Monday, March 9, 2020

2020 Second Book Haul!

Pernyataan Resolusi 2020:
- Aku akan lebih banyak baca buku digital ketimbang buku fisik
- Aku akan mengurangi belanja buku fisik karena terbatasnya space perpustakaan pribadi
- Aku akan menghabiskan timbunan buku fisik yang tercatat di rak to-read Goodreads

Kenyataannya:
- Iya sih, sudah menahan diri belanja buku di toko buku offline, tapi beli komik secara online jalan terus tiap minggu... belum kalau tetiba pingin beli komik Program Beli-Ulang-Baca-Ulang
- Resolusi berlaku buat pameran/bazaar rutin seperti IIBF/Islamic Book Fair/dll yang sukses kuhindari, tapi... tidak berlaku untuk Big Bad Wolf!!!

Begini... tiap tahun aku wajib rutin menyambangi event ini, obral buku impor dengan jumlah dan variasi buku seabrek, jadi tentu saja tak mungkin kulewatkan... meski sembari dag-dig-dug bakal sebanyak apa buku yang bakal kubawa pulang, dan ujung-ujungnya menambah timbunan to-read yang sebenarnya baru saja kuturunkan ke bawah 40 buku...

Nah, untuk event tahun ini, aku khusus mengambil cuti di hari Jumat tanggal 6 Maret kemarin, supaya tidak perlu bergadang buat belanja tengah malam lagi seperti 2 tahun terakhir ini. Dan alhamdulillah... sepertinya aku cukup sukses menahan diri, karena belanjaanku tidak lebih dari 1 troli dan tidak lebih dari 2x UMR seperti dahulu...

Tapi... sudah tentu timbunanku jadi bertambah jadi dua kali lipat, jadi naik ke kisaran 90-an buku lagi! Duh. Ya sudah, seperti biasa motto lama tetap berlaku: lebih baik menyesal membeli daripada menyesal tidak membeli.

Jadi, buku-buku apa yang kemarin akhirnya kucomot dan kubawa pulang setelah berputar-putar di Hall 6 - 10 ICE BSD selama kurang lebih 5 jam?

Hardcover Edition

Khusus yang edisi hardcover, lumayan banyak juga ternyata. Bervariasi antara buku fiksi dan nonfiksi, komik dan nonkomik. Yang harganya ngajak nangis tentu saja komik Omnibus Marvel The Stand-nya Stephen King (yang sama mahalnya dengan komik Omnibus Marvel The Dark Tower-nya Stephen King yang kubeli di BBW tahun lalu). Lalu... nggak sengaja nemu komik Civil War-nya Mark Millar dong. Akhirnya punya juga hardcopy-nya selain versi novelnya Stuart Moore. Biasanya kalaupun nemu di Kinokuniya, sayang saja kalau beli dengan harga asli. Ensiklopedia Star Wars terbitan DK juga kudapat tidak sengaja, waktu sedang mencari buku-buku terbitan DK titipan teman.

Softcover Edition

Seperti biasa kalau ada event seperti ini, belanjaanku memang random dan seketemunya saja, buku apapun yang "sepertinya menarik". Jadi tidak ada acara frustrasi kalau ternyata tidak menemukan buku yang ingin dibeli dengan harga banting di BBW. Buku ensiklopedi? Oke. Buku sejarah? Oke. Buku Dilbert? Oke. Novel Star Wars? Sip. Biografi Robert Downey Jr.? OKE BANGET!!!

Buku serial
Kalaupun ada buku yang diniatkan untuk dicari dan dibeli, biasanya sudah dapat bocoran dari teman-teman yang LPM pada saat presale di dua hari sebelumnya bahwa buku-buku ini tersedia. Misalnya boxset Adventure-nya Enid Blyton (padahal sudah punya lengkap versi terjemahan), atau boxset Magisterium-nya Holly Black & Cassandra Clare (padahal selama ini belum tertarik untuk baca sih). Khusus serial Rivers of  London-nya Ben Aaronovitch malah baru tertarik beli setelah minggu lalu baca versi komiknya, padahal di BBW tahun-tahun sebelumnya selalu kucuekin, dan wajar saja sih kalau cuma nemu 4 buku, tanpa buku ke-4 dan ke-5. Santuy aja sih, sisanya bisa dibeli online. Belum tentu juga sih besok-besok langsung kubaca juga...

