebrity interviews, is bent on unearthing secrets long ago buried by the handsome showbiz team of singer Vince Collins and comic Lanny Morris. These two highly desirable men, once inseparable (and insatiable, where women were concerned), were driven apart by a bizarre and unexplained death in which one of them may have played the part of murderer. As the tart-tongued, eye-catching O’Connor ventures deeper into this unsolved mystery, she finds herself compromisingly coiled around both men, knowing more about them than they realize and less than she might like, but increasingly fearful that she now knows far too much.

Review:
Jujur saja, aku takkan pernah tahu, ataupun sengaja mencari dan membaca novel ini, seandainya aku belum menonton versi film adaptasinya, yang dibintangi oleh Colin Firth dan Kevin Bacon. Sesuai rencana yang dicanangkan pada bulan Februari, bahwa selain menonton film-film Colin Firth aku akan membaca versi bukunya apabila ada, akhirnya aku menemukan dan membaca buku ini.

Novel misteri yang bersetting pada tahun 1972 ini dituturkan dengan menggunakan dua sudut pandang.

Sudut pandang pertama adalah dari sisi Karen O'Connor, gadis muda ambisius yang bersedia menggunakan segala cara (termasuk di antaranya menawarkan tubuhnya sebagai bagian paket ekslusif pada selebriti yang diwawancarainya).

Proyek terbaru Karen adalah biografi Vince Collins dan Lanny Morris, yang pada tahun 1950-an merupakan pasangan komedian sukses yang tak terpisahkan. Pasangan itu pecah kongsi lima belas tahun lalu, yang ditandai dengan kehebohan karena ditemukannya mayat seorang gadis muda bernama Maureen O'Flaherty di bak mandi kamar hotel mereka di New York. Meskipun gadis itu ditengarai punya hubungan dengan Vince dan Lanny, karena ia bekerja di hotel tempat mereka berdua tampil sebelumnya di Miami, kematiannya tak bisa dikaitkan dengan mereka. Waktu kematian Maureen diperkirakan baru beberapa jam, sementara Vince dan Lanny baru saja tiba di New York setelah selesai merampungkan telethon 39 jam berturut-turut di Miami.

Mengapa Maureen bisa berada di kamar hotel Vince dan Lanny di New York? Apakah gadis itu mendahului mereka ke New York dan menyelinap masuk ke kamar mereka, lalu entah bagaimana bisa mati di bak mandi mereka?

Misteri yang meliputi kematian gadis itu, dan hubungannya dengan Vince dan Lanny, adalah hal besar yang ingin diungkapkan Karen dalam bukunya. Ia tidak mau membuat buku biografi biasa-biasa saja, ia ingin menjadikannya hit yang sensasional. Untuk itu, ia membutuhkan kerja sama dari kedua komedian itu.

Sayangnya, hanya Vince Collins yang bersedia bekerja sama dengan Karen dan perusahaan penerbitnya, dengan nilai imbalan sebesar satu juta dollar (dan janji tidur bareng kalau proyek buku sudah rampung). Lanny Morris menolak bekerja sama, dengan alasan ia sedang menulis biografinya sendiri. Tapi, melalui biro hukumnya, Lanny bersedia memperlihatkan bab awal bukunya, sekedar menunjukkan bahwa apapun yang ditulis Karen tidak akan ada apa-apanya dibandingkan biografi yang ditulis sendiri oleh sumbernya.

Sudut pandang kedua adalah dari sisi Lanny Morris, yang kita dapatkan dari naskah buku Lanny yang dibaca oleh Karen. Meskipun semula Karen hanya boleh melihat bab pertama, namun ia menerima bab-bab lanjutannya yang dikirimkan ke alamatnya secara misterius,

Dari naskah Lanny, yang diceritakan dengan penuh humor, blak-blakan bahkan cenderung vulgar, pembaca disuguhi kehidupan Vince dan Lanny sebagai selebriti. Sebagai pasangan komedian, mereka tidak hanya kompak di atas panggung. Di luar panggung pun, mereka kompak dalam mengkonsumsi obat bius dan wanita. Saking eratnya hubungan mereka, bahkan mereka tidak akan segan-segan menghajar penonton yang berani menghina pasangannya. Urusan tuntutan hukum di kemudian hari mudah diselesaikan, karena status kebintangan mereka.

Boffing ladies and bashing gentlemen. I tell you, there was nothing under the sun Vince and I wouldn't do for each other.

