Friday, June 27, 2014

The Adventures of Pinocchio

Petualangan PinocchioPetualangan Pinocchio by Carlo Collodi
My rating: 4 of 5 stars

Review ini ditulis untuk berpartisipasi dalam event BBI di bulan Juni ini:
Tema Fairy Tales
Aku tidak punya alasan khusus memilih buku ini sebagai bahan review, selain karena kebetulan saja punya buku ini. Tapi kemungkinan besar alasan berikutnya karena aku tidak punya persediaan buku dongeng lainnya di timbunanku sih... :)

Setelah membaca buku ini, komentar pertamaku adalah: jangan membaca buku ini sambil mengingat-ingat dan membandingkan jalan ceritanya dengan versi film Disney-nya yang ini ya:

Sekali lagi, jangan dibanding-bandingkan. Atau lebih baik lagi: lupakan saja versi Disney-nya, dan nikmati saja versi original Carlo Collodi ini apa adanya.

Tentu saja, aku memberi saran seperti itu karena terlanjur melakukan kesalahan fatal itu. Dan lebih parahnya, karena aku boro-boro ingat versi kartun Disney-nya, yang lebih nempel malah versi film live action dan kaset sanggar cerita keluaran Indonesianya XD

Di sini pelawak Ateng yang jadi Pinokio-nya
Lagu-lagunya memorable banget dah
Yang tahu dua referensi yang kusebutkan di atas... selamat, Anda termasuk Gen-X. Jangan malu untuk mengakuinya :))

Aku kasih tahu ya, zaman dulu itu hiburan yang bisa membuat anak-anak betah di rumah masih jarang banget. Siaran televisi cuma ada satu channel, dan waktu itu masih lebih banyak iklannya daripada acara anak-anaknya (iya, aku mengalami zaman TVRI putar iklan). Video Betamax dan VHS masih belum in, apalagi konsol game. Beuh, makanya anak-anak waktu itu doyannya main panas-panasan dan hujan-hujanan di luar rumah. Kalau mau anak anteng di rumah, putarkan saja kaset dongeng. Berulang-ulang. Anak-anak tidak bakal bosan, kok. Kalau orang tuanya sih, pasti...

Oke, nostalgia masa kanak-kanaknya sampai sini dulu. Tapi harap maklum ya, kalau referensi cerita Pinokio yang nempel di benakku itu seperti apa... :)

Jadi, langsung saja ke pertanyaan inti: Pinokio versi original itu seperti apa sih? Tidak crispy dan spicy, kan?

Aslinya, tanpa bantuan Peri Biru pun Pinocchio sudah hidup dan bisa berbicara waktu wujudnya masih sepotong kayu. Waktu tukang kayu bernama Mastro Antonio akan menjadikannya kaki meja, si kayu memohon agar jangan dipukul keras-keras, karena ia kesakitan. Waktu diamplas, ia malah cekikikan. Seram banget deh pokoknya kalau kita jadi Antonio. Untunglah pas banget datang temannya Gepetto yang butuh kayu untuk membuat boneka tali yang bisa dibawanya keliling dunia untuk mencari uang (baca: ngamen).

Gepetto pun mulai memotong dan memahat kayu itu menjadi boneka tali. Di sini logika mulai nggak masuk, karena si kayu kali ini diam saja. Duh, dipukul saja kesakitan, gimana kalau dipotong dan dipahat, coba? Huh, pilih kasih banget nih kayu! Mungkin karena tujuan penyiksaannya beda kali ya? Mendingan jadi boneka tali yang bisa bergerak dan bicara ketimbang jadi kaki meja yang bisa bicara. Singkat cerita, jadilah boneka yang kemudian diberi nama Pinocchio oleh Gepetto. Asal tahu saja, asbabunujul dipilihnya nama itu nggak ada keren-kerennya :)

Meskipun si kayu tidak teriak-teriak seperti lagi disembelih, proses pembuatan boneka benar-benar merepotkan Gepetto. Jelas saja karena si kayu hidup, begitu matanya jadi, melotot. Begitu hidungnya jadi, memanjang sendiri. Begitu mulutnya jadi, tertawa mengejek. Begitu tangan jadi, wig Gepetto direbut. Begitu kakinya jadi, hidung Gepetto kena tendang. Pokoknya belum jadi pun sudah durhaka banget nih boneka! Puncaknya, pas sudah jadi dan diajari berjalan, Pinocchio pun kabur dari rumah, dikejar-kejar Gepetto. Karena dianggap melakukan KDRT, Gepetto pun ditangkap polisi dan dijebloskan ke penjara.

