Tuesday, February 21, 2017

The War of Art

Judul : The War of Art

Subjudul : Break Through the Blocks and Win Your Inner Creative Battles

Penulis : Steven Pressfield

Penerbit : Black Irish Entertainment

Tebal : 190 halaman

Tanggal dibaca : 06 Februari 2017

Verdict :

Review :
Judul buku ini bukan salah ketik. Ini bukan bukunya Sun Tzu yang kesohor berabad-abad itu.

Judul buku ini juga sempat bikin aku salah paham, sih. Mengingat beberapa buku Steven Pressfield yang sudah kumiliki dan kubaca termasuk genre historical fiction, semula kukira buku ini juga setipe, atau minimal historical nonfiction gitu. Mungkin karena belum lama ini aku membaca manga Au Revoir, Sorcier yang membahas perseteruan antara kaum ningrat yang ingin memonopoli seni dengan para seniman jalanan.

Ternyata... perang yang dimaksud pada judul buku ini adalah perang para artis, khususnya penulis, melawan dirinya sendiri, melawan kecenderungan untuk resisten dan suka menunda-nunda.

Bukan cuma buat artis atau penulis, tentunya, karena secara umum buku ini juga dapat dibaca dan dijadikan pedoman buat kita semua, manusia biasa yang punya penyakit bawaan yang sama: malas.

Di halaman awal, Pressfield memberi daftar contoh kegiatan yang pada umumnya menimbulkan resistensi:
1. Memenuhi panggilan jiwa dalam menulis, melukis, bermusik, menari, atau seni kreatif apapun;
2. Membuka usaha, baik yang mencari laba ataupun tidak;
3. Berdiet atau bergaya hidup sehat;
4. Meningkatkan kegiatan spiritual;
5. Setiap aktivitas yang bertujuan mengencangkan otot perut;
6. Setiap kursus atau program yang dirancang untuk mengatasi kebiasaan buruk atau ketagihan;
7. Segala bentuk pendidikan;
8. Setiap tindakan politis, moral atau etis, termasuk keputusan untuk berubah untuk menjadi lebih baik dalam pikiran maupun perbuatan;
9. Melakukan kegiatan yang bertujuan membantu orang lain;
10. Mengambil tindakan yang membutuhkan komitmen: menikah, punya anak, memperbaiki hubungan

Dari daftar di atas, kira-kira mana saja yang menjadi resolusi kita di awal tahun, dan kemudian kita tetapkan sebagai resolusi awal tahun berikutnya?

Perilaku menunda-nunda adalah manifestasi yang paling lazim dari resistensi.

Ada satu quote yang selalu kuamini selama ini, karena... cocok:

Never put off until tomorrow what you can do the day after tomorrow
---Mark Twain

Tidak ada yang lebih asyik daripada menunda-nunda sesuatu yang sebenarnya bisa dikerjakan sekarang (kalau mau), dengan seribu satu alasan yang rasa-rasanya sih valid :P

Kalau yang ditunda sifatnya iseng (seperti menulis review buku ini, misalnya) sih kemungkinan besar tidak apa-apa. Tapi kalau sudah masuk ranah pekerjaan dan profesional, konsekuensinya bisa ke mana-mana deh. Ujung-ujungnya duit. Bisa duit perusahaan, duit orang lain, dan yang lebih gawat lagi: duit sendiri.

Omong-omong, apa sih definisi profesional menurut Pressfield?
1. We show up everyday.
2. We show up no matter what.
3. We stay on the job all day.
4. We are committed over the long haul.
5. The stakes for us are high and real.
6. We accept remuneration for our labor.
7. We do not overidentify with our jobs.
8. We master the technique of our jobs.
9. We have a sense of humor about our jobs.
10. We receive praise or blame in the real world.

Bersikap profesional bagi orang kantoran lebih mudah karena hak dan kewajiban, kedisiplinan, penghargaan dan sanksi sudah diatur jelas dalam peraturan perusahaan. Bersikap profesional bagi seniman relatif lebih berat karena ia sendiri yang harus bisa mengendalikan kedisiplinannya.

Di buku ini, Pressfield memberikan resep dan strategi bagi para profesional di bidang seni (khususnya para penulis seperti dirinya) untuk melawan resistensi dan perilaku menunda-nunda agar tidak berkembang menjadi kebiasaan, karena terlalu banyak godaannya. Sengaja tidak kukutip di sini, karena selain terlalu banyak, tulisan ini hanya dimaksudkan sebagai review singkat, bukan ringkasan buku. Kalau memang ingin tahu lebih jauh, akan lebih baik bila membaca bukunya saja.

Akhir kata, kututup review ini dengan surat dari seniman Sol LeWitt kepada rekannya Eva Hesse, pada tahun 1965:


Just stop thinking, worrying, looking over your shoulder, wondering, doubting, fearing, hurting, hoping for some easy way out, struggling, grasping, confusing, itching, scratching, mumbling, bumbling, grumbling, humbling, stumbling, numbling, rambling, gambling, tumbling, scumbling, scrambling, hitching, hatching, bitching, moaning, groaning, honing, boning, horse-shitting, hair-splitting, nit-picking, piss-trickling, nose sticking, ass-gouging, eyeball-poking, finger-pointing, alleyway-sneaking, long waiting, small stepping, evil-eyeing, back-scratching, searching, perching, besmirching, grinding, grinding, grinding away at yourself. Stop it and just DO.


Serta kata-kata bijak dari Yoda kepada Luke Skywalker:

Do. Or Not Do. There Is No Try.


Self Improvement and Self-Help

1 comment:

  1. Ahhh iya banget deh tuuuh... menunda memang kebiasaan yang sangat mendarah daging hahaha.. apalagi kalo yg berhubungan sama perubahan: diet, olahraga dll. emang harusnya langsung aja cusss ga usah mikir2 kalau mau melakukan sesuatu hihi

    ReplyDelete