My rating: 3 of 5 stars
Oke ladies and gents, sesuai janji mari kita lanjutkan stripping membaca dan mereview semua komik Tintin. Ehm, mudah-mudahan aku tidak berhenti di tengah jalan dalam memenuhi janji yang satu ini. Ahem. Jadi mendadak teringat janji mereview tuntas semua novel Dresden Files, yang baru terpenuhi sekian persen gara-gara kehabisan bensin dan keburu terserang penyakit kronis "malas bikin review mendingan waktunya dipakai baca aja".
Sebelum basa-basinya kepanjangan dan aku melantur kemana-mana seperti biasa, mari kita mulai mengomentari buku ini yuk!
1. Cover
Komik Tintin di Congo pertama kali diterbitkan sebagai serial di Le Petit Vingtieme mulai tanggal 5 Juni 1930 selama periode satu tahun. Pada tahun 1931 komik ini pertama kali diterbitkan dalam bentuk buku, masih dalam format hitam putih. Buat yang belum tahu, di Indonesia komik ini diterbitkan pertama kali oleh penerbit Indira, dalam versi awal yang belum direvisi dan diwarnai itu:
Aku juga membeli buku terbitan Indira itu, tapi belum sempat mengecek apakah versi ini ikutan hilang seperti koleksi bundel Tintin lama ataukah masih ada di perpustakaan baru. Alasannya sederhana saja, aku belum punya waktu untuk membuat katalog buku fisik yang selamat (mungkin harus mengambil cuti panjang dengan alasan membereskan perpustakaan? #siap-siap dikepruk atasan).
2. Judul
Melihat cover buku versi Indira dan versi GPU, pasti timbul pertanyaan, untuk nama negara asing dalam bahasa Indonesia sesuai Ejaan Yang Disempurnakan, yang benar Congo atau Kongo, sih? Ini sebenarnya persis pertanyaan untuk judul buku sebelumnya (tapi lupa kubahas), yang benar Sovyet atau Soviet?
Setahuku sih, sesuai EYD yang benar untuk nama negara dalam bahasa Indonesia serapannya menjadi Kongo dan Soviet. Dan konon, pemberian judul pakai Congo dan Sovyet ini karena merujuk ke versi bahasa Prancisnya. Persis seperti Snowy menjadi Milo. CMIIW, ya...
3. Gambar
Kalau mereview versi Indira, sudah pasti kubilang formatnya hitam putih, dengan 6 panel per halaman, dan jumlah halaman yang lebih banyak dua kali lipat. Tapi karena sekarang yang kubaca versi GPU yang sudah hasil revisi dan pewarnaan, kita bahas saja versi terbarunya ini. Dan jelas pada versi terbaru, gambar karakter maupun latarnya sudah bagus dan detail, sehingga aku tidak banyak protes lagi tentang gambar yang seperti sketsa kasar.
Dan setelah membaca buku Michael Farr, aku sudah berniat kalau membaca ulang Tintin tidak akan asal baca lagi tapi juga melihat gambarnya dengan lebih teliti. Maka pada panel pertama halaman pertama saja aku langsung menemukan gambar yang menarik: saat dilepas untuk berangkat ke Kongo (iya, pakai ejaan ini karena ceritanya aku konsisten dengan pendapat pribadi), kita akan menemukan Kwik dan Flupke di antara para wartawan yang meliput keberangkatan si wartawan seleb ini, dan di antara para wartawan itu, ada Herge sendiri lho! Bergeser ke kanan sedikit, kita akan menemukan
4. Cerita
Seperti sebelumnya waktu Tintin akan berangkat meliput ke Soviet, pada petualangan kali ini juga ada pihak yang berusaha dengan sekuat tenaga menggagalkan perjalanannya, dan kalau perlu membunuhnya. Bedanya, alasan kenapa Tintin perlu dilenyapkan baru diketahui belakangan, dan kalau menurut pendapatku alasannya kurang kuat sih kalau dibandingkan Tintin yang diperlakukan bak mata-mata borjuis di negeri komunis. Lagian, perjalanan Tintin ke Kongo ini niatnya cuma jalan-jalan doang kok, terutama berburu binatang liar.
