Saturday, February 21, 2015

Colin Firth Month

Bulan ini, aku terjangkit penyakit lama yang kukira takkan pernah kambuh lagi: Colin Firth Fever.

Mulanya biasa saja. Sudah lama aku tidak main ke bioskop. Film terakhir yang kutonton di layar lebar adalah The Hobbit: The Battle of the Five Armies. Jadi, ketika tahu film Wachowski bersaudara terbaru, Jupiter Ascending, sudah diputar, aku berencana menontonnya. Alasannya simpel: film yang pantas ditonton di layar lebar adalah film action yang penuh efek khusus. Tapi kemudian, nafsuku untuk menonton film itu lenyap.

Bukan, bukan karena tokoh utama cewek di Jupiter Ascending punya nama yang sama dengan tokoh utama serial Trio Detektif, Jupiter Jones, melainkan gara-gara aku mengecek ratingnya dulu di rottentomatoes dan IMDb, dan ternyata... jelek.

Kadung sudah niat nonton di bioskop, aku pun memilih untuk menonton film yang diputar di studio sebelah: Magic in the Moonlight. Berlawanan dengan prinsip pribadi untuk tidak menonton film drama di bioskop (nggak ada efek khususnya!), aku menontonnya hanya karena dua alasan: genre filmnya rom-com, dan yang main... Colin Firth.

Meskipun awalnya cukup skeptis (beda umur Colin Firth dan Emma Stone jauh banget, bro), ternyata film Woody Allen membuatku puas terpingkal-pingkal karena dialog-dialognya yang kocak dan karakter Stanley-nya Colin Firth yang unik, seperti hasil persilangan antara Mr. Darcy dan Sherlock Holmes.

Duh. Jadi ingin nonton film Colin Firth lagi.

Be careful of what you wish for... karena minggu depannya ternyata Kingsman: The Secret Service ditayangkan, dan... Colin Firth tampil beda! *terus nangis darah karena satu adegan utama Colin Firth yang kutunggu-tunggu dibabat habis oleh LSF* #huh

Duh. Jadi ingin nonton film Colin Firth lagi.

Selanjutnya, jadilah aku menghabiskan waktu luang untuk menonton film-film Colin Firth. Berturut-turut. Terus menerus. Sampai kurang tidur padahal besoknya harus kerja.

Before I Go To Sleep.
The King's Speech.
A Single Man.
Devil's Knot.
Gambit.
Easy Virtue.
The Last Legion.
Girl With A Pearl Earring.
What A Girl Wants.
The Importance of Being Earnest.
Love Actually.
Bridget Jones's Diary: Edge of Reason.
Bridget Jones's Diary.
Pitch Fever.
The English Patient.
Valmont.
Dan.... tentu saja  Pride & Prejudice. Enam episode berturut-turut.

Demam lama kambuh lagi. Cinta Lama Bersemi Kembali. Benar-benar tidak sehat ini! Mana sampai saat ini belum sempat bikin review buku, pula!

Ya sudahlah, mumpung lagi demam, sekalian saja aku membaca biografi Colin Firth! Up close and personal!


Dan hasilnya...



FIVE STARS!!!
Wow, sebagus itukah?

Nggak juga sih. Buat yang mengharapkan buku biografi sungguhan, buku ini bisa bikin turn-off, karena boleh dibilang merupakan hasil kompilasi dari berbagai kutipan-kutipan wawancara Colin Firth dan orang-orang yang mengenalnya dari berbagai sumber.

Tapi buatku tidak masalah, banyak insight yang bisa diperoleh pembaca dari apa yang diucapkan dan tidak diucapkan seseorang. Dan mengetahui sudut pandang orang lain tentang Colin Firth, dari keluarga, guru, rekan profesional, dll benar-benar menarik dan terkadang hilarious.

Bagusnya lagi, setelah lewat masa kanak-kanak dan sekolah, buku ini disusun mengikuti perkembangan karir Colin Firth secara garis lurus, tidak melompat-lompat, sehingga pembaca mendapatkan semacam behind the scene dari proyek apapun yang melibatkan Colin Firth.

