Friday, October 9, 2015

The Martian

Minggu lalu aku melanggar aturan main yang kubuat untukku sendiri: kalau ada buku yang diadaptasi menjadi film, baca bukunya dulu baru nonton filmnya.

Aku sudah tahu bahwa novel Andy Weir, Goodreads Choice 2014 Winner untuk kategori Science Fiction, dibuat versi filmnya dengan sutradara Ridley Scott dan pemeran utama Matt Damon. Karena itu, jauh-jauh hari menyimpan ebook-nya di gadget untuk persiapan sebelum menonton filmnya. Tapi... saat waktunya semakin dekat, kebetulan penyakit malas baca novel sedang datang melanda.

Ya sudahlah. Aku tonton filmnya saja dulu. Toh, siapa tahu, kalau filmnya benar-benar bagus aku bakal termotivasi untuk membaca sumber aslinya.

Dan ternyata... aku suka banget. So... here I am.

Plot utamanya novel / film The Martian adalah seperti ini:

Six days ago, astronaut Mark Watney became one of the first people to walk on Mars. Now, he's sure he'll be the first person to die there. After a dust storm nearly kills him & forces his crew to evacuate while thinking him dead, Mark finds himself stranded & completely alone with no way to even signal Earth that he’s alive—& even if he could get word out, his supplies would be gone long before a rescue could arrive. Chances are, though, he won't have time to starve to death. The damaged machinery, unforgiving environment or plain-old "human error" are much more likely to kill him first. But Mark isn't ready to give up yet. Drawing on his ingenuity, his engineering skills—& a relentless, dogged refusal to quit—he steadfastly confronts one seemingly insurmountable obstacle after the next. Will his resourcefulness be enough to overcome the impossible odds against him?

Kesan pertama: ceritanya persilangan antara Apollo 13 dan Cast Away!

Dua-duanya Tom Hanks ya...

1. Apanya yang mirip Apollo 13?

Begitu mulai membaca novelnya, Mark Watney mengungkapkan program Ares, misi manusia ke Mars, seperti ini:
The Ares 1 crew did their thing and came back heroes. They got the parades and fame and love of the world.
Ares 2 did the same thing, in a different location on Mars. They got a firm handshake and a hot cup of coffee when they got home.
Ares 3. Well. That was my mission.
Mark Watney anggota misi ketiga, di mana pendaratan manusia di Mars bukan hal yang baru. Sama halnya dengan misi Apollo 13 yang diikuti Jim Lovell, Fred Haise dan Jack Swigart. Setelah Apollo 11 berhasil mendaratkan manusia di bulan, misi-misi berikutnya sudah dianggap sebagai rutinitas biasa dan tak akan jadi berita.

Misi rutin biasa baru menjadi berita, apabila terjadi hal-hal yang luar biasa, terutama bencana yang mengancam jiwa, seperti yang terjadi pada misi Apollo 13 ketika pesawatnya rusak sebelum bisa mendarat di bulan. Atau Ares 3, ketika salah satu astronotnya yang dikira telah tewas dalam badai pasir ternyata masih hidup dan terdampar di Mars.

Hal lain yang mirip Apollo 13 juga dalam hal komunikasi antara Mark Watney dengan kru di bumi, yang dengan menggunakan peralatan yang sama dengan yang dimiliki Mark, berusaha meng-upgrade hardware atau software peralatan di Mars secara jarak jauh. Adegan seperti ini memang salah satu favoritku dari film Apollo 13, seperti yang digambarkan komik xkcd di bawah ini:

Sumber: xkcd.com

Yup. The Martian is for people who wish the whole movie had just been more of that scene. The people like me.

Tentu saja, lebih banyak perbedaan daripada persamaan antara Apollo 13 dengan The Martian. Perbedaan utama tentu saja... Apollo 13 berdasarkan kisah nyata. Sedangkan The Martian... well, aku turut berduka cita bagi mereka yang mengira novel / film The Martian diangkat dari kisah nyata.