Kedekatan dan kekompakan Vince dan Lanny, yang bahkan seolah bisa saling membaca pikiran masing-masing, membuat perpecahan mereka sulit diterima oleh publik dan menjadi misteri selama belasan tahun. Karen yakin bahwa semuanya berkaitan dengan kematian Maureen O'Flaherty. Betatapun ia terpesona pada kedua selebriti itu, bahkan dengan senang hati naik ke ranjang mereka, betapapun tipis kemungkinannya karena kuatnya alibi Vince dan Lanny, ia yakin bahwa Vince dan Lanny, bersama-sama, atau salah satu dari mereka, bertanggung jawab atas kematian Maureen lima belas tahun yang lalu.

Pengungkapan misteri dikupas sedikit demi sedikit melalui penuturan Karen dan Lanny. Bahkan seandainya saja pembaca (atau Karen) teliti, Lanny telah menyisipkan kebenaran dalam naskahnya dengan menggunakan pilihan kata dan metafora yang tidak kentara.

Namun demikian, sebenarnya usaha Karen menyusun biografi sekaligus pembongkaran misteri otomatis membuka luka-luka lama. Karena rahasia yang selama ini ditutupi Vince dan Lanny, bukan hanya disebabkan rasa takut, namun juga rasa sayang di antara mereka yang sebenarnya tetap selalu ada, meskipun secara profesional hubungan mereka telah lama putus.

Secara prinsip, sulit untuk menyukai para karakter dalam novel ini. Karen O'Connor yang menjadi narator, sudah membuat sebal dari awal dengan paket panas yang ditawarkannya pada narasumber. Lanny Morris juga tidak menimbulkan simpati dari pengungkapan gaya hidupnya yang vulgar. Vince Collins juga sama saja, apalagi ketika ia mencoba memeras Karen demi mengarahkan penyusunan buku biografi menjadi sesuai keinginannya. Dan bahkan Maureen O'Flaherty sendiri, yang menjadi korban pembunuhan, rasanya wajar saja kalau ia mati gara-gara ulahnya sendiri.

Tapi pada akhirnya, aku tetap jatuh simpati pada pasangan Vince dan Lanny. Aku memang lemah pada hubungan emosional yang kuat di antara para karakter.

Movie adaptation:
Sebenarnya, pasangan komedian Vince Collins-Lanny Morris jelas didasarkan pada pasangan legendaris Dean Martin-Jerry Lewis:


Karakterisasinya jelas, karena sama halnya dengan Dean Martin, Vince Collins keturunan Italia yang jago menyanyi. Selain itu, berdasarkan deskripsinya juga digambarkan bahwa Lanny, yang meskipun tidak jelek, tapi kalah tampan dari Vince. Lagipula dalam aksi panggung, justru perbedaan yang ditonjolkan memang perbedaan karakter mereka, antara Vince yang charming dan Lanny yang membadut.

Dalam adaptasi filmnya, mungkin karena casting Colin Firth, Vince Collins berubah menjadi keturunan Inggris, dan dalam aksi panggung Lanny yang lebih banyak menyanyi. Tapi secara umum, karakter panggung Vince sebagai laki-laki Inggris berkelas dan Lanny sebagai pemabuk konyol memang tak terlalu berbeda.



Dalam versi film, karakter Karen O'Connor juga dipoles menjadi sedikit lebih baik, dengan didramatisir bahwa masa lalunya pernah bersilangan dengan masa lalu Vince-Lanny. Mungkin perubahan itu dibuat supaya penonton bisa lebih menaruh simpati kepadanya daripada pada versi novelnya.

Perubahan juga dibuat pada alur cerita menjadi lebih cepat, tapi dapat dimaklumi karena pemangkasan memang perlu dilakukan demi jam tayang.

Namun demikian, semua perubahan yang dilakukan tidak mengubah inti cerita secara umum, dan pemangkasan membuat ceritanya tidak terasa bertele-tele. Selain itu, aku lebih menyukai ending versi filmnya, yang menurutku lebih masuk akal dibandingkan versi novelnya.


View all my reviews

Sunday, December 28, 2014

In The Tall Grass

In the Tall Grass (Kindle Single)In the Tall Grass by Stephen King
My rating: 4 of 5 stars

Synopsis:
Could there be any better place to set a horror story than an abandoned rest stop? In the Tall Grass begins with a sister and brother who pull off to the side of the road after hearing a young boy crying for help from beyond the tall grass. Within minutes they are disoriented, in deeper than seems possible, and they lost one another. The boy's cries are more and more desperate. What follows is a terrifying, entertaining, and masterfully told tale, as only Stephen King can deliver.

It's a classic!

What can I say? Novella hasil kolaborasi ayah-anak Stephen King dan Joe Hill ini, meskipun menggunakan tema cerita horor yang klasik (baca: klise), tetap gregetable (bahasa apa pula ini :P, pokoknya bikin gregetan) dan bikin merinding kayak digerumuti kepinding.

