Thursday, August 7, 2014

American Gangster

American GangsterAmerican Gangster by Max Allan Collins
My rating: 4 of 5 stars

"What matters in business is honesty, integrity, hard work and loyalty."

Kalimat tersebut tidak janggal apabila diucapkan seorang CEO yang menekankan kode etik dan core values perusahaannya. Tapi di novel ini, kalimat itu diucapkan seorang druglord kingpin.

Buku ini merupakan novelisasi dari naskah film American Gangster yang ditulis oleh Steven Zaillian. Filmnya sendiri, yang rilis tahun 2007, disutradarai oleh Ridley Scott.
Omong-omong, aku lebih suka versi poster yang ini ketimbang yang dipasang di cover novel. Alasannya simpel saja, cover buku yang hanya menampilkan satu orang dapat menipu pembaca yang bisa saja mengira tokoh utamanya adalah karakter yang diperankan Denzel Washington. Pada kenyataannya, film/novel ini berkisah tentang head-to-head antara Frank Lucas, si druglord kingpin, dengan Richie Roberts, polisi/anggota skuad anti narkotik federal, yang diperankan oleh Russell Crowe, dengan porsi yang seimbang. Fotonya yang kontras menunjukkan sisi hitam putih secara literal, baik dari ras karakternya maupun posisinya masing-masing sebagai penjahat dan penegak hukum.

Kembali ke kutipan core values di awal review ini, pada kenyataannya, baik Frank Lucas maupun Richie Roberts memegang teguh kode etik yang sama, meskipun keduanya berseberangan dari sisi hukum.   

Pada awal tahun 1970-an, Frank Lucas semula seorang supir/ajudan/tangan kanan dari salah seorang bos kriminal kulit hitam, Bumpy Johnson. Tapi ketika bosnya mendadak meninggal, ia membangun kekuasaannya sendiri. Sadar bahwa usaha mengumpulkan "uang perlindungan" akan punah seiring perkembangan zaman, ia beralih ke usaha yang paling menguntungkan: menjual narkoba. Lalu ia menemukan cara untuk mengambil keuntungan yang lebih besar: memotong distribusi dengan membeli barang dari sumbernya: Segitiga Emas, dengan memanfaatkan tentara kulit hitam untuk menyelundupkan heroin murni dari Thailand ke AS. Dengan kualitas produk yang dua kali lebih baik dan harga yang dua kali lebih murah, dengan cepat ia menguasai pasar, mematikan para pesaing, dan memonopoli perdagangan heroin di New York dan New Jersey.
The Lucas Bros
Di sisi lain, ada seorang polisi langka bernama Richie Roberts. Saking bersihnya, ketika dalam pengintaian menemukan uang haram kriminal hampir satu juta dolar, ia malah melaporkannya ke kantor sebagai barang bukti. Padahal kalau dikantongi diam-diam pun, tak bakal ada yang tahu, dan sudah lumrah kalau polisi mengambil uang haram sebagai penghasilan tambahan.
"How much?"
"Nine hundred and eighty thousand."
"What happened to the rest?"
"Not funny."
Malah, ada pameo bahwa apabila ada polisi yang berani melaporkan uang haram sebagai barang bukti, diyakini takkan segan-segan melaporkan rekan sesama polisi yang memakan uang haram. Well, mengingat Roberts langsung jadi pariah di kantor gara-gara tindakannya, bisa disimpulkan kalau rekan-rekannya seperti apa. Untungnya, dengan semakin merajalelanya narkoba di AS, pemerintah federal membentuk Biro Anti Narkoba, dan Roberts pun terpilih untuk mengepalai skuad yang beroperasi di Newark, New Jersey. Roberts diperkenankan memilih sendiri anggota tim yang diyakininya sebagai polisi bersih, yang motivasinya menegakkan hukum, bukan mencari uang seseran. Semacam tim The Untouchables-nya Eliot Ness di era Al Capone. 