Aku memberikan lima bintang karena dengan membaca buku ini aku jadi merasa jauh lebih mengenal karakter Colin Firth di balik semua persona yang pernah diperankannya. Aku terpesona dan kembali jatuh cinta pada Colin Firth sebagai pribadi, bukan hanya karena alasan superficial seperti betapa ganteng dan seksinya dia sebagai Mr. Fitzwilliam Darcy :))

Tapi kalo emang good looking, ya mau gimana lagi coba?
Colin Firth yang kita kenal sekarang adalah archetype dari gentleman dengan aksen Inggris kelas atas yang selalu berpenampilan sempurna ala model cover majalah GQ.
Otomatis, kita beranggapan kalau ia memang dari kalangan atas, atau berdarah biru, sebagaimana karakter-karakter yang pernah diperankannya, seperti Mr. Darcy atau King George VI.

Kenyataannya tidak. Ia berasal dari kalangan menengah biasa, yang takdir dan karirnya melenceng jauh dari sisi akademis keluarganya. Karena semasa kanak-kanak tempat tinggal dan sekolahnya selalu berpindah-pindah, ia harus selalu mengubah aksennya, agar bisa menyesuaikan diri dengan aksen lingkungan baru. Kebutuhan untuk survive itu membuatnya secara tidak langsung menjadi seorang aktor sejak masa kanak-kanak.

Minatnya terhadap akting dan drama telah dimulai sejak remaja, sampai akhirnya ia masuk sekolah drama. Harus diakui, transisinya dari siswa sekolah drama menjadi aktor profesional di usia 23 tahun berlangsung terlalu mulus, diawali dengan panggung teater Another Country karya Julian Mitchell sebagai Guy Bennett. Karakter yang sebelumnya pernah diperankan oleh aktor-aktor muda berbakat Inggris lainnya, seperti Rupert Everett dan Daniel-Day Lewis. Dan wajah Colin Firth muda pun untuk pertama kalinya terpampang pada poster-poster teater yang dipasang di seluruh penjuru London.

Uh, damn his young good looks!
Belakangan, naskah panggung ini diangkat sebagai film layar lebar, dengan Rupert Everett sebagai Guy Bennett dan Colin Firth sebagai Tommy Judd. Dan kisah di balik layar pembuatan film ini memulai rivalitas sengit selama dua puluh tahun antara kedua aktor yang berasal dari latar belakang yang berbeda itu.

Karena tampang matinee idol-nya, mulanya agak sulit bagi Colin Firth untuk mendapatkan peran yang menantang. Tapi untunglah kemampuan aktingnya bisa membuat orang sadar bahwa dia bukan sekedar ganteng. Boleh dibilang, di dunia show biz yang tidak menentu, ia beruntung selalu mendapat pekerjaan. Daftar filmografinya terus bertambah, dan ia merasa cukup sukses dalam karir yang dipilihnya.

Well, ia baru tahu bahwa ternyata ia belum sesukses yang ia kira, begitu miniseri BBC Pride & Prejudice ditayangkan.

Bagi Colin Firth, peran Mr Darcy dari novel karya Jane Austen itu hanya salah satu pekerjaan, yang hampir ditolaknya karena merasa tidak cocok. Ia bekerja untuk miniseri itu selama enam bulan, lalu move on. Ketika penayangan P&P, khususnya bagian wet look di episode 4, melambungkan statusnya sebagai international sex symbol, ia termasuk di antara mereka yang sulit untuk bisa percaya.

Padahal masih pakai baju, lho. Kalau telanjang sesuai skenario aslinya, bakal ngehit apa nggak ya?
Banyak gag yang kocak terkait status baru Colin Firth ini. Setelah dua hubungan seriusnya dengan Meg Tilly (lawan mainnya di Valmont) dan Jennifer Ehle (lawan mainnya di P&P), ia tengah jatuh cinta dan menjalin hubungan dengan Livia, gadis Italia yang ditemuinya di Amerika Selatan dalam proyek miniseri Nostromo, ketika Darcy mania melanda dunia. Mendadak, status Livia sebagai kekasih Colin Firth membuat cemburu jutaan wanita. Tapi, baik keluarga maupun teman Livia di Italia gagal paham bagaimana karakter lelaki Inggris yang dingin, kaku dan selalu menahan emosi itu bisa-bisanya dianggap seksi!