Ruckus Books

Jarahan terakhirku adalah 2 buku unik ini, yang fungsi sebenarnya lebih untuk dipajang daripada dibaca, itu pun tanpa niat untuk dicari dan dibeli. Namun mengingat aku sudah punya buku Whiskey, ya sudahlah kuembat juga meski tidak jelas di lemari mana bakal kupajang nanti. Lemari perpustakaan sudah luber, Bos!

Hm... sepertinya laporan (curcol) belanja buku di BBW 2020 cukup sekian saja. Niatnya sih aku tidak mau balik lagi ke sana, supaya tidak tergoda untuk belanja dan menambah timbunan lagi.

Sekarang... targetku adalah membaca semuanya di tahun ini. Kalau sempat. Kalau mood. Kalau tidak malas. Kalau tidak sok sibuk kerja. Kalau tidak terjerumus membaca fanfiction di ao3 melulu. Kalau...

Kalau sampai waktuku...










Thursday, February 13, 2020

Djoeroe Masak: Jenang Bukan Dodol

Judul : Djoeroe Masak: Jenang Bukan Dodol

Penulis : Dyah Prameswarie

Penerbit : Metamind, imprint Tiga Serangkai

Terbit : November 2018 (Cetakan Pertama)

Tebal : 148 halaman

Dibaca di : Aplikasi ipusnas

Dibaca tanggal : 13 Februari 2020

Sinopsis :
Kegagalan membuka restoran menjadi alasan mengapa. Aidan terbang ke Yogya untuk belajar membuat jajanan tradisional. Aidan, lulusan sekolah kuliner luar negeri, dianggap chef gagal yang tak tahu kuliner negaranya sendiri. Namun, siapa sangka kesempatan tersebut adalah awal Aidan bertemu Sedayu, wanita penjual jenang di Pasar Ngasem.

Inilah awal pasangan tersebut dipertemukan. Awal dari kisah Aidan dan Sedayu menjadi pasangan djoeroe masak.


Review singkat :

Mengapa aku memilih buku ini untuk salah satu bacaanku di bulan Februari?

Pertama: jelas tema bukunya. 
Karena memang sengaja mencari buku bertema makanan, dari yang jenis buku kesehatan sampai buku resep, baik di aplikasi Gramedia Digital, ipusnas, maupun di sumber lainnya, akhirnya pilihanku jatuh pada buku ini.

Kedua: warna sampul bukunya
Warna favoritku, gitu lho. Merah cabe ngejreng yang sungguh menimbulkan nafsu makan. Iya, seperti gambar tema blog ini, aku suka makanan yang pedas-pedas, dan di benakku, merah analoginya pedas.

Ketiga: judul bukunya.
Meskipun aku penderita Capsaicin Addict kronis yang selalu gagal tobat, aku juga suka kok mengudap cemilan tradisional, termasuk jenang dan dodol (bukan sinonim kata buku ini), walau seiring bertambahnya usia dan pola makan yang cenderung mengurangi asupan gula, kalau bisa rasanya tidak manis-manis amat.

Keempat : ketebalan bukunya.
Fiksi kuliner berbumbu roman ini tergolong tipis banget buat standar bacaanku. Bisa dibilang cemilan juga sih, meski tidak setipis dan seringan komik Amerika yang jadi andalanku mengembalikan mood kalau semangat baca mulai kedodoran. Kisah fiksinya cuma sampai halaman 99 sih, sisanya resep jajanan tradisional yang disebut-sebut dalam cerita.

Kelima : jalan ceritanya.
Ringan banget, serasa membaca manga kuliner one-shot. Aneka jajanan tradisional yang bikin ngeces bertebaran, dibalut sedikit roman picisan, plus backstabbing story, ditambah cooking battle. Yang bikin beda cuma di cooking battle-nya yang kurang menegangkan dan tidak ada efek samping berlebihan yang terjadi pada juri pencicip makanan.

