My rating: 5 of 5 stars
Waktu sedang iseng-iseng main ke toko buku Kinokuniya Plaza Senayan beberapa minggu yang lalu, aku menemukan buku ini terpajang di bagian Movie-Tie-In. Awalnya aku sempat berharap buku ini adalah versi movie novelization, alias novelisasi dari naskah film Edge of Tomorrow. Lumayan kan, bisa mengintip dulu jalan ceritanya dan membandingkannya dengan versi light novel-nya sebelum filmnya tayang di bioskop. Tapi setelah melihat nama penulisnya masih Hiroshi Sakurazaka, jelas sudah ini masih All You Need Is Kill (AYNIK), hanya judul dan sampulnya yang diganti dengan versi film adaptasinya. Ah, ya sudahlah. Toh aku baru baca ebooknya dan belum punya buku fisiknya. Tentu saja buku ini langsung kubeli.
Meskipun membaca ulang novelnya, aku tidak akan mereviewnya lagi, karena sudah kubahas panjang lebar di sini. Yang akan kubahas justru versi filmnya, yang sudah kutonton minggu lalu. Tujuannya jelas tidak penting: membandingkannya dengan versi originalnya. Ini masih bisa dianggap review buku, kan? #MaksaBangetDeh
Pertama-tama, kucabut pernyataanku di review AYNIK, tepatnya di bagian yang khawatir versi filmnya akan merusak cerita ini. Ternyata tidak sama sekali. Memang sih, tidak seperti versi manga yang begitu setia pada storyline aslinya, perbedaan versi film lumayan banyak, tapi variasinya malah membuat lebih menarik karena lebih... kocak.
Hah? Kocak? Di mananya?
1. The Hero
Apabila semula aku protes dengan casting Tom Cruise yang kuanggap ketuaan, tapi setelah menonton film besutan Doug Liman ini, aku maafkan deh. Meskipun tokoh Bill Cage yang diperankan Tom Cruise ini tampangnya veteran dan pangkatnya mayor, pada kenyataannya ia sama sekali belum pernah terjun ke medan perang, paling-paling ikut wajib militer waktu masih muda. Ia cuma mantan eksekutif perusahaan iklan yang jadi publisis United Defense Force (UDF) yang kerjanya cuap-cuap merayu warga dunia untuk bergabung dengan UDF dan berperang melawan alien. Jadi, boleh dibilang meskipun tidak lagi muda, ia sama rookie-nya dengan Keiji Kiriya. Tapi berbeda dengan Keiji yang sukarela menjadi prajurit garis depan, keberadaan Cage di medan perang jelas super amat terpaksa. Lah, sudah enak-enak dapat jobdesc yang aman dari segala bahaya, mana mau disuruh berada di garis depan? Adegan waktu Cage mendapat perintah untuk berangkat ke medan perang dan usahanya untuk berkelit dengan segala cara benar-benar mengocok perut :)
Hah? Ikutan bertempur? Yang bener aje, Boss!!! |
2. The Heroine
Tidak ada perubahan nama, tetap Rita Vrataski, karena toh karakternya di AYNIK juga memang orang Amerika. Sama kuat dan tangguhnya dengan versi AYNIK, hanya saja lebih tua dan lebih dingin. Karena ia sudah sangat veteran di medan perang (dengan alasan yang sama mengapa Cage akhirnya jadi veteran yang tangguh dalam satu hari!), ia menjadi mentor dan melatih Cage habis-habisan. Rita juga malah berulang kali membunuh Cage dengan pistolnya!
~ It's time to die, Cage... ~ |
3. The Time Loop
Pada AYNIK, kuasa pengulangan waktu ada di pihak alien. Pada Edge, kuasa pengulangan waktu beralih pada Cage ketika ia membunuh Mimic Alpha (Mimic server di AYNIK) pada pertempuran pertamanya, di mana terdapat unsur penting yang mengalir di darahnya. Jadi, apabila Keiji hanya sekarat pun akan tetap mengalami time loop, Cage harus dipastikan benar-benar mati. Bila ia hanya luka parah sehingga kehilangan darah atau mendapatkan transfusi darah, keistimewaannya mengulangi waktu akan kembali ke pihak alien.
