Monday, September 29, 2014

Sia Tiauw Eng Hiong

Sia Tiauw Eng Hiong (Pendekar Pemanah Rajawali) Vol. 1Sia Tiauw Eng Hiong (Pendekar Pemanah Rajawali) Vol. 1 by Jin Yong
My rating: 5 of 5 stars

Perkenalan pertamaku dengan cerita Sia Tiauw Eng Hiong (selanjutnya kita sebut saja STEH) karya Chin Yung ini terjadi waktu aku masih SD, melalui media kaset video Betamax rentalan. Serial TVB Hongkong tahun 1983 yang kuikuti waktu itu tokoh utamanya diperankan oleh Felix Wong Yat Wa sebagai Kwee Ceng dan Barbara Yung Mei Ling sebagai Oey Yong. Serial teve ini sukses membuatku jadi penggemar cerita silat, meskipun belum pernah membaca buku cerita silat apapun sebelumnya. Dan tentunya membuat orang tua bersedia mensubsidi ongkos rental video secara mingguan demi hiburan anak-anak. Mungkin pertimbangannya, mendingan anak-anak anteng di rumah nonton video silat, ketimbang kelayapan di luar rumah nggak ketahuan juntrungannya.

Buku cerita silat yang pertama kubaca waktu SD adalah cersil Kho Ping Hoo. Baru setelah SMP, aku menemukan taman bacaan yang menyewakan cersil Chin Yung. Beginilah penampakan buku cersil STEH yang kusewa waktu itu:

Jadul banget ya. Buku stensilannya yang sampai 67 jilid itu hasil terjemahan O.K.T (Oey Kim Tiang), yang menurut pendapatku paling bagus dibandingkan hasil saduran lainnya. Ternyata penerbit GPU juga berpendapat sama, sehingga menerbitkan STEH terjemahan O.K.T. ini pada waktu aku sudah kuliah. Namun meskipun belasan tahun sudah berlalu, foto-foto yang dijadikan sampul oleh GPU tetap versi Wong Yat Wa-Barbara Ling. Tahu saja kalau target pasar lebih ngeh dengan serial TV jadul itu ketimbang versi yang lebih baru. Tentunya aku membeli dan mengoleksi 19 jilid terbitan GPU ini. Sayang, koleksinya sempat raib dan sekarang harus kubeli ulang dengan harga yang ngajak bokek T.T

Oke, karena cerita aslinyanya panjang, reviewnya kali ini kubuat singkat saja :

1. Tema cerita
Sangat khas cersil: balas dendam.

Tersebutlah sepasang pendekar suku Han keturunan 108 Pendekar dari cerita Batas Air, Kwee Siauw Thian dan Yo Tiat Sim, yang menjadi korban siasat seorang pangeran dari Kerajaan Kim, Wanyen Lieh, hanya gara-gara si pangeran jatuh nafsu pada istri Yo Tiat Sim. Pada saat itu, Nyonya Kwee dan Nyonya Yo dalam keadaan hamil, dan permainan nasib membuat anak-anak mereka lahir di luar Kerajaan Song: Kwee Ceng lahir di gurun pasir Mongolia, Yo Kang lahir di istana pangeran Negara Kim.

Karena nasib (dan taruhan) pula sahabat kedua pendekar, imam Khu Chi Kee menjadi guru silat pertama Yo Kang, sedangkan Kwee Ceng menjadi murid dari tujuh orang aneh Kang Lam (enam sih sebenarnya, karena yang seorang gugur sebelum sempat mengajarinya). Rencananya, apabila keturunan Pendekar Yo dan Kwee sudah dewasa dan mewarisi ilmu dari guru masing-masing, mereka akan bertanding silat untuk menuntaskan rasa penasaran dan kesalahpahaman, lalu selanjutnya bersama-sama membalaskan dendam ayah mereka.

2. MacGuffin
Cerita silat tidak lengkap tanpa MacGuffin, alias plot device dalam bentuk barang yang jadi rebutan semua orang. Kalau Infinity Gem jadi MacGuffin dalam film-film superhero Marvel, dalam cerita silat biasanya senjata pusaka atau kitab silat. Di STEH, yang jadi idaman semua orang adalah kitab Kiu-im Cin-keng , karena konon barangsiapa yang bisa menguasai ilmu silat yang ada di dalamnya maka ia akan merajai rimba persilatan.

3. Tokoh Sakti
Tokoh sakti mandraguna wajib ada di dalam cerita silat. Di STEH diwakili oleh lima orang paling sakti di rimba persilatan. Dari Dewa Tengah, Pengemis Utara, Sesat Timur, Kaisar Selatan, dan Racun Barat, dengan kesaktian dan kelebihan ilmu silat yang berbeda-beda. Mana yang lebih kuat? Lweekang atau Gwakang? It-yang-ci atau Hang-liong Sip-pat-ciang? Konon kalau masing-masing pendekar sudah mencapai puncak ilmunya, cuma tipis bedanya.

