Less Than Zero by Bret Easton Ellis
My rating: 3 of 5 stars
Begitulah tagline versi filmnya yang rilis tahun 1987, dengan tokoh utama dibintangi oleh Andrew McCarthy, Jamie Gertz, dan Robert Downey Jr. Katanya sih, Brad Pitt juga muncul sebagai figuran, tapi jelas waktu aku menonton DVD-nya, aku terlalu depresi untuk bisa mengenali Brad Pitt yang masih culun di antara sekian banyak figuran yang ada.
Depresi? Ya. Aku menonton film ini karena ingin melihat akting RDJ di awal karirnya. Tapi tema drug user/drug addict yang hidupnya hancur tak terkendali memang kurang nyaman bagiku, meskipun diperankan dengan sangat bagus dan meyakinkan oleh RDJ. Memperhatikan sejarah hidupnya, kemungkinan besar RDJ sangat menjiwai peran di film ini karena tidak ada bedanya dengan kehidupan pribadinya di dunia nyata. Bagaimana lagi, kalau sudah memakai mariyuana di usia 6 tahun, dengan perkenan ayahnya yang juga drug addict? Untunglah RDJ akhirnya berhasil menata hidupnya setelah rehabilitasi, sehingga kita bisa menikmati akting totalnya di beberapa film funtastic beberapa tahun belakangan ini.
Meski sudah tahu tema filmnya yang kurang sreg buatku, aku tetap membaca buku ini karena satu alasan. Bukan, bukan karena buku ini salah satu dari 1001 Books You Must Read Before You Die, tapi simply karena aku punya buku Bret Easton Ellis berjudul Imperial Bedroom yang kubeli waktu obralan Periplus Juni kemarin, dengan label harga cuma 15 ribu sebelum kena diskon lagi (boasting.com). Ternyata buku itu sekuel dari Less Than Zero dengan setting belasan tahun kemudian, jadi sebelum bisa kubaca terpaksa harus baca prekuelnya dulu deh. Untung sudah punya ebook-nya.
Lantas, bagaimana kesesuaian antara film dan bukunya?
Jawabannya jelas: beda. Versi filmnya boleh dibilang adaptasi bebas dari novelnya, yang merupakan novel perdana Ellis. Saking bebas adaptasinya, Ellis sendiri sampai menolak menonton filmnya, dan menyatakan tak ada hubungan antara film dan bukunya, kecuali judul dan nama-nama karakternya.
Dalam versi buku, tokoh "aku" alias Clay yang kuliah di Camden College, New Hampshire, pulang kampung ke Los Angeles untuk liburan natal. Ia reuni dengan teman-teman SMA-nya, termasuk mantan pacarnya, Blair, dan langsung terlibat dalam pesta-pesta kalangan atas yang liar. Ia menjadi saksi (atau pelaku juga?) dekadensi moral di pesta-pesta yang tak lepas dari seks bebas dan narkoba. Dalam versi buku, tokoh Julian yang diperankan RDJ hanya muncul sebentar di bagian akhir buku, berbeda dengan versi film di mana Julian muncul dari awal sampai akhir. Tapi meskipun cuma sebentar, cukup untuk Clay dan kita untuk mengetahui seberapa parahnya Julian sebagai pecandu, sehingga untuk membayar utang narkobanya yang menggunung Julian terjebak dalam prostitusi, yang spesial melayani eksekutif laki-laki paro baya. Clay bahkan ikut menyaksikan adegan Julian melayani pelanggan di sebuah kamar hotel (ugh!). Selain itu, Clay juga menjadi saksi bagaimana mantan teman-teman SMA-nya yang lain bergiliran memerkosa gadis 12 tahun yang disekap dalam keadaan terpengaruh narkoba di apartemen salah satu temannya (double ugh!). Yang menyebalkan dari dua kejadian itu, well, Clay tidak berbuat apa-apa, dan hanya menyingkir. Yang penting tidak terlibat. Huh. Dalam kehidupan nyata, memang jarang yang namanya pahlawan kesiangan.
Versi film berfokus pada kehancuran hidup Julian, dan usaha Clay untuk membebaskan sahabatnya itu dari jeratan narkoba dan prostitusi. Film berakhir dengan kematian Julian.
Membaca cover belakang Imperial Bedroom, jelas Julian masih hidup belasan tahun kemudian, dan sudah recover dari kecanduan narkobanya. Mengingat bukunya terbit tahun 2010, apakah Ellis sengaja menyesuaikan kehidupan Julian dengan aktor yang memerankannya?
View all my reviews
Si RDJ jangan2 emang inspirasi buku ke-2 Ellis, jadi waktunya sengaja dicocokan dg perkembangan hidup RDJ :P
ReplyDeleteKupikir juga gitu. Tapi kudu baca dulu Imperial Bedroom untuk melihat inline-nya sejauh apa.
Delete