Keenam : ilustrasinya.
Khususnya di bagian resep di belakang buku. Jadi kepingin makan nagasari, rujak serut, mi godhog, dan klepon... Iyaaa, aku kok nggak terlalu minat sama jenangnya...

Ketujuh : memenuhi target Reading Challenge Goodreads Indonesia bulan Februari.
Buku tentang makanan. Omong-omong, sepertinya ini buku fiksi bertema kuliner Indonesia pertama yang kubaca setelah Aruna dan Lidahnya.








Tuesday, February 4, 2020

Lost Stars

Judul : Lost Stars

Penulis : Claudia Gray

Penerbit : Disney Lucasfilm Press

Tebal : 551 halaman

Selesai dibaca tanggal : 1 Februari 2020

Sinopsis :
A long time ago in a galaxy far, far away…

Eight years after the fall of the Old Republic, the Galactic Empire now reigns over the known galaxy. Resistance to the Empire has been all but silenced. Only a few courageous leaders such as Bail Organa of Alderaan still dare to openly oppose Emperor Palpatine.

After years of defiance, the many worlds at the edge of the Outer Rim have surrendered. With each planet’s conquest, the Empire’s might grows stronger.

The latest to fall under the Emperor’s control is the isolated mountain planet Jelucan, whose citizens hope for a more prosperous future even as the Imperial Starfleet gathers overhead…

Review :

Buku ini kubaca karena John Campea, salah seorang movie pundit yang kanal youtube-nya rutin kusambangi setiap hari, sudah berulang kali merekomendasikannya sebagai salah satu novel Star Wars terbaik yang pernah ia baca, meskipun genrenya yang tergolong Young Adult Romance, yang bukan genre favoritnya. Jujur saja, meskipun aku terkadang terjebak ketagihan membaca genre Romance, genre Young Adult juga bukan my cup of tea. Lebih sering tidak cocoknya daripada cocoknya.

Jadi... sama halnya dengan John Campea, aku ternyata menyukai buku ini. Cukup untuk memberi ponten really like it ala Goodreads:



Oke, yuk kita bahas sedikit alasan mengapa aku suka buku ini...

1. Movie tie-in

Yap. Aku memang hobi membaca dan mengoleksi buku-buku yang masih terkait film, meskipun bisa jadi kadang-kadang aku tidak suka versi filmnya. Nah, khusus buku ini, ada kaitannya dengan film tapi secara harfiah, ini bukan buku yang diadaptasi menjadi film, atau buku yang diadaptasi dari naskah film sih.

Tepatnya, cerita dalam buku ini mengambil setting dan latar belakang film Star Wars Original Trilogy, alias Episode IV s/d VI, alias dari periode  Battle of Yavin sampai Battle of Endor, hanya saja dari sudut pandang mereka yang selama ini mungkin sama sekali tidak kita pikirkan dan pedulikan nasibnya sepanjang trilogi: para "figuran" dari sisi Imperial maupun Rebellion.


2. Karakter Utama

Kuatnya karakterisasi tokoh utama buku ini, Ciena Ree dan Thane Kyrell, cukup kuat hingga pembaca cukup peduli dengan nasib mereka, dan dapat memahami sudut pandang masing-masing dalam menyikapi suatu peristiwa.

Meskipun bersahabat sejak kecil, sama-sama berasal dari Planet Jelucan, salah satu planet gugus terluar yang dianeksasi Imperial setelah kehancuran Old Republic, meskipun punya cita-cita yang sama yaitu masuk akademi Imperial untuk menjadi perwira di Imperial Starfleet, Ciena dan Thane memiliki prinsip dan motivasi yang berbeda.

Berasal dari golongan bawah Jelucan yang sangat mementingkan nilai-nilai kesetiaan dan kehormatan, Ciena memiliki prinsip untuk tidak melanggar sumpah dan loyalitasnya kepada Empire.