4. The Mimics
Di AYNIK, lewat POV orang ketiga di mana penulis adalah dewa maha tahu, pembaca diberitahu maksud dan tujuan Mimics hadir di bumi. Mereka awalnya berupa nanobot kiriman makhluk berintelejensia tinggi di kontelasi Cancer, yang bermaksud men-terraforming bumi agar menjadi sesuai kebutuhan hidup mereka bila kelak bermigrasi ke bumi. Di bumi, nanobot tersebut memasuki endoskeleton bintang laut dan mulai berlipat ganda. Mereka awalnya hanya mesin pengubah lingkungan, bukan mesin perang. Tapi karena usaha terraforming mereka "diganggu" makhluk pribumi, mereka pun berusaha menyingkirkan gangguan dan penghalang itu dengan penuh dedikasi.
Di versi film, karena POV-nya murni dari sisi pribumi yang jelas tak bisa berkomunikasi dengan para pendatang, tidak jelas apa motivasi mereka. Penonton cuma bisa menduga mereka cuma alien yang tak sengaja menclok di bumi dan berusaha memberantas manusia sebagai spesies yang paling dominan. Tidak seperti Mimics AYNIK yang mengandalkan artileri semacam lembing yang dilontarkan dengan kecepatan tinggi, Mimics di versi film mirip serangga raksasa dari logam, yang mengandalkan kaki-banyaknya untuk membantai.
Which one do you like?
5. Battle Gear
Andai exosuit yang dikenakan Tom Cruise dan Emily Blunt seperti Jacket versi novel AYNIK atau versi manga AYNIK!
Jauh lebih keren suit yang ini! |
Untuk penggunaan senjata aku juga lebih suka versi AYNIK. Versi film lebih mengandalkan senjata api yang amunisinya terbatas. Di AYNIK, Keiji pada akhirnya menggunakan battle axe, persis sama dengan yang digunakan Rita, yang jauh lebih efektif untuk menghabisi Mimic ketimbang peluru. Di awal film sempat terlihat Rita menggunakan senjata semacam parang berukuran maxi, tapi belakangan jelas senjata itu jarang digunakan, dan Cage boro-boro tertarik untuk ikut menggunakannya.
Awesome axe! |
Jarang lho, ada film di mana kita bisa tertawa terbahak-bahak saat melihat tokoh utama mati. Berbeda dengan versi AYNIK, di mana kematian Keiji hampir semuanya mati di medan perang, adegan-adegan kematian Cage benar-benar variatif dan hilarious. Selain kematian umum karena dibunuh alien, Cage juga bisa mati karena terlindas truk, misalnya. Tapi di film tidak ada adegan bunuh diri dengan pistol, lho. Yang ada malah mati ditembak Rita, yang lumayan sering. Biasanya karena Cage terluka parah, misalnya kecelakaan saat latihan. Awalnya sih mengejutkan, tapi lama-lama Cage jadi pasrah, dan penonton juga jadi menganggap biasa dan lucu.
7. The Supporting Roles
Hilang sudah cewek-cewek cantik dengan body maut di sekitar Keiji! Di film, "montir" Rita berubah jadi laki-laki. Dan tidak ada koki seksi yang mengajak kencan di hari terakhir sebelum mati, lagi! Versi filmnya gersaaang! Tapi karakter-karakter tambahan di film banyak menambah unsur komedik. Dari Jenderal Brigham, Sersan Farell, dan para anggota Skuad J. Dialog-dialog penuh humor antar para karakter di film ini benar-benar bisa membuat penonton lupa kalau ini film perang yang banyak mengumbar kematian. Karena... well, seperti di manga Dragonball, semua yang mati akan hidup lagi ini, kok!
8. The Ending
Nah, untuk ending rasanya cukup mengecewakan bagi seseorang yang mengharapkan ending yang bittersweet ala AYNIK. Endingnya ala Hollywood banget! Tapi apa boleh buat, lebih pas sih, toh filmnya sudah kadung bernuansa komedi, malah aneh kalau ujung-ujungnya jadi tragedi.
Pada akhirnya, di versi film tidak akan pernah ada pengganti Rita Vrataski yang dikenal publik dengan julukan "Killer Cage". Mengapa demikian? Karena ternyata... ups. Sudah terlalu banyak spoiler kutebar di sini, jadi sudahlah. Untuk tahu endingnya seperti apa, silakan tonton sendiri filmnya :)
Aku lebih suka ending versi AYNIK. Karena perang belum berakhir, dan Keiji lives for another battle.
While I live and breathe, humanity will never fall. I promise you. It may take a dozen years, but I will win this war for you. Even if you won't be here to see it. You were the only person I wanted to protect, and you were gone.View all my reviews
No comments:
Post a Comment