Thursday, November 21, 2013

Like a Virgin

Wedding Night - Malam PengantinWedding Night - Malam Pengantin by Sophie Kinsella
My rating: 3 of 5 stars

Sinopsis:
Lottie sudah lelah dengan pacarnya yang tidak segera mengajukan lamaran. Suatu hari, Ben, mantan pacarnya semasa remaja muncul kembali dan mengingatkan Lottie pada janji yang pernah mereka buat belasan tahun lalu: bila mereka sama-sama masih lajang pada usia tiga puluh, mereka akan menikah. Lottie menyambar kesempatan itu, dengan syarat: Tidak udah pakai masa pacaran, acara kencan, atau pertunangan--langsung saja ke altar! Dan terbanglah mereka untuk berbulan madu di pulau kecil Yunani tempat mereka pertama kali bertemu. Namun, rupanya tidak semua senang dengan keputusan mereka yang terbutu-buru--teman dan keluarga berusaha menghalang-halangi. Akankah Lottie dan Ben mendapatkan malam pengantin impian mereka? Ataukah ini akan berubah menjadi malapetaka?

Review:
"Pada zamanku, para lelaki menikah karena mereka menginginkan seks. Tentu saja itu motivasi! Kalian para gadis ini sudah tidur bersama dan tinggal bersama, lalu menginginkan cincin pertunangan. Terbalik."
Ketika membaca komentar dari figuran random di Bab 1 halaman 25 novel terjemahan ini, sontak aku tersenyum, dan mungkin... mengamini. Setidaknya, begitulah dunia "Barat" pada umumnya yang ditampilkan di layar perak atau layar kaca, atau... di novel-novel chicklit. Pola hubungan yang sudah terbalik dibandingkan masa lalu sekarang dianggap lumrah dan biasa, meskipun tentunya bukan berarti apa yang kutonton di film/televisi atau kubaca di novel-novel itu mencerminkan kondisi yang sebenarnya di sana. Namun demikian, aku hanya berharap "pola menikah-lalu tinggal bersama" masih tetap lestari di Indonesia. Yap, aku bukannya lupa menuliskan tahap "pacaran dan tunangan". 

Baiklah, sebelum aku terjerumus mengutip isi buku Udah Putusin Aja-nya Felix Y. Siauw, mari kita kembali ke review. Tapi pertama-tama, aku memohon maaf pada pihak-pihak yang memungkinkan jatuhnya buku ini ke pangkuanku, atas amat sangat terlambatnya review (atau bukan review?) ini. Dari awal aku memang agak ragu mengikuti penawaran buntelan yang memajang buku ini di listnya, selain karena sudah lama tidak membaca chicklit, juga aku tergolong malas membuat review. Bukan karena aku tidak suka menulis, tapi karena waktuku tersita untuk membaca (cari-cari alasan, padahal malas mah malas aja, padahal bukunya sudah dibaca pada bulan September lalu!).

Oke, kesan pertama setelah menamatkan buku ini adalah... buku ini boleh dibilang unik, dan... kocak.

Di mana uniknya? Ya itu, tema utama yang sengaja dipilih untuk menghidupkan konflik: kembali ke tren masa lalu dengan "no sleeping together before wedding", sehingga Lottie, tokoh utamanya, mendadak bak perawan yang menunggu-nunggu malam pengantin, sementara calon pengantinnya, Ben, terpaksa harus mengamalkan ilmu deferred gratification yang sudah lama dilupakan orang, terlindas oleh era kebebasan seksual paska generasi bunga.

Di mana kocaknya? Semua kekonyolan yang terjadi sebelum dan sesudah adegan lamaran romantis Ben pada Lottie, yang diterima dengan syarat mahaberat dan mematikan itu.

Diawali dengan salah paham dan gagal paham Lottie yang mengira pacarnya akan mengajukan lamaran. Selama ini, patah hati selalu membuatnya melakukan hal-hal aneh dan destruktif, dan sekarang ujug-ujug ia menerima lamaran mantan pacar yang sudah lama tidak ditemuinya. Kekonyolan lebih lanjut dimulai dengan usaha-usaha licik Fliss, kakak Lottie, yang berusaha menggagalkan pernikahan Lottie karena menganggap Lottie mengambil keputusan yang salah (iya, iya, tentu saja ia benar!), dengan dibantu oleh Lorcan, tangan kanan Ben yang berusaha mengembalikan Ben ke jalan yang benar.

Yang membuat cerita ini menarik adalah tokoh-tokohnya, yang tidak ada yang sempurna. Putri cantik yang selalu melakukan hal-hal destruktif demi melupakan patah hati. Pangeran charming yang tampan dan kaya raya... tapi bodoh dalam urusan bisnis. Kakak sang putri yang selalu ikut campur urusan cinta adiknya, antara iri hati dan sayang. Perdana menteri yang berusaha menyetir sang pangeran demi kepentingan dan ambisi pribadinya.

Well, memang tidak ada manusia yang sempurna. Tapi ketidaksempurnaan itulah yang membuat dunia ini berwarna. 

View all my reviews

No comments:

Post a Comment