Berasal dari keluarga kaya terpandang namun tanpa kasih sayang keluarga, motivasi Thane menjadi perwira Starfleet adalah untuk melepaskan diri dari keluarganya, dan ia lebih pragmatis dan logis dalam hal loyalitasnya.

Bagaimana sikap mereka menghadapi kenyataan bahwa Empire tega menghancurkan Planet Alderaan dan milyaran penduduknya sebagai contoh bagi pihak Rebellion? Bagaimana pendapat mereka atas pihak Rebellion yang membalasnya dengan menghancurkan stasiun angkasa Death Star beserta jutaan penghuninya?


3. Plot

Plotnya standar saja sih... cinta di antara dua insan yang berbeda kubu yang berseberangan dalam perang bintang. Namun demikian, aku tidak menggolongkannya sebagai kisah cinta ala Romeo dan Juliet. Mengapa? Jelas karena penghalang utama cinta mereka tidak sepenuhnya dipaksakan pihak luar, melainkan akibat perbedaan prinsip yang membuat mereka mengambil pilihan dan keputusan yang berbeda meskipun sadar akan konsekuensinya, di mana mereka akan berada di pihak yang berseberangan. 

Konflik yang muncul karena perbedaan prinsip itulah yang menjadi plot driver cerita, dan bahkan  lebih menonjol dibandingkan kisah cintanya sendiri. Konflik malah sudah dimulai sejak awal mereka meniti karier di Akademi Militer, di mana setiap murid diuji kesetiaannya terhadap Empire untuk memastikan mereka menempatkan kepentingan Empire di atas segalanya, baik planet asal, hubungan keluarga, hubungan pertemanan, apalagi cinta.

Setelah yang satu tetap loyal pada Empire sedangkan yang satunya beralih ke pihak Rebellion meskipun sekadar the lesser of two evils? Sudah jelas semakin banyak konflik dan dilema yang akan dihadapi. Apakah cinta akan mengalahkan segalanya?


4. Cameo

Tentu saja cameo dari Star Wars Original Trilogy wajib ada untuk memastikan posisi setiap adegan dan bab kisah dalam buku ini di cerita utama. Mulai dari Grand Moff Tarkin yang muncul saat aneksasi Planet Jelucan menjadi bagian dari Empire, Senator Junior dari Alderaan Leia Organa yang muncul di pesta yang diadakan di Planet Coruscant, Wedge Antilles yang merekrut Thane setelah ia menjadi desertir pengembara, Darth Vader dan TIE-fighter-nya yang harus diselamatkan setelah hancurnya Death Star, atau Lando Calrissian yang menjadi komandan Thane saat Rebellion menghancurkan Death Star ver. 2.

Bagaimana dengan Luke Skywalker dan Han Solo? Karena para karakter buku ini tidak ada yang pernah berhadapan langsung atau melihat sosok mereka dengan mata kepala sendiri, status mereka di buku ini hanya "terdengar", dan seringkali malah tokoh buku ini tidak menganggap mereka penting-penting amat. Yah, tapi masih mending sih ketimbang Chewbacca, C3PO atau R2D2 yang keberadaannya tidak relevan dalam konteks buku ini.


5. Ending

Mengapa? Karena realistis.



P.S.
Sudah itu saja dulu ya. Setelah lama vakum menulis review, sepertinya masih belum terbiasa membuat komentar panjang-panjang. Lagipula, kalau komentarnya panjang biasanya aku terpeleset ke ranah spoiler sih.

P.P.S.
Khusus untuk buku ini, sepertinya kalau pembaca review ini sudah tahu jalan cerita Star Wars Original Trilogy, tidak perlu kuspoiler juga sudah tahu siapa yang menang antara pihak Empire dan Rebellion pada Battle of Endor di film Return of the Jedi.














Tuesday, January 28, 2020

2020 First Book Haul!

Pernyataannya:

Ternyata puasa belanja buku nonkomik di bulan Januari 2020 ini hanya bisa bertahan 24 hari.