Cerita diambil dari sudut pandang kakak beradik Cal dan Becky DeMuth yang melewati Kansas dalam perjalanan ke California. Di tengah jalan, karena radio dimatikan dan kaca jendela dibuka, mereka bisa mendengar seorang anak laki-laki berteriak meminta pertolongan karena tersesat dari padang rumput yang tingginya lebih jangkung daripada tinggi manusia dewasa.

Seperti bocoran sinopsisnya, mereka pun menepikan mobil dan memasuki kerimbunan rerumputan demi memberikan pertolongan, lantas keduanya pun ikut tersesat di dalamnya...

Sumpah. Ini asli predictable banget. Horor klasik yang bahkan formulanya sudah sering dipakai Stephen King di cerpen-cerpennya yang terdahulu. Tapi yang membedakan memang bagaimana cara menyajikannya...

Premis cerita sudah bisa diraba ketika Cal dan Becky mendengar suara lain selain suara sang anak, yaitu suara ibunya. Sementara sang anak menjerit-jerit minta tolong, sang ibu malah berusaha mencegahnya...

Setelah berputar-putar tak karuan, Cal dan Becky sendiri akhirnya menyadari ada yang tidak beres setelah meloncat ke ketinggian untuk melihat posisi mereka. Meskipun baru masuk beberapa puluh langkah, mereka mendapati telah berada jauh di tengah padang rumput, bagai terhanyut gelombang ke tengah-tengah samudra luas. Dan setiap usaha kembali ke tepian malah membuat mereka terhanyut lebih jauh...

Silakan masuk ke sarangku, kata laba-laba kepada lalat

Asli, meskipun ini cuma novella, aku menghabiskan waktu cukup lama untuk membacanya karena... takut. Saking klasiknya cerita model begini, aku sampai takut melanjutkan cerita karena khawatir atas apa yang akan terjadi pada kakak-beradik DeMuth. I know something bad will happen to them!

Bisa-bisanya aku mau saja ditakut-takuti oleh ayah-anak ini! XD

Tapi tentu saja aku akhirnya nekad melanjutkan baca. Kagok sih, dan penasaran juga.

Dan... ugh! Ugh! Ugh! Tentu saja prediksiku menjadi kenyataan in the worst worst worst way! Dan endingnya... membuatku malah jadi berpikir... the importance of being ignorance and not helping the other people!

Bagiku, ayah-anak ini memang The Kings of Horror, sesuai nama mereka!

View all my reviews

Friday, October 31, 2014

Curtain: Poirot's Last Case

Curtain: Poirot's Last Case (Tirai)Curtain: Poirot's Last Case by Agatha Christie
My rating: 4 of 5 stars

And now, the end is here
And so I face the final curtain
My friend, I'll say it clear
I'll state my case, of which I'm certain
I've lived a life that's full
I traveled each and ev'ry high way
And more, much more than this, I did it my way

Sungguh, lirik lagu Frank Sinatra di atas terus terngiang ketika aku membaca ulang novel terakhir seri Poirot dalam rangka mengikuti event ini:
Tema 1st Published on the Year You Are Born
Dan, sungguh, ada masanya aku tidak menyukai novel ini, sehingga boleh dibilang novel ini termasuk yang amat sangat jarang kubaca ulang. Simply karena di sini Poirot... mati. Dan terutama karena Poirot melakukan dosa yang tak semestinya dilakukan seorang detektif yang biasanya mengungkap misteri pembunuhan: melakukan pembunuhan itu sendiri.



SPOILER ALERT! SPOILER ALERT! SPOILER ALERT!

Ups. Telat ya? Dan masih mau baca review ini?

Oke, sekalian saja kutekankan, dengan alasan for the greater good, Poirot melakukan pembunuhan tingkat pertama: pembunuhan terencana. Sebagai detektif vigilante, ia tidak mengambil jalur Batman, tapi jalur Punisher. Tanpa senapan mesin, tentu saja.

Mengapa seorang Poirot harus berbuat sejauh itu? Oke, simak sinopsis di sampul belakang novel ini:

Lima pembunuhan di tempat berbeda, dengan motif berbeda. Hanya satu kesamaannya: X. X terlibat dalam kelima pembunuhan itu dan berada di sekitar lima tempat itu ketika pembunuhan terjadi. X-lah otak kelima pembunuhan itu. Tapi dengan licik dia berhasil menghindar dari kecurigaan orang. Kelima pembunuhan itu begitu sempurna. Sekarang X berada di Styles. Berarti tak lama lagi akan ada pembunuhan di sana.

Baru kali ini Poirot menemukan lawan yang seimbang. Sayangnya Poirot sudah tua. Jantungnya sudah lemah. Memang otaknya masih tetap tajam. Tapi fisiknya sudah uzur dan jantungnya bisa berhenti berdenyut setiap saat. Tinggal menunggu waktu. Dan waktunya yang singkat itu mungkin takkan cukup untuk bisa menyeret X ke pengadilan.

