Sunday, June 29, 2014

The Mark of Pinter

The Mark - Noktah (Henry Parker, #1)The Mark - Noktah by Jason Pinter
My rating: 4 of 5 stars

Sebelum membaca novel ini, aku sudah pernah membaca novel Jason Pinter lainnya yang juga menampilkan tokoh utama yang sama. Entah kenapa, novel sebelumnya tidak meninggalkan kesan, malah kurating rendah. Kemungkinan besar faktor terjemahannya yang membuat kurang sreg dan malas membacanya.

Karenanya, aku tidak punya ekspektasi apa-apa waktu memungut buku ini dari timbunan buku yang belum terbaca. Tapi ternyata buku ini membuatku terus membacanya tanpa jeda sampai selesai. It's hard to put down, really.

Mengapa?

Mungkin karena tema ceritanya yang ala salah satu film favoritku, The Fugitive. Kisah thriller tentang buronan tak bersalah yang dikejar-kejar dua pihak sekaligus, baik kepolisian maupun gembong kriminal. Dituduh membunuh polisi saja sudah seperti hukuman mati, ditambah dituduh membawa kabur barang incaran gembong kriminal.

Novel ini merupakan novel debut Jason Pinter dan merupakan yang pertama dari seri Henry Parker, jurnalis muda berusia dua puluh empat tahun yang baru saja bekerja di suratkabar New York Gazette. Entah kenapa waktu pertama kali membaca novel ini, profil yang terbayang di benakku untuk si tokoh utama adalah Tobey Maguire. Jelas ini gara-gara nama belakangnya sama dengan Peter Parker, si fotografer muda suratkabar Daily Bugle yang nyambi jadi manusia laba-laba. Baru mulai kerja, bokek, tinggal di apartemen kacrut, mirip lah nasibnya.

Sebagai anak baru, Parker kebagian tugas membosankan, membuat obituary. Sebagai jurnalis muda ambisius yang haus tantangan lebih, dengan senang hati ia menerima tugas tambahan untuk mewawancarai seorang mantan narapidana, Luis Guzman. Di sinilah nasibnya berbalik dengan cepat. Gara-gara rasa bersalah yang menggerogoti pikirannya karena tidak menolong kekasihnya yang dirampok dan dilecehkan orang, Parker muda mencoba menjadi pahlawan kesiangan, berusaha menolong Luis Guzman dari seseorang yang menginterogasinya dengan kekerasan. Dalam pergumulan, orang itu mati tertembak. Belakangan, diketahui bahwa orang itu adalah polisi. Namanya juga tersangka pembunuh polisi, bisa-bisa malah diadili tanpa sidang, sehingga Parker memilih kabur daripada menyerahkan diri. Setidaknya, sampai ia bisa membersihkan namanya. Padahal, ia tidak punya apa-apa dan kenalan yang bisa menolongnya. Padahal, selain polisi, gembong penjahat pun mengirimkan pembunuh bayaran untuk mengejarnya pula.

Yang membuat cerita ini lebih menarik, Parker tidak sekedar kabur. Seperti halnya Dr. Richard Kimble yang mencari pembunuh istrinya dalam pelariannya, Parker juga berusaha mengungkap kebenaran dalam pelariannya. Sesuai teknik jurnalistik dasar, tentunya: 5W 1 H. What, Where, When, Who, Why dan How. Latar belakang misteri yang terkuak, jalinan korupsi antara kepolisian, pemerintahan, dan dunia kriminal cukup relevan dengan dunia nyata sampai saat ini, di sudut manapun di dunia, bukan hanya New York.

Tapi cerita menarik bukan berarti tidak ada uneg-uneg. Selain dari jalan ceritanya yang... err... terlalu banyak kebetulan yang membuat tokoh utamanya bisa beruntung selamat sampai akhir, aku juga kurang sreg dengan paket barang yang jadi sumber masalah dan dicari-cari banyak orang: album foto dan negatif filmnya. Novel ini pertama kali terbit tahun 2007, lho, di mana dunia sudah meninggalkan fotografi analog dan beralih pada fotografi digital. Meskipun ada foto yang diambil dekade sebelumnya, sudah bisa discan dan disimpan dalam versi digital. Iya sih, pada tahun 2007 kapasitas flashdisk-ku masih 256 MB dan harddisk eksternalku masih 50 GB, tapi itu sudah lebih dari cukup untuk menyimpan seabrek foto digital. Ya sudahlah, fotografer terkait di novel ini sudah pasti fotografer katrok yang tidak siap mengikuti perkembangan zaman.

Terakhir, ending novel ini terlalu bagus untuk seorang jurnalis hijau. Menurutku, kisah seperti ini mungkin lebih cocok berdiri sendiri, dan bukan hanya awal dari rangkaian petualangan seorang jurnalis mendadak seleb.

View all my reviews

No comments:

Post a Comment