Pertanyaannya:

Q: Puasa belanja buku? Yang benar?
A: Memang nggak ada niat puasa sih... cuma belum kepingin beli buku nonkomik aja.

Q: Apa alasannya?
A: Kan perpus pribadi sudah overload, jadi kalau bisa jangan tambah buku du--

Q: Lho, kemarin-kemarin masih beli komik di toko buku online, kan?
A: Yang diomongin kan buku nonkomik, kalau komik memang rutin beli mingguan, sekali beli pun paling cuma 4-5 bu--

Q: Yang benar? Terus kemarin beli manga online serial Q.E.D. jilid 1-50 dan C.M.B. jilid 1-38-nya Motohiro Katou itu apa?
A: ... Itu lain, itu proyek BUBU untuk koleksi komik yang dulu dilego maling...

Q: Terus itu komik mau disimpan di mana? Katanya perpustakaan pribadi sudah overload?
A: ...

Kenyataannya:

Entah kenapa belakangan ini aku memang sedang malas saja beli buku nonkomik, baik fiksi maupun nonfiksi. Untuk buku-buku ini aku sudah terbiasa lebih banyak membaca versi ebook di ponsel atau laptop, bahkan punya buku fisik pun yang dibaca seringnya malah versi ebooknya. Sumbernya bisa berasal dari mana saja, baik dari Gramedia Digital Premium, aplikasi ipusnas, ataupun sumber-sumber lain yang tidak bisa kusebutkan di sini. Kunjungan ke pameran dan bazaar buku juga sudah amat sangat kukurangi, IIBF 2019 kemarin saja lewat. Terakhir beli buku fisik nonkomik banyak cuma waktu BBW Jakarta 2019 (itu pun sudah jauh berkurang dibanding tahun-tahun sebelumnya). Alasannya ya itu, ruang perpustakaan pribadi yang terbatas. Mau beli buku baru? Eits, keluarkan dulu dong buku yang sepertinya tidak bakal dibaca (lagi).

Tapi ya itu... Seringnya aturan terbaru itu tidak berlaku sih buat Proyek Beli-Ulang-Baca-Ulang kategori koleksi komik hilang yang ingin kubeli dan kubaca lagi. Padahal lebih makan tempat ketimbang buku fisik. Bah!

Semula kukira bulan Januari ini bisa lewat tanpa sempat membeli buku fisik nonkomik satu pun. Nasib berkata lain. Ceritanya hari Sabtu kemarin pas Imlek, aku akhirnya menonton film di bioskop untuk pertama kalinya di tahun 2020, back-to-back pula: Dolittle/1917/Bad Boys for Life di Cinepolis Plaza Semanggi. Usai nonton film terakhir, aku turun ke basement buat belanja sedikit di Foodmart. Seperti biasa, aku mampir ke lapak Books & Beyond di seberang Foodmart. Biasanya aku menemukan satu-dua buku yang sepertinya menarik. Ternyata kali ini yang menurutku cukup menarik ada lumayan banyak.

Dan hasilnya... eng-ing-eng... ~drum rolls~...

Rekor Book Haul paling sedikit, cuma 10 buku!

Yap, book hoarder kambuhan sepertiku memang susah menahan diri, apalagi kalau menemukan buku yang dijual dengan harga banting. Ada buku ensiklopedi anak-anak dari DK Publishing cuma 70k! Ada buku hardcover Michael Lewis cuma 60k! Ada buku Patrick Ness (sudah baca versi ebook) cuma 40k! Ada buku jilid 0,5 dan 3,5 serial His Dark Materials-nya Philip Pullman (entah kebetulan atau bagaimana pagi sebelum berangkat nonton aku baru baca versi ebook kedua buku ini!) masing-masing cuma 30k! Dan... ada juga buku Lords of the Sith-nya Star Wars yang sudah lama kucari ebooknya tapi belum dapat juga! Duh... semuanya godaan yang tak bisa ditolak. Jadi... pecah deh telor beli buku nonkomik di tanggal 25 Januari 2020. Ya sudahlah, terima nasib dan jalani hidup sesuai motto:


Lebih baik menyesal membeli, daripada 
menyesal tidak membeli



Laporan selesai.



