Autobiografi Saya by Alex Ferguson
My rating: 5 of 5 stars
Hah? Lima bintang? Nggak salah nih? Bukannya buku ini boleh dibilang lebih mendekati kumpulan kenangan, opini, dan curcol Sir Alex Ferguson ketimbang sebuah buku autobiografi?
Yah, mau bagaimana lagi. Pemberian rating dariku untuk buku ini memang luar biasa bias sih, karena aku memang penggemar Fergie. Dan tentunya pemerhati dan penggemar Manchester United selama di bawah binaan beliau. Okelah, tidak benar-benar sejak beliau pertama kali bertahta di MU, karena waktu itu masa-masanya aku masih menggemari AC Milan dengan trio Belandanya. MU baru menarik perhatianku setelah Liga Inggris beralihrupa menjadi FA Premier League. Iya, baru pada tahun 1992-93. Iya, baru setelah MU akhirnya menjadi juara setelah tujuh tahun ditangani Fergie.
Seperti pendapatku di atas, buku ini penuh kenangan, opini, dan curhat Fergie tentang berbagai macam topik. Urutannya suka-suka, dan tidak lengkap karena terasa baru dimulai sejak Fergie batal pensiun dua belas tahun yang lalu. Mungkin untuk melengkapinya, aku perlu mencari dan membaca buku biografi Fergie sebelumnya, Managing My Life.
Mengapa kubilang urutannya suka-suka? Dari daftar isinya saja sudah kelihatan. Fergie tidak membagi curcolnya dalam topik-topik utama. Setelah bicara tentang masa lalu di Glasgow sebagai pengelola pub, pengelola para pemain di St Mirren dan Aberdeen, tiba-tiba cerita tentang waktu ia batal pensiun tahun 2002, terus loncat cerita tentang Beckham, Rio, Ronaldo, dan Keane, sebelum melipir ke hobi, lantas loncat lagi ke topik tentang pelatih klub lain yang jadi saingan utama...
Tapi santai saja, tak usah dipikirkan. Anggap saja kita berada di ruang keluarga, dan mendengarkan ayah atau kakek kita bercerita mengenang masa lalu. Lompat-lompat. Mengulang-ulang semua kenangan yang berkesan. Memuji sekaligus mengkritik mantan anak buah atau saingan. Opini satu arah spesial dari sudut pandang beliau. Tentu saja selalu ada alasan kuat mengapa ia memburu dan merekrut para pemain spesial meskipun di kemudian hari ia membiarkan pemain-pemain bintang meninggalkan MU (terus terang aku sependapat dengan beliau dalam hal itu, meskipun dulu termasuk yang menyesali keputusannya).
Untuk pemain favorit MU, kebanyakan seleraku sama dengan Fergie. All-time favoritku sampai saat ini masih tetap Peter Schmeichel dan Ole Gunnar Solksjaer. Waktu Schmeichel pindah dan MU terpaksa gonta-ganti kiper memang merupakan masa-masa yang sulit, bak high quality jomblo tidak juga ketemu jodoh. Untung akhirnya ada van der Sar.
Selain membicarakan para pemain bola MU, para pelatih dan tim lawan, Fergie juga bicara blak-blakan tentang media (yang selalu asal kutip demi headline yang heboh, seperti biasa), wasit, dan ini yang aku suka... psikologi. Dari cara memperlakukan para pemain binaannya sampai psywar (dari yang sengaja sampai tak sengaja) dan cara menakut-nakuti tim lawan hanya dengan mengetuk-ngetuk jam tangannya menjelang permainan berakhir.
Buat yang biasa membaca apa yang dikatakan media yang mengikuti seluruh gerak-gerik Fergie sepuluh tahun terakhir, mungkin isi buku ini tidak ada yang baru. Tapi minimal, buku ini bercerita dari sudut pandang Fergie yang bisa jadi sama atau malah sangat bertolak belakang dengan apa yang dikabarkan media, termasuk hubungannya dengan para pemain MU dan para pelatih lawan. Mau percaya versi yang mana, dikembalikan saja pada pembaca.
Sebenarnya dalam buku terjemahan ini banyak typo bertebaran yang sedikit mengganggu kenikmatan baca. Tapi kumaafkan sajalah, toh bukan salahnya Fergie :)
View all my reviews
No comments:
Post a Comment