Tuesday, March 17, 2015

A Thousand Acres

A Thousand AcresA Thousand Acres by Jane Smiley
My rating: 3 of 5 stars

Sinopsis:
When Larry Cook, the aging patriarch of a rich, thriving farm in Iowa, decides to retire, he offers his land to his three daughters. For Ginny and Rose, who live on the farm with their husbands, the gift makes sense--a reward for years of hard work, a challenge to make the farm even more successful. But the youngest, Caroline, a Des Moines lawyer, flatly rejects the idea, and in anger her father cuts her out--setting off an explosive series of events that will leave none of them unchanged. A classic story of contemporary American life, A Thousand Acres strikes at the very heart of what it means to be a father, a daughter, a family.

Review:
Buku yang memenangkan Pulitzer Prize for Fiction pada tahun 1992 ini terkadang disebut sebagai modernisasi dari King Lear yang bersetting di sebuah pertanian di Iowa, Amerika Serikat. Dan jalan ceritanya, setidaknya sebagian besar, memang mirip dengan King Lear, apalagi keluarga Cook, yang menjadi sentral cerita memang terdiri dari satu orang ayah, Larry Cook, dan tiga orang anak perempuannya, Ginny, Rose dan Caroline.

Bertutur dari sudut pandang Ginny, putri tertua dari Keluarga Cook, kisahnya sendiri dimulai dengan pesta kecil Harold Clark, tetangga mereka, yang menyambut kembalinya anak pertamanya, Jess Clark, yang tidak diketahui keberadaannya selama 13 tahun. Konon pada usia 17 tahun, Jess ikut wajib militer, namun setelah beberapa bulan nama Jess pantang disebut-sebut lagi di keluarga Clark.

Ginny telah lama menikah dengan Ty, meskipun tidak dikaruniai anak karena selalu mengalami keguguran, namun tak urung ia tetap senang bertemu kembali dengan Jess, yang notabene lebih muda darinya itu. Dari deskripsinya tentang Jess, yang memang good-looking, dan memiliki gaya yang berbeda dengan para lelaki petani di sekeliling Ginny, kita tahu bahwa Ginny, diakui atau tidak, merasa tertarik kepada Jess.

Pada pesta homecoming Jess itulah, Larry Cook memutuskan untuk menjadikan pertaniannya semacam perusahaan dan membagi pengelolaannya kepada para putrinya. Keputusan itu merupakan kabar gembira bagi Ginny dan Rose, yang bersama suami mereka memang terlibat dalam pertanian sang ayah. Namun Caroline, satu-satunya putri yang punya profesi sendiri sebagai pengacara sehingga tidak terlibat langsung, mempertanyakan keputusan itu. Akibatnya, Larry Cook malah langsung mencoretnya dari semua dokumen terkait sehingga tak punya hak lagi atas tanah keluarga Cook.

Masalah mulai dimulai ketika sikap Larry Cook kemudian berubah. Mungkin awalnya post power syndrome setelah pengelolaan tanah dialihkan pada kedua putri dan menantunya. Ia merasa kehilangan kekuasaan dan diabaikan. Belakangan ia malah merasa Ginny dan Rose serta kedua menantunya telah merebut tanahnya, dan akhirnya meminta bantuan pada Caroline untuk menuntut mereka ke pengadilan! Ia lupa bahwa ia sendiri yang telah menyerahkan segalanya, dengan dokumen hukum yang lengkap! Apakah ia sudah gila, atau sebenarnya sudah pikun?

Di luar masalah tanah, sebenarnya masih ada masalah lain yang akhirnya terungkap antara Larry dan kedua putrinya, yang selama ini dirahasiakan oleh Ginny dan Rose. Bahwa Larry, waktu mereka masih kanak-kanak dan remaja, telah melakukan perundungan seksual kepada mereka. Rahasia lama ini menjadi bom waktu antara hubungan ayah-anak dan juga hubungan antara istri-suami. Rose, yang lebih banyak terekspos dibandingkan Ginny yang sudah melupakan perbuatan ayahnya, apalagi dibandingkan Caroline yang rupanya tak pernah mengalami, merasakan bahwa sudah waktunya ia melawan ayahnya. Terutama apabila sang ayah malah mengajukan tuntutan hukum untuk hal yang sebenarnya merupakan keputusannya sendiri.

Selain bermasalah dengan sang ayah, Ginny dan Rose juga sebenarnya punya masalah dengan Ty dan Ted, suami mereka. Hubungan mereka sebenarnya tidak sebaik yang tampak di permukaan. Ty sudah lama tidak menyentuh istrinya, karena khawatir istrinya akan hamil dan keguguran lagi. Ted tidak mau melihat istrinya tanpa pakaian, karena tidak mau melihat payudaranya yang telah diangkat karena kanker. Kehadiran Jess yang ganteng dan penuh perhatian, lambat laun membuat Ginny tergoda untuk berselingkuh dengannya. Mana ia tahu, bahwa di saat yang sama, Rose juga tergoda dan jatuh ke pelukan Jess?

Sebenarnya, Jane Smiley membuat novel ini jauh lebih kompleks ketimbang King Lear. Temanya tidak hanya berkisar tentang perebutan harta dan kekuasaan, tapi juga mengolah sisi psikologis para korban perundungan seksual, dan akibatnya pada hubungan mereka dengan pelakunya, atau hubungan mereka dengan para suami yang terkena imbasnya. Belum lagi Smiley juga menambahkan plot sampingan tentang hubungan Jess Clark dengan ayahnya, Harold Clark, yang ternyata punya misi tersembunyi saat mengundang sang anak hilang kembali ke keluarganya. Benang kusut keluarga Cook dan keluarga Clark yang dikisahkan di sini diceritakan apa adanya, dan sebagai pembaca, kita tak perlu berharap ada happy ending untuk semua cerita.

Movie adaptation:
Dirilis pada tahun 1997, film yang disutradarai oleh Jocelyn Moorhouse ini dibintangi oleh Jessica Lange sebagai Ginny Cook, Michelle Pfeiffer sebagai Rose Cook, dan Jennifer Jason-Leigh sebagai Caroline Cook.


Colin Firth sendiri di sini hanya supporting cast, menjadi Jess Clark yang tampan menawan dan menggoda kakak beradik Cook. Jangan-jangan kalau Caroline Cook tidak tinggal di kota lain, bisa-bisa terkena rayuannya juga.



Bagiku film drama ini terasa datar-datar saja, kurang daya ledaknya. Affair Jess Clark dengan Ginny maupun Rose terasa kurang meyakinkan. Kalau Ginny dan Rose tertarik kepada Jess ya wajar saja karena Jess memang keren dan charming. Tapi apa yang membuat Jess meniduri kedua wanita Cook yang tampak lelah dan sudah melewati masa primanya? Motivasinya tidak jelas, kecuali karena aji mumpung, tidak ada kerjaan, atau memang dasar kucing garong yang tidak akan menolak kalau ditawari ikan asin.

Lebih parah lagi, versi film yang bisa kudapatkan ternyata audio-nya dubbing bahasa Italia. Untung saja ada teks bahasa Inggrisnya. Tapi jadinya kita bisa mendapat gambaran seperti apa kalau Colin Firth sedang bercakap-cakap dengan bahasa Italia...


View all my reviews

No comments:

Post a Comment