Will My Cat Eat My Eyeballs?

Judul : Will My Cat Eat My Eyeballs? Big Questions from Tiny Mortals About Death

Penulis : Caitlin Doughty

Penerbit : W.W. Norton Company

Tebal : 222 halaman

Penghargaan : Goodreads Choice Award for Science and Technology (2019)

Dibaca tanggal : 25 Januari 2020

Sinopsis :
Best-selling author and mortician Caitlin Doughty answers real questions from kids about death, dead bodies, and decomposition.

Every day, funeral director Caitlin Doughty receives dozens of questions about death. What would happen to an astronaut’s body if it were pushed out of a space shuttle? Do people poop when they die? Can Grandma have a Viking funeral?

In Will My Cat Eat My Eyeballs?, Doughty blends her mortician’s knowledge of the body and the intriguing history behind common misconceptions about corpses to offer factual, hilarious, and candid answers to thirty-five distinctive questions posed by her youngest fans. In her inimitable voice, Doughty details lore and science of what happens to, and inside, our bodies after we die. Why do corpses groan? What causes bodies to turn colors during decomposition? And why do hair and nails appear longer after death? Readers will learn the best soil for mummifying your body, whether you can preserve your best friend’s skull as a keepsake, and what happens when you die on a plane. Beautifully illustrated by Dianné Ruz, Will My Cat Eat My Eyeballs? shows us that death is science and art, and only by asking questions can we begin to embrace it.

Review singkat :

Judul bukunya bikin penasaran.

Itu alasan aku memilih untuk membaca buku ini duluan dalam rangka memenuhi tantangan baca Goodreads Indonesia bulan Januari 2020, padahal ada banyak buku yang mendapatkan penghargaan di tahun 2019. The Institute-nya Stephen King saja kutunda bacanya, bisa jadi kapan-kapan kalau sudah punya buku fisiknya. The Calculating Stars-nya Mary Robinette Kowal juga kutunda bacanya, padahal pemenang Hugo Award 2019 untuk kategori Best Novel.

Buku ini ditujukan bagi future corpses of all ages, jadi aku yang sisa usianya sudah semakin sedikit ini juga termasuk di dalamnya. Namun demikian, pertanyaannya berasal dari anak-anak dan jawaban serta pembahasannya menggunakan bahasa yang ringan dan mudah untuk dipahami anak-anak pula. Humor yang digunakan penulisnya juga asyik, sehingga pembaca tidak akan merasa jijik meskipun pembahasannya kadang-kadang memang menjijikkan secara harfiah. Ini sains gitu loh! Yang dibahas seputar kematian pula! Jadi mayat, darah, organ tubuh, kotoran dan segala macamnya tak mungkin dikecualikan dari pembicaraan.

Karena pertanyaannya berasal dari anak-anak yang rasa ingin tahunya memang besar, kadang-kadang pertanyaan nyeleneh, tapi penulis buku ini bisa menyajikan jawabannya dengan serius tapi santai, dan tetap berdasarkan fakta. Ada banyak pertanyaan lain selain yang dijadikan judul buku ini. Ingin tahu apakah kita masih bisa duduk atau berbicara (atau buang kotoran) setelah mati? Atau kenapa warna tubuh kita berubah setelah mati? Atau apakah orang kembar siam meninggal di waktu yang sama? Apakah kita boleh dikubur bersama hamster peliharaan kita? Atau apakah darah jenazah bisa digunakan untuk transfusi?

Kalau ingin tahu jawabannya, silakan baca buku ini. Recommended, dan di Goodreads kuberi bintang:




Spoiler:
Untuk judul buku ini, jawabannya YA! Terutama kalau kita cuma hidup berdua dengan si kucing peliharaan di tempat terpencil, lalu kita mati mendadak tanpa diketahui orang selama berhari-hari. Karena peran kita sebagai penyedia makanan berakhir, kucing yang kelaparan bisa makan apa saja yang ada di rumah. Termasuk bagian tubuh mayat kita... Ingat, kucing itu adalah predator, yang punya kesamaan DNA sebanyak 95,6% dengan singa.


