Monday, May 5, 2014

The Mysterious Affair at Styles

Misteri di Styles (The Mysterious Affair at Styles)Misteri di Styles by Agatha Christie
My rating: 4 of 5 stars

Judul asli: The Mysterious Affair at Styles
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 9789792229097
Halaman: 272 hlm
Cetakan kedelapan: November 2013
Pertama kali kubeli: 18 Juli 1988
Beli ulang: 02 April 2014
Baca ulang: 04 Mei 2014

Dalam Program BUBU (Beli Ulang Baca Ulang) koleksi Agatha Christie, buku ini kuberikan kehormatan menjadi buku pertama yang kubaca ulang. Alasannya sudah jelas: novel ini adalah novel Agatha Christie yang pertama kali diterbitkan, dan yang lebih penting lagi, novel ini adalah novel yang memperkenalkan karakter Hercule Poirot, detektif Belgia yang merupakan karakter favoritku dari seluruh karya Agatha Christie.
Detektif necis dan rapi jali
Dalam gaya penulisan novel detektif pertamanya ini, jelas terlihat bahwa gaya penulisan cerita Agatha Christie dipengaruhi oleh gaya cerita Sir Arthur Conan Doyle, bahkan sampai pada penokohannya. Selain tokoh utamanya yang sama nyentriknya dengan Sherlock Holmes, ada Kapten Arthur Hastings si asisten detektif mantan tentara merangkap narator yang menjadi cerminan Dr. John H. Watson, tak lupa ada Inspektur Japp dari Scotland Yard yang sering dibantu oleh Poirot, seperti halnya Inspektur Lestrade.

Namun demikian, untuk karakternya sendiri jelas Poirot sangat berbeda dengan Sherlock, apalagi kalau kita melihat dari gaya hidupnya. Poirot orangnya sangat rapi, teratur, bahkan menjurus OCD, meskipun tidak selebai Detektif Adrian Monk. Dan karena sudah membawa-bawa Monk, perlu disebutkan mereka juga sama-sama mantan polisi, meskipun alasan pensiunnya berbeda.
Poirot in uniform
Di awal novel ini, Kapten Hastings mendeskripsikan Hercule Poirot sebagai berikut:
Poirot adalah laki-laki kecil yang luar biasa. Tingginya tidak lebih dari satu meter enam puluh, tetapi sangat berwibawa. Kepalanya berbentuk seperti telur, dan selalu miring sedikit ke satu sisi. Kumisnya sangat kaku. Pakaiannya rapi sekali. Aku kira dia akan merasa lebih sakit bila ada setitik debu menempel di bajunya daripada sebutir peluru nyasar di tubuhnya. Tetapi laki-laki yang pernah menjadi anggota kepolisian Belgia yang disegani itu sekarang timpang. Sebagai detektif, bakatnya memang luar biasa. Dia mampu menyelesaikan kasus-kasus paling memusingkan pada masa itu.

Mengapa Poirot si polisi hebat jadi pengangguran dan terdampar di Inggris yang kemudian jadi tempat tinggalnya untuk seterusnya? Perang Dunia I penyebabnya. Karena pendudukan Jerman di Belgia, Poirot menjadi pengungsi di Inggris, dengan bantuan Emily Cavendish, korban pembunuhan di novel ini. Ketika Kapten Hastings yang menjadi tamu di kediaman Mrs. Cavendish meminta bantuannya, Poirot pun menggunakan keahliannya sebagai detektif untuk mengungkap misteri.

Misterinya sederhana. Emily Cavendish, seorang janda kaya, baru menikah lagi dengan laki-laki yang lebih muda. Tak lama kemudian, ia tewas diracun. Siapakah pelakunya? Apakah Alfred Inglethorp, suami barunya? Apakah salah satu dari kedua putra tirinya, John dan Lawrence Cavendish? Apakah Mary Cavendish, menantunya? Atau...

Di novel ini diperlihatkan metode kerja Poirot yang masih bergaya Sherlock, atau kalau ala Pasukan Mau Tahu: "mencari petunjuk". Dengan gaya dan metode detektif konvensional, di TKP ia menemukan dan mengumpulkan petunjuk yang menarik seperti cangkir kopi yang hancur, tas kecil dengan kuncinya, noda di atas lantai, secarik kain berwarna hijau, tetesan lilin di lantai, potongan kertas di perapian, dan lain sebagainya. Tugas berikutnya adalah menjadikan hal-hal yang bagaikan potongan puzzle itu menjadi gambaran yang sempurna.

Karena ternyata Kapten Hastings bukan seorang poker-face, Poirot kerap merahasiakan hasil penyelidikan, deduksi dan rencananya, karena khawatir Hastings akan membocorkannya hanya dari ekspresi wajahnya! Reaksi Hastings atas perilaku Poirot sepanjang novel pun bervariasi karenanya. Dari kasihan karena mengira kemampuan Poirot sudah menurun drastis dari masa jayanya sebagai polisi, sampai jengkel berat karena "dibohongi" Poirot.

Bukan berarti Poirot tidak melemparkan kisi-kisi pada Hastings (dan pembaca), dan kalau pembaca jeli, pasti bisa lebih cepat dan lebih dulu ngeh dibandingkan Hastings yang polos dan lugu.

Oh, ya, sifat Poirot yang menyukai keteraturan yang menjurus OCD juga dideskripsikan di sini. Mulanya waktu Hastings mendapati Poirot memegang-megang (baca: merapikan) benda-benda pajangan di atas perapian, lalu mengagumi kebun begonia yang dibuat sangat simetris dan rapi, hal yang sangat penting bagi Poirot. Dan kalau boleh spoiler, justru OCD-nya Poirot itulah yang memberikan petunjuk final untuk pengungkapan misteri di novel ini!




View all my reviews

No comments:

Post a Comment