Tuesday, June 30, 2015

Kretek Jawa

Judul : Kretek Jawa: Gaya Hidup Lintas Budaya

Penyusun : Rudy Badil, TR Setianto Riyadi

Kontributor : Mohammad Sobary, G Budi Subanar

Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia

Terbit pada : Agustus 2011

Dibeli pada : 21 April 2015

Dibaca pada : 10 Mei 2015

Harga resmi : Rp. 175.000,-

Harga beli : Rp. 40.000,-

Sinopsis :
Kudus memang telah menjadi salah satu produsen rokok utama tingkat nasional. Pada 2009 terdapat 209 unit industri di Kudus yang menghasilkan total 58,9 miliar batang rokok, dari 245 miliar batang rokok produk nasional.

Dari sudut pandang ketenagakerjaan, dapat dikatakan bahwa kehidupan warga Kudus bergantung pada rokok. Sebab, dari 98.874 tenaga kerja pada tahun 2008, lebih dari 80 persennya terserap dalam industri rokok. Singkatnya, Kudus memang betul-betul kota kretek.

Sejak pertama kali tembakau diperkenalkan kepada bangsa kita oleh kaum kolonialis, tanaman tersebut telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari sebagian masyarakat Indonesia. Faktor kesehatan konsumen rokok jelas patut diperhatikan, khususnya generasi muda yang di antaranya banyak menjadi perokok. Namun industri rokok tidak bisa dimatikan begitu saja; pelarangan iklan rokok total pun tidak bisa dilakukan begitu saja. Jika hal tersebut dipaksakan, perekonomian Indonesia akan menerima dampak dari tingkat pengangguran yang melonjak tajam.

Komentar singkat :
Penerbit KPG menggolongkan buku ini pada slot "Budaya".

Terlepas dari opini pribadiku atas rokok serta rekan-rekan sejenis dan turunannya, rokok khususnya rokok kretek memang merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari sebagian masyarakat Indonesia. Telah menjadi budaya sebagian masyarakat Indonesia. Bagi perokok berat, ancaman bahaya kesehatan yang dipajang lengkap dengan gambar-gambar yang seram di bungkus rokok takkan banyak berpengaruh. Ngrokok matek, kagak ngrokok matek, ngrokok'o sampe matek!

Buku ini memuat tulisan, esai, reportase, dan lain-lain yang terkait dunia perokokkretekan di Indonesia. Dari awal mula sejarahnya (yang konon sudah ada dari jaman Roro Mendut yang boleh jadi bisa ditahbiskan sebagai SPG rokok pertama di tanah Jawa), para perintis produksi rokok kretek dari produk rumahan sampai produk pabrikan, suka-duka para buruh pelinting kretek tangan, produksi tembakau, sampai merek-merek rokok yang nyeleneh (tapi dianggap membawa hoki) dan koleksi gambar etiket rokok kretek dari masa ke masa.

Pembahasan buku ini cukup komprehensif dan sangat berguna bagi pembaca yang ingin mengetahui seluk beluk sejarah rokok di Indonesia. Tidak hanya berisi tulisan semata, tapi dilengkapi dengan koleksi foto, gambar dan ilustrasi berwarna yang hadir di setiap halamannya. Dicetak dengan jenis kertas majalah yang glossy, buku sejarah/budaya ini jadi terasa mewah dan terus terang saja harganya waktu pertama kali terbit memang agak bikin keder dan membuatku berpikir berulang kali untuk membelinya. Pas sudah berniat beli, eh, bukunya malah hilang dari rak di toko buku (iya, kelamaan mikir sih). Untunglah akhirnya aku menemukannya di sale buku Gramedia di Sudirman Citywalk dengan harga miring-miring sekali. Tentu saja, kali ini tidak perlu pikir panjang lagi!

Komentar singkat ini dibuat dalam rangka mengikuti event posbar BBI bulan ini dengan tema Budaya Indonesia.




Wednesday, June 10, 2015

Reading Deadpool

Perkenalanku dengan Marvel Universe dimulai sejak aku masih SD, waktu aku rajin main rumah anak tetangga untuk merambah dan meminjam koleksi komik superheronya. Yang pertama kukenal malah serial The Avengers. Setelah SMA, aku mulai membaca dan mengumpulkan serial komik Spiderman, kebanyakan terbitan Misurind. Tapi bagaimanapun, karena komik Amerika terjemahan yang beredar di Indonesia sangat terbatas, kebanyakan yang kubeli dan kubaca adalah komik-komik DC, macam Batman dan Superman, dan aku kurang terpapar oleh dunia Marvel.