Tapi bagaimanapun, karakter Mr Darcy akan menghantui Colin Firth sepanjang karirnya. Orang sulit percaya bahwa karakter aslinya periang dan ramai, jauh dari karakter Mr Darcy yang pendiam dan lonely wolf. Dan orang juga jadi sulit menerima kalau Colin Firth memilih peran yang karakternya jauh berbeda, seperti peran Paul Asworth (alias Nick Hornby) di film Fever Pitch yang penampilannya berantakan dan tergila-gila dengan klub sepakbola Arsenal sampai memakai celana kolor Arsenal segala.

Adegan seksi spesial bagi penggemar Arsenal 
Peran Mr Darcy bagi Colin Firth sama halnya dengan peran Tony Stark bagi Robert Downey Jr. Tak ada orang lain yang dianggap pantas untuk menggantikannya. Ketika pada tahun 2005 film P&P dirilis, Colin Firth berharap mantel Mr Darcy bisa berpindah kepada Matthew McFadyen. Sayangnya, publik dan penggemar yang membanding-bandingkan keduanya tetap sepakat bahwa Colin Firth-lah Mr Darcy sejati yang takkan pernah dapat tergantikan.

Butuh waktu lima belas tahun bagi Colin untuk bisa menyingkirkan imej Mr Darcy (yang malah semakin kuat setelah ia memerankan karakter Mark Darcy di kedua film Bridget Jones). Ia harus menaklukkannya dengan membuktikan kemampuan aktingnya yang Oscar-worthy di A Single Man dan The King's Speech, untuk membuat publik dan penggemarnya melihatnya apa adanya, bukan sekedar bayang-bayang dari salah satu karakter yang pernah diperankannya.


Catatan pribadi

Well, harus kuakui bahwa aku menjadi penggemar Colin Firth setelah menonton P&P versi miniseri BBC. Itu pun sudah sangat terlambat, baru tiga tahun lalu, tepatnya bulan Februari 2012, yang rekam jejaknya dapat dicek di blog ini.

Padahal, sebelumnya aku sudah menonton sebagian dari film-filmnya, seperti The English Patient, Shakespeare in Love, Bridget Jones I & II, Love Actually, Nanny McPhee, Girl With a Pearl Earring, What A Girl Wants, Mamma Mia, bahkan The King's Speech, tanpa sedikit pun kecenderungan untuk jatuh ke dalam pesonanya.

Tapi karenanya, aku jadi bisa memahami kenapa jutaan wanita langsung jatuh cinta pada Mr Darcy-nya Colin Firth begitu BBC pertama kali menayangkan miniseri P&P.

Namun demikian, dengan membaca buku ini, dan mencoba untuk menonton seluruh karya yang melibatkan Colin Firth yang bisa kudapatkan, aku kembali jatuh cinta pada Colin Firth. Bukan sekedar pada peran Mr Fitzwilliam Darcy dan Mr Mark Darcy yang fenomenal. Bukan sekedar karena his good looks. Tapi karena he's a great actor. Period.

Dan, sudah sepantasnya review ini kuakhiri dengan deklarasi:

"You must allow me to tell you how ardently I admire and love you."


5 comments:

  1. Om ganteeeng.... ahaha saya baru nonton kingsmen aja dan udah klepek2 sama pesona beliau, hahaha. Keren banget kak menelusur jejak hidup dan karir si om ;))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaaa... tetap ganteng meski umurnya sekarang sudah 54 tahun XD

      Delete
    2. This comment has been removed by the author.

      Delete
  2. Halooo kak aku fans beratnya colin juga fans beratt bgtt, ada gak sih fansclubnya colin di indo?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo, sesama penggemar berat!

      *salaman*

      Sayangnya, aku juga nggak tahu ada fansclubnya di Indonesia apa nggak. Kalau mau bikin, aku daftar ya :))

      Delete