Bukannya menyesal, Pinocchio malah senang. Dan waktu pulang ke rumah dinasehati seekor jangkrik yang bisa berbicara, Pinocchio pun membunuh si Jangrik menyebalkan itu dengan lemparan palu yang fantastis. Heh, memangnya cuma Thor yang bisa melempar palu?

Oke, ini baru 4 bab lho. Baru 10% cerita. Sudah kebayang betapa bedanya cerita versi original ini dengan berbagai adaptasi yang diperhalus buat konsumsi anak-anak zaman sekarang? Banyak kisah fantastis di sini, dan untuk menikmati ceritanya yang absurd lebih baik logika kita dibungkus dan dimasukkan saja ke dalam kulkas.

Meskipun boneka kayu yang tidak punya perut, Pinocchio ternyata bisa merasa kelaparan, lantas berusaha menggoreng telur. Sayang waktu telurnya pecah, yang keluar malah anak ayam yang kemudian terbang ke angkasa lewat jendela (buku ini pasti dibuat waktu ayam masih bisa terbang). Begitu sengsaranya Pinocchio, hingga akhirnya Gepetto yang telah dibebaskan polisi menolongnya lagi.

Selanjutnya kita bisa melihat bagian-bagian mana dari cerita asli ini yang dicomot dan dipoles menjadi versi yang kita tahu sekarang. Misalnya bagian:
- berangkat sekolah dan tahu-tahu di tengah jalan menukar buku sekolahnya dengan tiket teater boneka.
- bermain bersama boneka-boneka tali di teater boneka.
- bertransformasi jadi anak keledai.
- dimakan ikan (catat: ikan hiu raksasa, bukan ikan paus)
- kisah heroik membawa Gepetto berenang ke pantai.

Di luar poin-poin cerita di atas, jalan ceritanya berbeda banget. Silakan baca sendiri kalau tidak percaya. Meskipun demikian, garis merah pesan moralnya tetap senada kok.
Anak-anak yang mengasihi dan merawat orangtua mereka yang sudah tua dan sakit, layak mendapat pujian sekalipun mereka mungkin tidak bisa diteladani kepatuhan dan perilaku baiknya.
Itulah kata si Peri Biru sebelum memberikan tubuh manusia bagi jiwa Pinocchio yang terperangkap dalam boneka kayu. Iya, ini bukan cerita tentang kayu yang beralihrupa jadi daging seperti yang kita tahu, karena Pinocchio anak manusia bisa melihat boneka kayu yang sebelumnya merupakan tubuhnya, teronggok di kursi.

Eh, sebentar, kalau dipikir-pikir lagi... apakah kalimat yang kukutip dari si Peri Biru itu cukup tepat ya...?

Berarti orang yang telah berbuat sejahat apapun tetap layak dipuji sepanjang tetap mengasihi dan merawat orang tua masing-masing? Kalau begitu, apakah itu termasuk para penjahat kaliber kakap dan paus, sepanjang masih merawat orang tuanya, meski dengan uang hasil kejahatannya? Peduli amat dengan orang tua orang lain, apalagi anak orang lain. Yang penting baik sama orang tua sendiri kan, ya...? Ya? Ya?

#TerusDikutukPeriBiruJadiBoneka

View all my reviews

6 comments:

  1. LOL...reviewnya lucu :D

    Btw...sy belum pernah nonton satupun film Pinocchio *haduhkemanasajasihsaia*...jadi aman dong ya baca buku ini :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aman, Mbak Ira... :)

      Jalan cerita beda banget nggak akan ngaruh kalau nggak tahu versi lainnya.

      Karakter Pinokionya sih sebelas dua belas. Nakal tapi gampang tertipu ;P

      Delete
  2. Disney emang bikin dongeng2 yang awalnya sadis malah jadi manis. Menjual mimpi juga ya tepatnya :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Namanya juga bisnis, supaya bisa dapat rating GA dari MPAA.

      Kalau dongeng2 versi asli dibuat film, mungkin bukan cuma dapat PG atau PG-13. Bisa-bisa dapat R atau NC-17 :))

      Delete
  3. ya ampuuuun film yang ateng jadi pinokio itu masih melekat erat lhooo di ingatanku sampe sekarang gyahahaha.... disney emang paling demen ngubah dongeng2, dongeng grimm bersaudara juga dirombak abis sama disney XD

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jiyah... Mbak Astrid mengaku Gen-X rupanya... :D

      Delete