Barulah ketika Marvel Cinematic Universe tercipta dan aku sudah menemukan jalan untuk membaca komik Amerika secara masif, aku mulai banyak membaca komik keluaran Marvel. Tapi... terus terang saja, aku memang melewatkan komik Deadpool. Sampai sekarang. Itu pun awalnya karena penasaran saja, mentang-mentang Deadpool bakal dibuat film solonya, setelah numpang lewat di film X-Men Origins: Wolverine

Dan... aku menyesal kenapa baru menyempatkan baca sekarang. Karena oh karena... karakter Deadpool benar-benar hilarious

Tanya kenapa?

1. Crazy like a Fox 
Wade Wilson aka Deadpool lebih sinting dari Murdock-nya The A-Team. Oke, ada alasannya kenapa dia bisa begitu, terutama gara-gara jadi objek eksperimen Weapon X. Tapi... sebelum itu pun sepertinya memang punya bakat psikopat sih. Jadinya, semua tindak-tanduknya unpredictable, baik bagi kawan, lawan, maupun pembaca.



2. Awesome Ability
Sebelum mendapat kemampuan regenerasi yang sangat cepat, jauh lebih hebat dari Wolverine (bahkan kepala putus pun tidak bakal mati, bisa disambung atau tumbuh lagi!), Wade Wilson sudah menjadi mercenary/assassin yang hebat. Setelah punya kemampuan regenerasi, ia menjadi lawan yang menyusahkan, karena setelah mati jadi abu pun tetap bisa hidup kembali. Bahkan, kalau lawannya tidak tahu kemampuannya, ia kerap sengaja mati sebagai bagian dari strategi. Kalau ia mau, serius dan fokus (plus tak segan main curang), mengalahkan superhero dan supervillain Marvel Universe itu perkara gampang.



3. The Merc with a Mouth
Terlepas dari keahlian beladiri tangan kosong ataupun menangani segala jenis senjata yang ada di dunia, senjata utama Deadpool adalah mulutnya, yang lebih cerewet dari senapan mesin. He never shuts up, bahkan ketika sedang berantem. Mungkin lawannya merasa lebih baik bunuh diri saja daripada terus-terusan mendengarkan ocehan Deadpool.



4. Pop Culture Reference
Ocehan Deadpool sering dianggap does not make sense. Tapi itu lebih karena yang dengar (atau yang baca) tidak mengerti atau tidak tahu referensi pop-culture yang dikutip Deadpool. Dalam hal ini, referensi Deadpool bisa ke mana-mana, sesukanya, termasuk mengutip manga Naruto.



5. Breaking the Fourth Wall
Mungkin di dunia Marvel hanya Deadpool yang sadar betul kalau ia cuma karakter komik, dan bahwa apapun yang terjadi di dunianya cuma rekaan belaka. Selain berbicara langsung kepada pembaca atau menyebutkan pada jilid komik keberapa suatu peristiwa terjadi, Deadpool bahkan bisa melangkah keluar dunia komik untuk meneror komikus bahkan pembacanya!



6.  Do not take it seriously
Dengan karakter seperti ini, penulis bebas membuat cerita seancur dan seabsurd mungkin. Meskipun tingkat kekerasan dan pertumpahan darah yang gore menjadi ciri khas komik Deadpool, tapi penulis selalu punya ruang untuk mengimbanginya dengan humor yang variatif, dari yang dumb, slapstick, sinis, bahkan sampai sarkastis. Mau Deadpool kembali ke masa lalu untuk membunuh Sun Tzu? Mau Deadpool bertualang ke dunia paralel dan menemui berbagai versi lain karakternya? Mau Deadpool membunuh seluruh superhero Marvel? Yap. Apapun bisa terjadi. Namanya juga komik!



Setelah dua minggu lebih maraton membaca komik Deadpool, aku resmi menjadikan Deadpool sebagai salah satu karakter favoritku dari Marvel Universe. 

Tinggal menunggu apakah film solo Deadpool yang bakal rilis Februari 2016 kelak tetap setia atau tidak pada versi komiknya (lupakan film X-Men Origins: Wolverine yang tega-teganya menjahit mulutnya yang cerewet).