Buku ini kubaca dan kureview dalam rangka memenuhi Tantangan Baca Goodreads Indonesia Tahun 2020 untuk bulan Januari :


City Hunter ~Rebirth~ Vol. 1

Judul : City Hunter ~Rebirth~ Vol. 1

Penulis : Sakura Nishiki, Hojo Tsukasa

Penerbit : Akasha (m&c!)

Tebal : 180 halaman

Harga : Rp. 36.000,- (Harga asli Rp. 45.000)

Dibeli di : Komik Store (tokopedia)

Diperoleh tanggal : 19 Januari 2020

Dibaca tanggal : 22 Januari 2020

Sinopsis:
Kaori Aoyama adalah seorang karyawati yang masih lajang di usia 40 tahun. Sejak remaja, pria idamannya adalah Ryo Saeba. Suatu hari, Kaori tertabrak kereta yang sedang melaju, namun saat tersadar, Kaori mendapati dirinya kembali ke sosoknya di masa SMA, dan hidup di alam komik “City Hunter” yang sangat disukainya.

Tak ada seorang pun yang bisa dimintai pertolongan oleh Kaori, dan tanpa sadar kakinya melangkah menuju papan pengumuman di Shinjuku. Harapan terakhirnya hanyalah huruf-huruf “XYZ”, kode untuk menghubungi City Hunter.

Di dunia City Hunter, Kaori memulai kehidupannya yang kedua!

Komentar singkat:

Kesimpulan pertama setelah baca buku ini: Ini bukan Rebirth, ini Recycle!

Sebagaimana bisa kita lihat di sinopsisnya, plot komik ini adalah "tokoh utama terlempar ke alam lain", yang dalam hal ini ke alam komik City Hunter. Seperti halnya Kaori Aoyama, aku juga penggemar serial komik City Hunter yang sudah baca sampai khatam berkali-kali, jadi cukup hafal jalan ceritanya. Membaca kisah Kaori yang terjebak menjadi karakter remaja di alam lain (dan lalu memakai nama samaran Saori Saiaonji) ini, jelas serasa membaca ulang komik City Hunter panel per panel, hanya saja ada tambahan karakter Saori, yang kehadirannya bisa jadi membelokkan sedikit jalan cerita tapi tidak mengubah akhir cerita.

Misalnya di jilid pertama ini, Saori sedikit banyak mempengaruhi dan mengubah jalan cerita di episode Miki vs Ryo Saeba demi cinta Umibozu. Sejauh ini, meskipun melenceng sedikit dari cerita asli, tetap saja yang unggul masih Ryo...

Membaca komik ini memang jadi serasa membaca fanfic sih, di mana kita menambahkan karakter original di jalan cerita yang sudah ada. Apakah di jilid-jilid selanjutnya Saori akan merusak cerita asli? Yah, kita tunggu saja nanti perkembangannya.

Sebenarnya, aku berharap dengan adanya Level Comics dan Akasha (yang merupakan imprint Elex Media Komputindo dan m&c! untuk komik khusus dewasa), serial komik City Hunter asli akan diterbitkan di Indonesia. Memang sih komik jadul ini pernah beredar versi tidak resminya (terbitan Rajawali Grafiti), tapi kurasa pasti ada penggemar yang ingin membeli versi terjemahan resminya. Aku misalnya, terutama karena koleksi City Hunter jadulku hilang dilego maling dan sampai sekarang belum beli ulang. Konon (berdasarkan gosip di internet), versi aslinya juga akan diterbitkan oleh Akasha. Well, ini juga kita tunggu saja benar atau tidaknya.

Wednesday, January 1, 2020

2019 Challenges Wrap Up & 2020 Challenges


Selamat Tahun Baru, Gaes...

Untuk postingan kali ini... saya tidak mau banyak beralasan lagi deh tentang menurunnya kemauan menulis apapun di blog ini. Iya, kalau sudah masuk ke golongan Lazy Blogger Stadium IV mau bagaimana lagi. Review Challenges lewat dah.

