Friday, May 25, 2012

9 Naga Panjangnya Bukan Kepalang...

Nine DragonsNine Dragons by Michael Connelly
My rating: 3 of 5 stars

Wow! Novel adaptasi film karya Michael Connelly, dari film Indonesia yang rilis tahun 2006 pula!

Fauzi Baadilla dan puser tanpa sensor


Sorry, just kidding. Meski novel ini terbit tahun 2009, bukan berarti terinspirasi film di atas, apalagi adaptasinya. Judul novel seri detektif Harry Bosch yang ke-14 ini (aku belum pernah baca jilid 1 sampai 13-nya, tapi nggak ngaruh kok) mengacu pada salah satu kawasan di Hongkong, Kowloon. Konon menurut legenda, waktu Mongolia menyerbu daratan tengah, seorang kaisar yang masih muda kabur ke wilayah Hongkong. Ia melihat delapan puncak gunung dan ingin menyebut tempat itu Delapan Naga. Tapi salah seorang pengawalnya mengingatkan bahwa kaisar adalah naga juga. Akhirnya tempat itu pun dinamai Sembilan Naga alias Kowloon.

Lantas, apa hubungannya detektif dari LA ini dengan Kowloon?

Harry Bosch hidup terpisah dengan anak perempuan dan mantan istrinya, yang tinggal di Hongkong. Suatu hari, ia mendapatkan kasus pembunuhan pemilik toko minuman keras yang diusut oleh Bosch. Hasil penyelidikan menunjukkan kemungkinan pembunuhan tersebut berkaitan dengan Triad, yang memungut uang keamanan secara rutin dari si pemilik toko. Waktu Bosch dan rekannya menangkap orang yang diduga keras terlibat pembunuhan itu, ia mendapat telepon ancaman untuk mundur dari kasus, kalau tidak mau menerima konsekuensinya. Ancaman itu dilengkapi dengan kiriman video penculikan anak perempuannya di Hongkong. Dan Bosch hanya punya waktu satu hari lebih untuk menemukan anaknya di rimba belantara Kowloon sebelum si tersangka bisa melenggang bebas karena kurangnya bukti...

Um, meski cerita dan latar belakangnya beda... kenapa malah teringat film Taken-nya Liam Neeson, ya? Hidup terpisah dengan anak perempuan dan mantan istri. Check. Anak perempuannya diculik penjahat. Check. Sang ayah bergerak di luar hukum untuk menemukan kembali sang anak. Check. Jadi... nggak salah, kan, kalau selama baca novel ini membayangkan Harry Bosch seperti Liam Neeson?

Tapi ternyata salah, saudara-saudara. Konon Michael Connelly mendeskripsikan Harry Bosch seperti ini :
tanpa jarum suntik, tentunya...


 Hm... Bosch = House = Holmes = detektif. Yah... cocok saja sih.

View all my reviews

Sunday, May 13, 2012

Henry and Henry

Beatrice and VirgilBeatrice and Virgil by Yann Martel
My rating: 4 of 5 stars


Pada mulanya adalah sepotong naskah drama dengan dialog antara dua karakter yang membahas buah pir, yang membuatku terpikat dan terdorong pergi ke supermarket untuk membeli buah pir, lantas membandingkan tekstur dan rasanya dengan deskripsi imajinatif dalam potongan naskah itu.

Potongan naskah itu pula yang membawa Henry, penulis novel yang menjadi narator buku ini, bertemu dengan laki-laki tua bernama Henry, seorang taxidermist (apa istilah Indonesianya untuk orang yang ahli dalam teknik pengawetan binatang?) yang nyaris menghabiskan seumur hidupnya untuk menyusun naskah drama tersebut, tapi sepertinya mengalami writer's block, sehingga perlu meminta tolong kepada Henry si novelis untuk membantunya.

Naskah drama yang dari awal sampai akhir menampilkan dialog antara seekor keledai dan monyet ini dengan lokasi yang tak pernah beranjak ke mana-mana, diungkap sepotong demi sepotong, dan lambat-laun menyingkap upaya penyucian dosa dari seseorang yang digerogoti masa lalu yang kelam pada masa Perang Dunia II.

Novel ditutup oleh tulisan Henry si novelis mengenai permainan teka-teki yang sedianya dibahas oleh si keledai dan monyet dalam naskah drama yang akhirnya terbakar dalam kobaran api. Permainan yang melontarkan pertanyaan-pertanyaan akan tindakan apa yang kita pilih dalam kondisi antara hidup atau mati, atau apa yang kita pilih antara ingatan atas penderitaan atau melupakan segalanya.

View all my reviews

Thursday, May 3, 2012

Time Goes On

The Story of L'Arc~en~Ciel - 4 Colours in a RainbowThe Story of L'Arc~en~Ciel - 4 Colours in a Rainbow by Rama Wibi
My rating: 3 of 5 stars


Sebagai mantan penggila anime yang sudah tobat, tentu saja perkenalan pertamaku dengan Laruku melalui media soundtrack anime. Lagu pertama yang membuatku terpikat adalah Blurry Eyes-nya DNA2, lalu Fourth Avenue Cafe dan Niji-nya Rurouni Kenshin. Rasa penasaran membuatku akhirnya menemukan Laruku di penghujung 1990-an, lantas tergila-gila dengan musiknya.



Sebagaimana layaknya penggemar, aku pun mengumpulkan semua album yang mereka rilis, serta mencari semua berita baik di media cetak maupun internet yang bisa kudapatkan. Kalau mengenang masa lalu, entah sudah berapa ribu kilometer yang kutempuh di atas sepeda motor kesayanganku dengan musik Laruku menemani di telinga (selang-seling dengan GNR, Bon Jovi, Ken Hirai, Frank Sinatra...). Untung nggak pernah sampai nabrak, sih. Dan gara-gara aku sering menyetel musik Laruku keras-keras, lama-lama kakakku ketularan, dan akhirnya keponakanku juga ikutan tergila-gila :D

Tapi seiring berlalunya waktu, meskipun masih tetap menikmati musiknya, dan kadang-kadang masih mengikuti perkembangannya, ketika akhirnya Laruku jadi manggung di Jakarta, aku sudah sampai pada kondisi tidak tergiur sama sekali untuk membeli tiket dan menonton konsernya! Kondisinya pasti berbeda kalau saja Laruku mau mampir ke Indonesia beberapa tahun yang lalu...

Makanya Rabu tanggal 2 Mei 2012 kemarin, waktu para Cielers lain berbondong-bondong menonton konsernya, aku malah cukup membeli buku aji mumpung ini saja. Lumayanlah, meski banyak typo. Sayang, isinya biasa saja. Malah lebih lengkap dan menarik penyajian buklet-buklet Laruku dari majalah Animonster yang dulu kukumpulkan (tapi sekarang entah ada di mana, hiks!). Tapi mengingat belakangan ini buku-buku band korea terbit bagai jamur di musim hujan, kehadiran buku khusus Laruku cukuplah jadi pelipur bagi para Cieler.

Time Goes On, My Dear, but Still I'm With You.

View all my reviews