Sebagaimana tercantum dalam sinopsis, kasus terakhir Poirot adalah perfect crimes. Mengapa? Karena lawannya adalah seorang puppetmaster piawai yang menggunakan keahlian berbicaranya untuk mempengaruhi orang lain untuk membunuh. Dan ia melakukan semua itu tanpa motivasi pembunuhan pada umumnya: harta, tahta dan wanita, melainkan hanya demi kesenangan pribadi. Perfect serial killer!

Hanya dengan deduksi tanpa bukti kuat, Poirot harus mencegah orang itu membunuh lagi. Tapi bagaimana caranya, sementara waktunya sudah kian dekat? Okelah, sebagai vigilante yang baik ia pun memanggil sidekick-nya yang setia, Kapten Arthur Hastings, ke Styles (Oh, sengaja betul Dame Agatha Christie menggunakan lokasi di Styles sebagai bookend petualangan Poirot!).

Dan berdasarkan deskripsi Hastings pulalah, kita melihat bagaimana kondisi Porot di penghujung kejayaannya:

Sahabatku yang malang. Aku sudah sering bercerita tentangnya, kukira. Sekarang dia sudah hampir lumpuh diserang penyakit artritis, jadi kalau hendak bergerak ke mana-mana, dia harus menggunakan kursi rodanya. Perawakannya yang dulu gemuk sekarang sudah tidak kelihatan lagi. Sekarang dia sudah menjadi lelaki kecil yang kurus. Wajahnya dihiasi garis-garis ketuaan dan penuh kerut-merut di sana-sini.


Intinya, karena meskipun otaknya masih cemerlang, Poirot sudah susah bergerak sehingga ia meminta sobatnya Hastings untuk membantu di bagian yang lebih aktif dalam rencananya menghentikan aksi si X.

Tapi, seperti biasa, karena Hastings tidak punya poker face, meskipun Poirot sudah tahu siapa si X ini, Hastings tidak diberi tahu, dan akibatnya Hastings (dan pembaca) dibiarkan berada dalam kegelapan dan berusaha menebak-nebak sendiri siapa di X dari sekian banyak tamu di hotel Styles.

Tragedi apa saja yang terjadi di Styles gara-gara lidah berbisa X?

Seorang pria hampir membunuh istrinya dengan alasan yang nggak banget: "salah tembak kukira kelinci liar".

Arthur Hastings sendiri hampir meracuni lelaki buaya darat yang dicurigainya mendekati putrinya, Judith.

Seorang wanita tewas keracunan.

Seorang pria mati tertembak tepat di tengah dahinya.

Benar-benar produktif, apalagi ditutup dengan matinya Poirot karena serangan jantung,


Pada awal novel, dengan nada berat dan sedih Hercule Poirot berkata kepada Hastings: "Akan ada pembunuhan di sini--di tempat ini." Dan itu bukan merujuk pada pembunuhan yang akan dilakukan si misterius X, namun lebih pada pembunuhan yang akan dilakukan Poirot terhadap si X!

Tanpa perlu berpanjang lebar menjelaskan plotnya, salah satu hal yang perlu diperhatikan pembaca (atau calon pembaca) adalah: Poirot sudah biasa menipu Hastings yang jujur, polos dan gampang percaya seumur persahabatan mereka, dan ia tetap melakukannya sampai akhir. Tapi seperti biasa juga, Poirot melempar banyak petunjuk ke hadapan Hastings, dan kalau saja Hastings (dan pembaca) cukup jeli dan sigap menangkap semua sinyal Poirot, sebenarnya tidak sulit untuk menebak identitas X, dan trik yang dilakukan Poirot dalam melaksanakan aksi kriminalnya.

Dalam penjelasan tertulis pada sahabatnya, Poirot tidak menyampaikan justifikasi atas pembunuhan yang dilakukannya.

Aku tak tahu, Hastings, apakah yang kulakukan ini bisa dibenarkan atau tidak. Tidak--aku tidak tahu. Aku tidak percaya bahwa orang boleh main hakim sendiri, boleh menetapkan hukum bagi dirinya sendiri.

Pada akhirnya, boleh dikatakan Poirot mati karena bunuh diri. Serangan jantungnya bisa diatasi andai saja ia meminum obat amyl nitrite-nya. Namun Poirot sengaja menyingkirkan obatnya agar kematian segera datang menjemputnya. Apakah ia melakukannya demi menebus dosa karena telah mengambil nyawa orang lain?

Regrets, I've had a few
But then again, too few too mention
I did what I had to do and saw it through without exemption
I planned each charted course, each careful step along the byway
And more, much more than this, I did it my way

So true. In the end, Hercule Poirot did it his way.