Entah kenapa, penokohan berdasarkan mata angin ini lazim ditemukan di cerita silat, terutama yang empat mata angin. Meskipun ada kungfu bernama Delapan Mata Angin (Pat-kwa-kun atau Baji-Quan), tapi jarang tokoh sakti dalam satu cerita silat sampai terdiri dari delapan orang, termasuk yang mewakili Timur Laut, Barat Laut, Barat Daya dan Tenggara. Kebanyakan barangkali. 

4. From Hero To Zero 
Kwee Ceng, tokoh utama STEH digambarkan luar biasa dungunya, sampai membuat guru-guru pertamanya sempat putus asa. Sebenarnya Kwee Ceng tidak bego-bego amat sih, tapi kalau dibandingkan dengan kekasihnya Oey Yong, atau dua tokoh utama trilogi Chin Yung lain, Yo Ko apalagi Thio Bu Ki, jelas Kwee Ceng butuh waktu lama untuk mempelajari suatu ilmu silat sampai bisa. Tapi, konon kesuksesan itu 1% bakat dan 99% kerja keras. Kwee Ceng sukses karena mau bekerja keras dan... kebetulan bernasib baik.

5. Faktor Kebetulan
Faktor kebetulan sangat berpengaruh terhadap jalan hidup dan kesuksesan Kwee Ceng. Kebetulan ia bisa menjadi pengikut Jenghis Khan, kebetulan bertemu Kang-lam Cit-hiap, kebetulan bertemu dengan Oey Yong dan membuatnya jatuh cinta dalam kesempatan pertama, kebetulan belajar silat dari Ang Cit Kong, kebetulan mengantongi Kiu-im Cin-keng, kebetulan bersaudara angkat dengan Ciu Pek Thong...

Euh... daripada disebut kebetulan, sepertinya lebih pas kalau Chin Yung memang sengaja memberkahi Kwee Ceng dengan banyak keberuntungan. Mungkin untuk mengimbangi karakternya yang lugu-lugu bego.

6. Kepahlawanan
Di buku ini, kepahlawanan yang ditekankan Chin Yung bukan hanya sifat-sifat pendekar (hiap) melainkan juga pembela tanah air (enghiong). Selain berbakti pada orang tua (dalam bentuk membalaskan dendam), guru, dan sesama, yang paling penting adalah berbakti kepada negara. Dalam hal ini, Kwee Ceng berbakti pada negara suku Han saat itu, Kerajaan Song, hanya karena ia berdarah suku Han. Tak peduli ia dilahirkan dan dibesarkan di Mongolia, bahkan menjadi panglima perang dan calon menantu Jenghis Khan, ia tetap memperjuangkan agar Kerajaan Song tidak jatuh ke tangan Kerajaan Kim, bahkan ke tangan Mongolia.  

Dalam hal ini, sikap dan pendirian Kwee Ceng yang sangat dipuja-puji sebagai enghiong ini dikontraskan dengan sikap dan pendirian Yo Kang, yang dilahirkan dan dibesarkan di Kerajaan Kim, sebagai anak pangeran Wanyen Lieh. Meskipun belakangan Yo Kang tahu asal usulnya sebagai keturunan suku Han, ia tetap membela Kerajaan Kim. Sikap yang diambilnya membuatnya dicaci dan dicap sebagai pengkhianat oleh para pendekar dunia persilatan (yang bersuku Han, tentu saja).

Pada masa negara bangsa didasarkan pada kesukuan, pendirian Yo Kang memang dianggap nyeleneh. Tapi pada masa modern, di mana kewarganegaraan seseorang bisa didasarkan tempat ia dilahirkan, apakah Yo Kang akan tetap dianggap pengkhianat? 

Dalam konsep kewarganegaraan modern, bisa jadi Yo Kang bukan pengkhianat. Ia warga negara Kerajaan Kim, tempat ia lahir dan dibesarkan, maka sudah sewajarnya bila membela kepentingan negaranya. Dan bisa jadi Kwee Ceng adalah pengkhianat, karena tidak membela kepentingan Mongolia, negara tempat ia dilahirkan dan dibesarkan.

Sebagai catatan, serial STEH sebanyak 19 jilid ini kubaca ulang pada bulan Juli. Tapi karena baru sekarang kubuat review-nya, anggap saja sah ya untuk mengikuti event:
Tema Buku Silat
Cersil STEH ini, bersama-sama dengan To-liong-to, merupakan cersil Chin Yung yang paling sering kubaca ulang. Dan gara-gara STEH, setiap kali aku membaca buku tentang Jenghis Khan baik fiksi maupun nonfiksi, aku selalu teringat pada Kwee Ceng (sewaktu menjadi panglima perang untuk penyerbuan ke Barat), dan pasukan para alias pasukan terjun payung pertama di dunia sewaktu menaklukkan Khoresm.


View all my reviews

2 comments:

  1. Aih, aku lagi cari buku cerita silat sebenernya. Kalau toliong-to tuh yang ada serinya kan ya dulu di indosiar? Pengen bacaa >,<

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, to-liong-to pernah diputar di indosiar.
      Katanya GPU mo nerbitin trilogi sia tiauw eng hiong, sin tiauw hiap lu, dan to liong to.
      Pantengin aja.

      Delete