Dalam petualangan Tintin yang kedua ini, Herge memang menunjukkan perilaku kolonial Eropa waktu itu. Herge sendiri mengakui bahwa gambarannya tentang orang-orang Afrika juga berasal dari sudut pandang stereotip yang borjuis dan paternalistik pada saat itu. Hal yang sangat mencolok tampak dari gambarannya tentang acara berburu dan perlakuan Tintin terhadap binatang.
Di mana lagi kita bisa menyaksikan bahwa Tintin bukan penyayang binatang (selain terhadap Milo)? Waktu berburu antelop, karena mengira tembakannya meleset melulu, Tintin sampai membunuh 15 ekor. Dan tentu saja, yang akhirnya dibawa dan dimakan hanya satu ekor (14 ekornya nggak jelas dikubur atau dibiarkan begitu saja). Waktu berusaha menolong Milo dari seekor monyet, Tintin membunuh seekor monyet lain dan langsung mengulitinya (dalam sekejap!), lantas mengenakan kulit tersebut sebagai kostum, untuk menyamar sebagai monyet! Untung waktu berburu singa, singanya bisa ditangkap hidup-hidup, itu pun karena si singa takut pada Milo.
Di sisi lain, aku jadi berpikir sekeren apa sih profesi wartawan waktu itu atau seseleb apakah Tintin? Berbeda dengan pada umumnya wartawan zaman sekarang yang datang tak diundang pulang tak diantar, kedatangan Tintin di Kongo disambut meriah bak sambutan terhadap raja. Yang terngiang saat membaca adegan seperti itu malah lirik lagunya si Boy: "Siapa tak kenal dia?" Koran-koran dari benua lain juga sampai berebut meminta hak ekslusif liputan petualangan Tintin. Hm... kalau saat ini Tintin setara dengan wartawan yang mana, ya?
Untuk sikap kolonial Tintin, di versi berwarna tidak terlalu terlihat, tapi di versi asli tampak pada adegan Tintin mengajar di sekolah misionaris. Di sana Tintin mengajarkan anak-anak Kongo itu tentang negeri mereka: Belgia. Ini sama halnya dengan kalau ada yang mengajari orang-orang Indonesia di masa lalu tentang negeri mereka: Belanda.
Pada versi baru dan berwarna, Tintin cuma menanyai anak-anak itu, siapa yang tahu jawaban 2 + 2, sebelum acara belajar-mengajar itu diganggu kedatangan seekor macan tutul.
5. Akhir kata
Menurut pendapatku pribadi, petualangan Tintin di Kongo terasa sebagai acara liburan Tintin saja, karena tidak jelas sih rencananya apa yang akan dia liput, selain bersafari dan berburu, baik dengan senapan maupun dengan kamera. Penjahatnya juga kurang meyakinkan. Begitu ada yang tertangkap pun, kurang tough, begitu ditanyai baik-baik langsung ember bocor dan memberi tahu siapa tuan besar berinisial A.C. yang menginginkan kematian Tintin. Motivasi si A.C. ini juga tidak meyakinkan, terlalu kegeeran Tintin bakal membongkar rencana besarnya mengendalikan industri berlian di Kongo. Lah, wong Tintin tadinya malah nggak tahu apa-apa kok, ini malah jadi nggak sengaja dapat liputan khusus :D
Tapi mungkin si A.C. yang orang Amerika itu cuma alasan saja buat Herge melanjutkan perjalanan Tintin ke benua berikutnya setelah edisi Afrika ini. Kalau Tintin pernah menonton filmnya Eddie Murphy, mungkin ia akan menyanyi : Oh say can you see, I'm coming to America.
View all my reviews
No comments:
Post a Comment