Perbedaan lainnya, waktu yang dimiliki Jim Lovell cs untuk bertahan hidup terlalu singkat, sehingga tingkat urgensi krisisnya lebih terasa. Mark Watney memiliki waktu yang jauh lebih lama, sehingga ia memiliki cukup waktu untuk memikirkan solusi bagi masalahnya. Malah, kalau diperlukan, ia akan mencoba untuk bertahan hidup selama 4 tahun sampai misi Ares 4 tiba.

2. Apanya yang mirip Cast Away?

Duh.

Sudah jelas, kan? Cast Away di Mars! Tanpa Wilson!


Okay, kembali ke review bukunya (dan secara tidak langsung, review filmnya juga).

Aku suka banget filmnya. Tapi ternyata, aku jauh lebih suka bukunya. Tapi untunglah aku menonton filmnya lebih dulu, karena kalau tidak, sepanjang film aku bisa-bisa terus membanding-bandingkan dengan bukunya (seperti biasa) dan nantinya malah kurang menikmati dan mengapresiasi filmnya. Toh dengan menonton filmnya lebih dulu, aku lebih bisa berimajinasi secara visual saat membaca novelnya, baik untuk setting maupun karakternya. Dan iya, aku tahu kok masing-masing media punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Dengan membaca bukunya, aku jadi jauh lebih paham penjelasan teknis yang disampaikan lebih ringan di versi film. Novel ini termasuk genre hard sci-fi, di mana penekanan lebih banyak pada sisi science-nya, dan bukan fiksinya. Justru karena Mark Watney astronot dengan keahlian di bidang botani dan teknik mesin (dan di bidang kimia juga ternyata), ia bisa bertahan hidup. Membaca jalan pikiran dan penjelasan Mark tentang semua teori yang dipraktekkannya untuk mengatasi semua masalah yang tidak ada habisnya, benar-benar mengasyikkan. Dalam versi film, versi science-nya terasa lebih ringan dan sedikit ketimbang bukunya.

Versi bukunya juga lebih lucu dari filmnya.

Seperti yang dijelaskan psikolog misi Ares 3, selain cerdas dan problem solver, karakter Mark Watney dijelaskan sebagai berikut :
He's a good natured man. Usually cheerful, with a great sense of humor. He's quick with a joke. In the months leading up to launch, the crew was put through a grueling training schedule. They all showed sign of stress and moodiness. Mark was no exception, but the way he showed it was to crack more jokes and get everyone laughing.
Dan itulah tepatnya yang dilakukan Mark sepanjang buku. Mark selalu memandang persoalan dari sisi positifnya, dan selalu menemukan hal lucu dari segala macam cobaan yang dialaminya. Termasuk dalam hal... menikmati koleksi disko Komandan Lewis. Atau menikmati hidangan kentang. Every single day. Iyaaa, itu sarkasme.

Dalam buku pun kita akan mendapati masalah dan tantangan yang dihadapi Mark sehari-hari dalam bertahan hidup di Mars lebih banyak ketimbang apa yang ada dalam versi film, sehingga mau tak mau aku merasa lebih kagum pada Mark versi buku, karena ia memiliki kesempatan lebih banyak untuk menunjukkan problem solving-nya (yang kadang-kadang dilakukan dengan melawan perintah NASA). Di sisi lain, versi film panjangnya 140 menit. Kalau mau mengalihkan semua yang ada di buku ke versi film, bisa-bisa pantat jadi panas dan rata gara-gara kelamaan duduk.


In space, no one can hear you scream... like a little girl.

PS. Kutipan yang terakhir itu bukan tagline film Alien-nya Ridley Scott. Bukan pula tagline film The Martian-nya Ridley Scott, yang bunyinya cuma Bring Him Home. Tapi kalau kau sudah baca bukunya, pasti tahu kutipan itu berasal dari adegan yang mana.

5 comments:

  1. Reviewnya menarik banget mbak Threez!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Baca bukunya dan tonton filmnya, Bang!

      Highly recommended!

      Delete
  2. Bah, yang quote terakhir...I know what you mean Mba Treez :))

    ReplyDelete
  3. udah nonton filmnya dan jadi pingin baca novelnya, iya biasanya baca novelnya dulu baru nonton. filmnya kereeennn :)

    ReplyDelete