View all my reviews

Sunday, October 19, 2014

Heat Rises

Heat Rises (Nikki Heat, #3)Heat Rises by Richard Castle
My rating: 4 of 5 stars

Richard Castle punya alasan kuat mengapa ia memilih nama Nikki Heat sebagai counterpart Kate Beckett di serial novelnya, meskipun awalnya Beckett keberatan karena nama Nikki Heat terdengar murahan, lebih mirip nama panggilan seorang penari telanjang ketimbang seorang detektif polisi. Castle sudah membayangkan ia takkan hanya menulis sebuah novel lepas, tapi serangkaian novel berseri yang semua judulnya menggunakan kata Heat, sebagaimana ia membuat semua judul serial Derrick Storm menggunakan kata Storm. Terbukti dengan terbitnya Heat Wave, Naked Heat, dan kali ini Heat Rises.

Novel ketiga ini tetap terinspirasi berbagai peristiwa yang dialami Castle sebagai konsultan gratisan di Precinct 12 NYPD. Meskipun cukup mengherankan bagaimana novel ini masih bisa terbit sesuai deadline, mengingat tragedi yang menimpa Precinct 12, dengan gugurnya Kapten Montgomery dan percobaan pembunuhan atas Detektif Beckett. Tapi karena itu pula, tidak mengherankan apabila Castle mempersembahkan halaman dedikasi yang berbeda dari dua buku terdahulu: To Captain Roy Montgomery, NYPD. He made a stand and taught me all I need to know about bravery and character

Very nice, Castle.

Galeri easter eggs di novel ini mencakup:

Bondage Club
Male Strip Club


Quantum of Solace
The Fallen Commander
Bullet diving 
Dalam novel ini, Rook yang menerima peluru yang seharusnya mengenai Heat, mencerminkan harapan Castle yang terlambat melakukan hal yang sama di "dunia nyata". What if...

Sentuhan akhir dari Castle di akhir novel adalah saat Heat membacakan novel historical romance karya Victoria St. Clair pada Jameson Rook yang masih terbaring koma di ICU. Judulnya Castle of Her Endless Longing, dengan heroine bernama Lady Kate Sackett.

Very nice, Castle.

Dan kembali, bagian Acknowledgements tetap menjadi favoritku.

Oh, btw, pelajaran grammar Richard Castle kali ini adalah:


View all my reviews

Endless Night

Malam Tanpa Akhir -  Endless NightMalam Tanpa Akhir - Endless Night by Agatha Christie
My rating: 4 of 5 stars

Sebagai salah satu novel misteri tanpa detektif dari Agatha Christie, buku ini boleh dibilang termasuk yang dapat membuat seorang pembaca yang polos, lugu dan mudah ditipu, akan berteriak "UAPAAA?" sambil melempar bukunya, ketika masuk ke bab terakhir alias bab penjelasan whodunnit-nya.

Misterinya cukup klasik sebenarnya, dimulai dengan cerita tentang estat terkutuk yang telah membuat pemiliknya tak henti dirundung malang. Begini sinopsis bukunya:

Penduduk Kingston Bishop berkata siapapun yang memiliki Gypsy's Acre akan mengalami nasib malang dan kejadian-kejadian berbahaya... dan akhirnya akan mati.

Tapi Mike dan Ellie sedang dilanda cinta. Mereka akan mendirikan rumah mereka di Gypsy's Acre, dan kebahagiaan mereka akan menghapuskan segala masa lalu yang jahat itu untuk selama-lamanya.

Kemudian ancaman-ancaman itu mulai datang. Kecelakaan-kecelakaan, juga teror. Tiba-tiba cita-cita mereka yang indah menjadi mimpi buruk yang penuh dengan ketakutan, pengkhianatan... dan pembunuhan!

Kisah drama tragedi ini dinarasikan oleh Michael Rogers, atau Mike, seorang pemuda biasa yang bertemu dan jatuh cinta dengan Fenella Goodman, atau Ellie, seorang pewaris kaya raya dari Amerika. Singkat cerita, cinta pada pandangan pertama itu berlanjut ke pelaminan.

Pasangan muda itu membeli Gypsy's Acre dan membangun rumah di sana, tanpa mempedulikan gosip lokal tentang legenda Gypsy's Acre, yang konon dikutuk oleh kaum gipsi yang diusir keluar dari daerah itu.

"Dengarkan aku, Cantik," kata Mrs. Lee kepada Ellie, jauh sebelum Ellie membeli Gyspsy's Acre. "Nasib sial akan menimpa siapa pun yang membelinya. Tanah ini sudah dikutuk, bertahun-tahun lamanya. Kau jangan datang kemari. Jangan berurusan dengan Gypsy's Acre. Kematian akan menimpamu, juga bahaya. Pulanglah ke seberang laut, dan jangan kembali ke Gypsy's Acre. Kuperingatkan kau."