Pada awalnya dunia Frank Lucas dan Richie Roberts tidak bersinggungan, apalagi pusat operasi Lucas di New York, di luar yurisdiksi Roberts. Belum lagi mulanya Roberts berkonsentrasi pada keluarga mafia Italia yang lebih dulu tenar di dunia narkoba. Tapi lama-lama, Roberts mencium adanya pemain baru yang belum ada dalam daftarnya. Dan pada akhirnya Lucas masuk ke dalam radarnya karena para gembong mafia Italia tampak memberikan penghormatan kepadanya di pertandingan tinju Muhammad Ali vs Joe Frazier. Tapi, mungkin juga gara-gara penampilan Lucas yang terlalu mencolok buat seorang kulit hitam tak dikenal:
Frank Lucas asli, dengan fedora dan coat chinchilla seharga 50 ribu dolar
Frank Lucas ber-fedora dan coat chinchilla versi Denzel Washington
Setelah penyelidikan lebih lanjut, Roberts pun akhirnya menyadari bahwa posisi Lucas lebih tinggi daripada para don lama, karena ia telah menjadi pemasok utama mereka. Dan karena Biro Anti Narkoba difokuskan untuk tangkapan besar, maka Lucas pun ditetapkan sebagai sasaran utama.

Film dengan dua tokoh utama "setara" dalam hal kode etik tidak lengkap tanpa tokoh dengan kode etik yang berlawanan. Mewakili kubu yang dibenci baik oleh Lucas maupun Roberts adalah tokoh Detektif Reno Trupo, anggota Special Investigation Unit atau SIU, yang dijuluki Princes of the City, yang ditakuti para penjahat di New York. Trupo dan rekan-rekannya kerap menggunakan dalih razia untuk menyita uang dan narkoba dari para pemasok dan pengedar, dengan uang dikantongi sendiri dan narkobanya dijual lagi. Buat orang-orang seperti Trupo, para pemasok dan pengedar narkoba bukan untuk ditangkap dan dipenjara, tapi dijadikan sapi perahan...
Who's the bad guy here?
Ketika Richie Roberts berhasil meringkus Frank Lucas, sang kingpin harus mengakui bahwa polisi yang satu ini tidak bisa dibeli. Dan akhirnya, malah Lucas yang ditawari keringanan hukuman dengan syarat memberitahu Roberts polisi mana saja yang disuap dan dibayar oleh Lucas. Target Roberts kali ini bukan para pemain besar di dunia narkoba, tapi para polisi korup.
"Hell, I remember them all, every damn name, every ugly face. That's not the problem."
"What is?"
"You ain't got jails big enough."

Terlepas dari kenyataan bahwa kisah film/novel tentang Lucas/Roberts ini di-Hollywood-isasi banget dan terasa too good to be true, kisah ini diangkat dari kisah nyata. Namun demikian, Richie Roberts sendiri memang menyatakan beberapa hal yang tidak sesuai kenyataan, misalnya dalam film dikisahkan konsentrasinya terpecah oleh urusan hak asuh anak dengan mantan istri, padahal ia tidak punya anak. Atau bahwa ia seorang playboy yang gonta-ganti cewek bahkan ketika masih menikah. Konon ia digambarkan demikian supaya karakternya tidak terlalu bersih dan punya kekurangan. Tapi mungkin juga sih, dibuat begitu supaya Russell Crowe punya beberapa adegan olahranjang... :P Di sisi lain, karakter Frank Lucas sendiri konon tidak secerdas dan se-elegan yang ditampilkan Denzel Washington.

Dan seperti diceritakan di akhir film/novel, hubungan Roberts/Lucas tidak hanya sampai kerja sama dalam pembersihan kepolisian dari korupsi, tapi juga berlanjut menjadi persahabatan. Belakangan Roberts mengundurkan diri jabatannya dan menjadi pengacara pro bono, dan salah satu  klien pertamanya adalah Lucas. Roberts berhasil membebaskan Lucas setelah lima belas tahun penjara, dari hukuman awal tujuh puluh tahun.
The Real Frank Lucas/Richie Roberts
The Fake Richie Roberts/Frank Lucas
Kelihatan sama akrab dan hepinya, ya? Dan terakhir, sebagai tambahan, aku sengaja ingin memasang foto Russell Crowe favoritku dari film ini. Senyumnya adorable buanget soalnya :))


View all my reviews

No comments:

Post a Comment