My rating: 3 of 5 stars
Sinopsis:
A chilling ghost story, wrought with tantalising ambiguity, Henry James's The Turn of the Screw is edited with an introduction and notes by David Bromwich in Penguin Classics. In what Henry James called a 'trap for the unwary', The Turn of the Screw tells of a nameless young governess sent to a country house to take charge of two orphans, Miles and Flora. Unsettled by a dark foreboding of menace within the house, she soon comes to believe that something malevolent is stalking the children in her care. But is the threat to her young charges really a malign and ghostly presence or something else entirely?
Andai saja Colin Firth tidak ambil bagian dalam versi film yang diproduksi ITV pada tahun 1999,
entah kapan aku bakal membaca buku karya Henry James ini. Padahal, sebagai salah satu buku yang tercantum dalam "1001 Books You Must Read Before You Die", buku ini sudah termasuk dalam RBB, alias Rencana Baca Buku, meskipun tidak jelas kapan pelaksanaannya.
Review :
Cerita ini bertutur dari sudut pandang seorang gadis muda berusia dua puluh tahun, yang menjawab iklan dari seorang pria muda bujangan dan kaya raya (selanjutnya disebut saja sebagai si Master) di London. Si Master ini membutuhkan governess untuk mengasuh kedua keponakan yang telah yatim piatu, dan ia bersedia membayar sangat mahal untuk itu. Syarat utamanya: si governess tidak boleh sekali-kali menghubunginya untuk alasan apapun. Semua urusan keuangan akan dilakukan melalui pengacara. Pokoknya si Master bebas dari tanggung jawab mengurus para keponakannya.
Setelah berpikir panjang (dan mungkin juga karena terpesona pada manisnya bujuk rayu si Master yang memang tampan menawan), si gadis muda bersedia menjadi governess. Ia pun berangkat ke rumah si Master di pedesaan, dan mendapati dirinya bukan saja menjadi pengasuh bagi anak lelaki bernama Miles dan adik perempuannya yang bernama Flora, tapi juga membawahi seluruh pengurus dan pelayan rumah tangga di sana.
Namun, ternyata tugasnya tidak mudah. Ia mendapatkan surat dari kepala sekolah Miles, kalau anak itu dikeluarkan dari sekolah. Sulit dipercaya karena kedua anak yang diasuhnya bukan hanya pintar tapi juga menawan. Ia mengalami kesulitan untuk menanyakan duduk permasalahannya pada si bocah, dan tidak bisa pula meminta bantuan dari pamannya yang tidak mau tahu. Tapi masalah terbesarnya dimulai ketika ia melihat penampakan seorang pria dan seorang wanita. Mereka tidak bisa dilihat oleh para penghuni rumah yang lain, tapi kemungkinan besar bisa dilihat oleh Miles dan Flora.
Dari deskripsinya tentang kedua sosok yang dilihatnya kepada pengurus rumah tangga, Mrs Grose, ia mengetahui bahwa kedua orang itu adalah Mr. Quint, mantan valet si Master, dan Miss Jessel, governess sebelumnya. Kalau gosip bisa dipercaya, mereka berdua punya hubungan khusus. Tapi yang lebih parah, informasi bahwa mereka berdua sudah meninggal dunia.
Kemunculan Mr. Quint dan Miss Jessel yang makin sering terjadi membuat si governess panik, apalagi mereka tidak peduli pada kehadirannya dan sepertinya lebih berminat pada Miles dan Flora. Apa maksud kemunculan mereka? Apakah hanya bermaksud mengganggu saja? Atau membawa anak-anak ke sisi mereka?
Kalau kita percaya pada penuturan si governess bahwa ia bisa melihat hantu, maka cerita ini bisa digolongkan sebagai cerita horor. Kurang apa coba? Penampakan hantu-hantu di tempat dan waktu yang salah? Anak-anak yang tampaknya juga bisa melihat dan mengenali para hantu dan bisa-bisa terbawa ke dunia lain?
Tapi kalau kita skeptis pada hal gaib dan supranatural, maka cerita ini bisa jadi kita anggap cuma omong kosong dan karangan si governess belaka. Lho, tapi untuk apa juga ia berbohong? Banyak alasan untuk itu. Bisa jadi si governess cuma mau mencari perhatian. Meskipun sudah terikat janji dengan si Master untuk tidak menghubunginya dengan cara apapun, tapi bisa lain ceritanya kalau terjadi hal luar biasa yang tidak bisa diabaikan oleh si paman yang egois.
Dan bukan tidak mungkin kalau semua cerita itu cuma delusi dari si governess yang ternyata sinting, karena ia melihat hal-hal yang sebenarnya tidak ada. Kemungkinan ini cukup besar, kalau kita memperhatikan perubahan sikap para penghuni rumah, termasuk anak-anak, kepada si governess.
Henry James tidak memberikan konklusi jelas tentang apa yang sebenarnya inti cerita ini, dan membebaskan pembaca untuk membuat interpretasi sendiri. Apalagi cerita ini dibuat sebagai cerita seseorang tentang dari temannya, yang ternyata teman si governess, alias sudah mulut kesekian.
Versi film TV tahun 1999 boleh dibilang cukup setia pada jalan cerita novelnya. Tapi karena penonton diberi kesempatan untuk melihat penampakan makhluk-makhluk tak diundang yang kadang muncul di siang bolong, diiringi musik yang juga mencekam, secara otomatis penonton tergiring menahbiskan cerita ini memang cerita horor.
Poster filmnya sendiri sungguh sangat misleading. Colin Firth cuma muncul beberapa menit, di awal film, karena ia berperan sebagai si Master super egois, yang menggunakan ke-charming-an dan rayuan mautnya agar si nona muda polos mau menjadi governess bagi kedua keponakannya, dan ia sendiri bisa terbebas dari tanggung jawab.
Castingnya pas sih, karena si Master dideskripsikan seperti ini dalam novel:
One could easily fix his type; it never, happily, dies out. He was handsome and bold and pleasant, offhand and gay and kind. He struck her, inevitably, as gallant and splendid, but what took her most of all and gave her the courage she afterward showed was that he put the whole thing to her as a kind of favor, an obligation he should gratefully incur. She conceived him as rich, but as fearfully extravagant-- saw him all in a glow of high fashion, of good looks, of expensive habits, of charming ways with women.
Kalau dimintai tolong dengan tatapan seperti itu sih... |
No comments:
Post a Comment