Tentu saja, peringatan itu tak diindahkan. Lalu, terbuktikah bahaya dan kematian yang akan menimpa Ellie sebagai pemilik baru Gypsy's Acre?

Ellie mengalami  kecelakaan saat berkuda, dan Mike pun mendadak duda. Tapi yang aneh, Ellie tidak mengalami luka parah, seperti patah tulang leher atau luka-luka yang biasanya terjadi jika seseorang jatuh dari kuda--pokoknya tidak ada luka-luka yang cukup serius yang dapat menyebabkan kematiannya. Dokter tak bisa memberikan penjelasan lain mengenai kematian Ellie selain karena serangan jantung yang mungkin disebabkan oleh shock. Shock gara-gara apa? Apakah ditakut-takuti sesuatu atau seseorang? Apakah gara-gara sihir atau jampi-jampi?

Ataukah Ellie dibunuh? Siapa yang tega membunuhnya?

Every night and every morn
Some to misery are born
Every morn and every night
Some are born to sweet delight
Some are born to sweet delight
Some are born to endless night



View all my reviews

Naked Heat

Naked HeatNaked Heat by Richard Castle
My rating: 4 of 5 stars

Apabila review atas buku pertama serial Nikki Heat -- Heat Wave -- kubuat sebagai love letter seorang penggemar fanatik yang rada psycho terhadap penulisnya, kali ini review atas buku lanjutannya kutulis sebagai pembaca buku biasa.

Di luar bias sebagai penggemar serial TV Castle, harus kuakui bahwa buku kedua ini jauh lebih baik dan menarik dibandingkan buku pertamanya. Minimal, lebih mencerminkan bahwa buku ini memang ditulis oleh seorang penulis misteri bestseller. Mungkinkah ada pergantian ghostwriter? Well, kita tak akan pernah tahu.

Kisah dibuka dengan pembunuhan seorang kolumnis gosip yang terkenal sadis, Cassidy Towne. Kasus itu mempertemukan kembali Nikki Heat cs dengan Jameson Rook yang sudah putus komunikasi selama beberapa bulan setelah penerbitan cover-story spesial tentang Nikki di majalah. Kebetulan, Rook sedang membayangi kegiatan Towne sehari-hari untuk artikel berikutnya. Dan kisah pun bergulir dengan pertama-tama menyelidiki siapa saja yang memiliki motivasi untuk membunuh sang dewi gosip. Hah! Tentu saja... banyak sekali. Tapi di situlah asyiknya, kisah whodunnit yang melibatkan para selebriti. Dari mantan anggota kongres, penyanyi rock, sampai atlet bisbol. Dan seperti biasa, korban pembunuhan tidak cukup hanya satu!

Sebagai pembaca yang juga memantau sisi lain aktivitas Richard Castle sebagai konsultan NYPD, menjadi keasyikan tersendiri untuk menebak-nebak episode mana saja yang menjadi "inspirasi" dalam penulisan cerita kali ini. Misalnya waktu jenazah korban dirampok oleh tiga orang bertopeng langsung dari meat wagon Medical ExaminerAtau waktu tokoh utama dibelenggu ke kursi dengan lakban, yang membuat kita otomatis teringat bagaimana Castle melakukan riset pribadi tentang cara meloloskan diri dari kondisi yang sama. Banyak sekali easter eggs di sini!

Sisi lain Jameson Rook juga terungkap di sini. Dalam rangka menambah pundi-pundi uangnya, ia bukan cuma seorang jurnalis, tapi juga seorang penulis novel. Bukan novel misteri, melainkan novel... historical romance! Pakai nama samaran perempuan pula! Well, mengingat Richard Castle cuma merilis novel Nikki Heat setahun sekali, mungkinkah ia juga menulis novel roman dengan nama samaran? Siapa tahu? Tapi tentu saja kita harus memperhitungkan kesibukan Castle sebagai konsultan tim detektif pembunuhan di NYPD, yang seringkali dijadikannya alasan untuk menunda-nunda penulisan bukunya.

Sebagai tambahan, novel ini juga menunjukkan sisi geek Richard Castle sebagai penggemar serial TV Firefly-nya Joss Whedon, dengan menyelipkan nama karakter yang diperankan oleh Nathan Fillion (yeah, right!) sebagai nama karakter dua orang detektif yang jadi cameo di Bab Sembilan: Detektif Malcolm dan Detektif Reynolds.

