Friday, July 25, 2014

Before I Go To Sleep

Before I Go To SleepBefore I Go To Sleep by S.J. Watson
My rating: 4 of 5 stars

Kalau bicara tentang sakit, mungkin kita langsung berpikir tentang penyakit badaniah. Dan kalau bicara tentang sick-lit, mungkin juga kita langsung teringat pada novel-novel yang tokoh utamanya menderita penyakit berat mematikan dan tinggal selangkah lagi dari liang kubur. Karena mencoba tidak terjebak dalam pola pikir mainstream itulah aku memilih novel yang satu ini untuk berpartisipasi pada event:
Tema Sick-lit
Baiklah, untuk mempersingkat waktu, kita simak saja bincang-bincang ringan antara Tanya (T) dan Jawab (J) tentang novel debut S.J. Watson ini.

T: Memangnya di sini tokoh utamanya sakit apa sih?

J: Amnesia.

T: Klise banget itu mah. Itu kan sering dipakai di sinetron, opera sabun, telenovela... Tokoh utamanya amnesia sebentar untuk seru-seruan aja, terus ingat lagi semuanya pas kepalanya kejedot tembok atau gimana, gitu...

J: Di dunia nyata, amnesia karena trauma bisa jadi membuat tokoh utamanya kehilangan sebagian besar dari memori otaknya secara permanen. Yah, boleh dibilang seperti bad sector dari hard disk yang nggak bisa diperbaiki lagi.

T: Oke deh kalau begitu... jadi tokoh utama ini memang amnesia, tapi bukan yang tipe yang bangun-bangun terus bertanya Who am I? terus berkelana mencari jati diri?

J: Benar sekali, di sini tokoh utamanya, Christine, kehilangan sebagian besar memori otaknya, karena begitu terbangun, ia merasa masih berumur 20-an, masih muda dan lajang, padahal pada kenyataannya sudah berusia 47 tahun. Ia tidak tahu berada di mana, dan tidak lagi kenal suami yang sudah dinikahinya selama puluhan ta--

T: Stop! Ah, ini mirip film itu tuh... yang diangkat dari kisah nyata itu... yang jadi suaminya Channing Tatum itu, kan?

J: Oh... film The Vow maksudnya?

T: Iya, iya. Film itu. Ah, udah ketebak nih jalan ceritanya. Ini pasti cerita si Christine dan suaminya berusaha tetap bersama, meskipun si Christine ini tidak ingat sama sekali sama suaminya...

J: Ehm. Kalau omong-omong tentang film, mungkin plot novel ini kombinasi antara film The Vow dengan film 50 First Dates, sih...

T: Say what? Itu kan film tentang cewek yang punya short term memory loss dan bikin si cowoknya berusaha ngajak kencan setiap hari karena besoknya si cewek sudah lupa siapa dia? Jadi si Christine ini...

J: Iya. Selain kehilangan memori, otak Christine juga kehilangan kemampuan untuk menyimpan memori baru. Ibarat hard disk yang rusaknya bukan cuma karena bad sector saja, tapi juga nggak bisa nge-save lagi. Jadi, setiap kali tidur, otak Christine reset lagi ke memori paling akhirnya, yang umurnya masih 20 tahunan masih lajang itu...

T: Hence the title, ya... Duh, kasian amat suaminya. Ini mah berarti jadi kerjaan rutin tiap hari, harus ngasih tahu si istri tiap hari ya, kalau mereka sudah lama nikah, kalau dia sudah tidak muda lagi, and so on... Terus, before she goes to sleep, dia harus ngapain dong? Berdoa supaya besok masih ingat?

J: Jadi begini..., pada suatu hari Christine didekati oleh Dr. Nash, seorang dokter yang mencoba meneliti dan menyembuhkannya. Dan dalam upaya terapi ini si dokter menyarankan agar Christine membuat jurnal harian, semacam memori tertulis, sehingga Christine bisa mengetahui apa yang dialaminya hari-hari sebelumnya. Setiap pagi si dokter menelepon supaya Christine membaca jurnal yang diisi dan disimpan di lemari sebelum tidur.

T: Begitu... Terus?

J: Jadi novel yang kita baca ini bentuknya model jurnal atau diary. Kita membaca apa yang dibaca dan ditulis Christine dari hari ke hari.

T: Kedengarannya membosankan ya. Kan pasti setiap hari sama begitu. Christine bangun, tidak ingat siapa dirinya, diingatkan oleh suaminya, diingatkan sama dokternya. Begitu terus...

J: Ini bukan novel drama biasa lho. Ini novel thriller.

T: Lho? Bagaimana bisa?

J: Jadi, Christine ini belum lama menulis jurnal, karena belum lama berhubungan dengan si dokter. Jadi sebelumnya mungkin Christine percaya-percaya saja pada Ben, suami yang ditemuinya setiap kali bangun pagi. Tapi setelah membuat jurnal, ia mendapati kalau omongan dan penjelasan Ben tidak konsisten setiap kali ia bertanya tentang masa lalunya. Misalnya, bagaimana mereka bertemu dan menikah. Apa yang membuatnya amnesia. Apakah mereka punya anak. Mengapa foto-foto mereka tidak banyak. Dan lain-lain. Ia mendapati Ben membohonginya.

T: Lah, mungkin suaminya juga capek kali, kalau ceritanya sama terus dari waktu ke waktu? Lumayan buat variasi, daripada  bosan cerita yang itu-itu saja? Atau memang sengaja berbohong supaya Christine tidak sedih, begitu?

J: Hm... sebenarnya pendapat si Christine ini juga berubah-ubah sih tentang kebohongan suaminya, meskipun di halaman depan jurnal ia menulis "DON'T TRUST BEN". Tapi...

T: Tapi apa?

J: Dari jurnal hariannya kita sebagai pembaca bisa mencoba menebak-nebak, apakah si Ben ini memang suami penyabar dan penyayang sebagaimana yang kelihatan, dan si Christine ini cuma paranoid saja, atau ada hal lain yang ia sembunyikan? Apalagi Christine pernah bangun-bangun mukanya memar... Biar dibilangin kecelakaan juga, mungkin saja dia dipukul suaminya, kan? Jangan-jangan bukannya penyabar dan penyayang, si suami malah pelaku KDRT? Jangan-jangan kecelakaan yang membuat Christine amnesia juga sebenarnya...

T: Terus? Terus?

J: Ada plot twistnya tentu saja. Terungkap di halaman-halaman terakhir jurnalnya. Tapi tidak bakal kukasih tahu di sini lah.

T: Yah... Kok gitu, sih?

J: Baca novelnya sendiri saja ya...

Bincang-bincang pun selesai.

View all my reviews

4 comments:

  1. hahahaha reviewnya suksessss bikin aku penasaraaan XD endingnya gimana niiih.....kapan2 cari buku ini ah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku dapat buku ini di obralan Peri+ kemarin. Tapi kalau ebooknya sudah lama banget ngunduhnya, nggak sempat aja bacanya.

      Delete
  2. endingnya gak bikin sakit kepala kan? pengin baca. :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Buku ini semacam thriller-detective-sick-lit, tapi nggak bikin pusing kok.

      Mau ebooknya?

      Delete