Singkat cerita, yuk langsung saja ke Laporan Pertanggungjawaban Tahun 2019:

1. Goodreads Reading Challenges


Tercapai dengan Catatan : 1215 di antaranya adalah buku komik, baik komik Amerika terbitan Marvel, DC, Image, Dark Horse atau manga, manhwa, dan segala macam buku komik lainnya. Namun demikian, itu sudah menurun kok dari tahun sebelumnya, karena buku nonkomik yang kubaca tahun ini mencapai 828 dari target 500 buku, naik dari tahun sebelumnya yang cuma 515 buku. Ada peningkatan sedikitlah.


2. New Author Reading Challenge

Tercapai 329 penulis dari target 150. Ini targetnya yang terlalu rendah atau akunya yang sering kepo buat coba-coba baca buku penulis baru sih?


3. Project Baca Buku Cetak

Rak Want-to-Read atau TBR atau timbunan buku fisik di akhir tahun 2019 ini ada 47 buku, turun dari sebelumnya 80-an buku di akhir tahun 2018. Yang cukup menggembirakan adalah aku akhirnya berhasil menyelesaikan buku-buku bantal Stormlight Archives-nya Brandon Sanderson yang jilid 1 dan 2-nya sudah terlantar bertahun-tahun. Yang kurang membanggakan adalah sekitar selusin buku romance yang sudah bertahun-tahun terlantar akhirnya aku hibahkan tanpa sempat kubaca sama sekali.

Yang jelas, angka di bawah 50 ini lumayan melegakan sih...


4. Review Challenge

.....
..........
...............
Wassalam.
Tetap gagal dengan amat sangat mengenaskan.
Cuma ada 3 postingan di blog ini, itu pun ala kadarnya, cuma salinan komentar agak panjang dari review di akun Goodreads, di mana aku sedikit gatal untuk curcol atas buku yang baru dibaca.

Apakah Review Challenge harus kuhapuskan saja?



Lalu, bagaimana dong menyikapi pencapaian tahun 2019 untuk target yang lebih realistis di tahun 2020? Yuk, kita pasang saja.



1. Goodreads Reading Challenges

Sesuai tradisi saja ya, disesuaikan dengan angka tahun.


Aku belum selesai baca satu buku pun sih di tahun 2020 pas menuliskan postingan ini. Sepanjang aku masih doyan baca komik, aku optimis target ini pasti bisa tercapai. Yang jadi pertanyaan, berapa buku nonkomik yang bisa kubaca tahun ini? Apakah target tahun lalu terlalu rendah?

Ya sudah, supaya lebih menantang, target buku nonkomik kunaikkan jadi 750 buku deh.


2. New Author Reading Challenge

Apakah target tahun lalu masih tergolong rendah? Untuk amannya, targetnya kunaikkan jadi 250 penulis baru ya.


3. Project Baca Buku Cetak

Dengan ini dilaporkan bahwa hari ini tidak ada buku timbunan di kamar kosan, yaaay!
Jelas saja karena 47 buku timbunan semuanya ada di perpuspri di Cirebon.

Untuk realistisnya, mudah-mudahan timbunan buku terlantar bisa diturunkan ke angka di bawah 30 buku tahun ini.


4. Review Challenge

Iya, iya... target review ini tetap kupertahankan deh. Minimal 12 review... Setidaknya ada harapan kalau aku mau (baca: tidak malas) mencoba Tantangan Baca Goodreads Indonesia di bawah ini:


Ini... kalau baca bukunya saja sepertinya mudah sih. Yang malas biasanya memang menulis review-nya :)


Terakhir, aku sebenarnya ingin sekali bisa menetapkan resolusi ala Ivan Lanin, yaitu membuat satu tulisan setiap hari (yang bukan kerjaan kantor, tentunya) di tahun 2020. Tapi... buat target yang realistis saja dulu saja ya.

Yuk ah, aku tinggal baca buku lagi...