Terakhir, sama seperti di buku Nikki Heat sebelumnya, membaca bagian Acknowledgements di akhir buku bisa menjadi hiburan tersendiri. Richard Castle berterima kasih pada para polisi di Precinct 12 NYPD, dari Kate Beckett, Javier Esposito, Kevin Ryan, dan Captain Montgomery, serta Lanie Parish dan stafnya di NY Chief of Medical Examiner. Tapi selain itu, ia juga berterima kasih pada Nathan, Stana, Seamus, Jon, Ruben, Molly, Susan dan Tamala, yang meskipun tidak menyebutkan siapa sebenarnya mereka, tapi tentu saja kita tahu! Richard Castle juga berterima kasih pada penerbit/mantan istrinya, Gina Cowell, yang kukutip di sini "staying on top of me through the final stages of writing", yang kita juga tahu bahwa kutipan itu bukan sekedar kiasan...

Oke, sebagai penutup, kupasang tips grammar bagian kedua dari Richard Castle:




View all my reviews

Sunday, October 5, 2014

Crooked House

Crooked House (Buku Catatan Josephine)Crooked House by Agatha Christie
My rating: 4 of 5 stars

Seorang lelaki bongkok berjalan terseok-seok,
Dia menemukan keping bengkok di jalan berkelok,
Dia punya kucing jorok yang suka menangkap kodok,
Dan mereka semua tinggal dalam pondok kecil yang bobrok.

Menemukan puisi berima dalam sebuah novel terjemahan seringkali membuatku tergelitik penasaran, seperti apa sih puisi itu dalam bahasa aslinya? Apakah sadurannya harfiah, atau kreativitas dalam alihbahasa wajib hukumnya, demi mendapatkan feel yang pas dari sebentuk puisi berima?

Setelah mengecek nursery rhime There Was a Crooked Man (yang menjadi inspirasi judul novel ini), ternyata bentuk aslinya seperti ini:

There was a crooked man and he went for a crooked mile,
He found a crooked sixpence beside a crooked stile,
He had a crooked cat which caught a crooked mouse,
And they all lived together in a little crooked house.

Yap. Perlu kreativitas demi mendapatkan feel yang sama, termasuk mengubah seekor tikus menjadi kodok :))

Anyway, novel ini merupakan cerita misteri Agatha Christie tanpa dua detektif ternamanya, Hercule Poirot dan Miss Marple. Sebagian orang mungkin akan merasa turned off untuk membacanya begitu tahu ini novel lepas. Tapi bagi seorang penggemar karya Agatha Christie, novel ini bisa jadi merupakan salah satu favoritnya. Well, penulisnya saja bilang begitu di kata pengantarnya: "Buku ini merupakan salah satu buku saya yang terbaik".

Novel ini ditulis dari sudut pandang seorang Charles Hayward, yang tidak sengaja terlibat penyelidikan atas pembunuhan seorang lelaki bongkok yang berjalan terseok-seok. Ehm, maksudnya seorang kakek tua yang berusia delapan puluh delapan tahun bernama Aristide Leonides. Motivasinya jelas bersifat sangat pribadi, mengingat ia tidak bisa menikahi gadis yang dicintainya sebelum misteri pembunuhan si kakek tua terungkap. Mengapa? Karena si gadis adalah Sophia Leonides, salah satu anggota dari keluarga yang semuanya tinggal bersama dalam pondok kecil yang bobrok.

Hm, bicara tentang pondok kecil bobrok, jangan bayangkan bentuknya seperti rumah petak di mana orang harus tidur berjejer bak ikan asin lagi dijemur. Aristide Leonides adalah seseorang yang kaya raya dan sukses berkat usaha dan keuletannya, jadi rumahnya besar dan mewah, cuma bentuknya bak pondok ala Inggris, yang menjadi bengkak tidak karuan gara-gara penambahan banyak bangunan untuk menampung semua anggota keluarga yang tinggal bersamanya.

Siapa saja para penghuni rumah yang pantas dicurigai sebagai pelaku pembunuhan?

Roger, putra sulung Aristide yang tidak punya bakat bisnis ayahnya, yang tinggal bersama istrinya, Clemency.

Philip, putra kedua Aristide, tinggal bersama istrinya, Magda, dan ketiga anaknya, Sophia, Eustace, dan Josephine.

Edith de Haviland, adik ipar Aristide dari istri pertamanya.

Brenda, istri kedua Aristide yang usianya sepertiga si kakek tua

Laurence Brown, tutor pribadi Eustace dan Josephine

Janet Rowe, nanny anak-anak keluarga Leonides.

Tentu saja Charles tidak menyelidiki kasus pembunuhan Aristide Leonides sendirian, tapi diperbantukan pada inspektur Scotland Yard Taverner, yang ditugaskan untuk menangani kasus tersebut. Maklumlah, kebetulan ayahnya asisten komisaris di Scotland Yard.

Penyelidikan jadi seru karena hampir semua anggota keluarga punya motivasi dan tidak punya alibi, serta punya akses ke obat mata Aristide yang ditengarai sebagai racun mematikan. Namun tentu saja seperti biasa, tersangka utama adalah si istri muda, yang juga dicurigai berselingkuh dengan si tutor. Motivasinya lebih kuat dibandingkan anggota keluarga lain yang mungkin cuma kepingin dapat harta warisan saja.

Tapi, apakah Agatha Christie membuatnya jadi segampang itu?

Spoiler utama novel ini adalah judul terjemahan Indonesianya: Buku Catatan Josephine.

Josephine yang usianya baru sebelas-duabelas tahun gemar bermain detektif, ikut menyelidiki kasus dan menulisnya dalam buku catatannya. Dan di sanalah terdapat kunci jawaban dari kasus pembunuhan yang terjadi di pondok kecil bobrok keluarga Leonides: baik pelaku maupun motivasinya.

Benarkah pelakunya si istri muda yang kepingin kawin lagi? Atau anggota keluarga lain yang tidak sabar menanti warisan dari kakek tua yang tidak bakalan mati kalau tidak dibunuh? Atau...

Bacalah dan buktikan sendiri, apakah novel ini memang pantas diberi gelar salah satu novel terbaik Agatha Christie :)


View all my reviews

Sunday, June 22, 2014

The Rackeeter

The RacketeerThe Racketeer by John Grisham
My rating: 4 of 5 stars

Sudah lama aku tidak membaca novel John Grisham, tapi proyek baca-ulang-beli-ulang yang kumulai sejak tahun lalu praktis akan memperbaiki hal tersebut.

Tapi tentu saja novel yang satu ini bukan termasuk yang harus kubeli ulang, karena baru tiga bulan yang lalu kubeli online dari Periplus.com, itu pun karena termasuk daftar Bargain Books. Hardcover dengan harga banting? Why not?

Secara garis besar, novel ini terhitung ringan dibandingkan novel-novel awal John Grisham. Ceritanya pun tidak melulu soal hukum atau sidang pengadilan. Entah genre apa tepatnya, tapi campuran antara misteri pembunuhan, hukum, petualangan, dan heist. Tokoh utamanya mantan pengacara berkulit hitam yang dipenjara sepuluh tahun karena tersangkut RICO. Dan ya, ia tak bersalah, hanya ikan kecil yang tersangkut oleh jaring raksasa federal.

Kisah dimulai dengan pembunuhan Hakim Federal Raymond Fawcett dan selingkuhannya di pondok peristirahatannya. Karena TKP berada di tempat terpencil dan pembunuhnya tidak meninggalkan jejak, polisi dan FBI nyaris putus asa. Sampai muncul seorang saksi dari dalam penjara yang mengaku tahu siapa pembunuhnya.

Malcolm Bannister mengajukan persyaratan untuk kesaksiannya, pembebasan tanpa syarat dan ikut progran perlindungan saksi. Namun sementara tersangka ditangkap dan ditahan untuk diadili, program perlindungan saksi ternyata tidak cukup memadai untuk menjamin keselamatannya, sehingga Bannister memilih untuk memutuskan hubungan dengan FBI dan melenyapkan diri.

Jalan cerita ternyata tidak straightforward sebagaimana biasa. Kita mengikuti petualangan Bannister saat melenyapkan diri dengan penuh tanda tanya. Mengapa alih-alih sembunyi di tempat anonim ia malah berkelana di AS, menggunakan wajah dan nama barunya, dan mengaku-aku sebagai sutradara film dokumenter?

Namun tentunya, ada alasan di balik aksi dan tipuan Bannister yang seolah tidak jelas mau dibawa ke mana. Dan pada akhirnya, selain membantu pemerintah menangkap sang pelaku pembunuhan, Bannister menggunakan kesempatan itu untuk membalas dendam pada sistem hukum yang membuatnya terpenjara tanpa dosa. Dan tentu saja, hidup bebas dan kaya raya.

Seperti beberapa novel John Grisham lainnya, tokoh utama di novel ini semi abu-abu. Meskipun ia orang baik-baik, rasa frustasi karena dipenjara tanpa kesalahan membuatnya tidak pasrah menerima keadaan. Lewat pergaulannya di penjara, bahkan seringkali menjadi "pengacara penjara" bagi sesama tahanan, ia mendapat informasi yang berguna untuk merancang skema kebebasannya. Bahkan walaupun itu berarti bekerja sama dengan para kriminal, atau membengkokkan hukum demi kebebasannya.

Twist plot novel ini tidak terlalu rumit dan bisa diraba sebelum novel berakhir. Tidak sedramatis atau sebagus Shawnsank Redemption, tapi cukup untuk membuat kita tertarik untuk  terus membacanya sampai selesai.


View all my reviews