My rating: 3 of 5 stars
Tidak menemukan komik The Raid di Gramedia Matraman, ya sudah aku pun meluncur ke Grand Indonesia, mengingat ada jadwal launching komik tersebut di Blitz Megaplex jam setengah lima sore. Nggak usah nyari lagi juga pasti ada, kan? Jam masih menunjukkan pukul tiga sore ketika aku menginjakkan kaki di Blitz, dan waktu mau lewat BRI Lounge untuk mampir sebentar ke toilet, aku melihat sudah ada antrian cukup panjang di depan konter penerbit komik. Loh, pada niat amat sih, ngantri dari jam segini? Setelah berpikir pendek, aku melupakan niat semula dan malah ikutan ngantri. Untung saja aku membawa beberapa buku hasil jarahan dari Gramedia Matraman, jadi waktu berlalu tanpa terasa, meski kaki tetap kesemutan.
Belum lama ngantri, sudah ada pengumuman, kalau yang dijual di konter bukan cuma komiknya, tapi paket dengan T-shirt. Jadi harganya bukan hanya 35k seperti anggaran semula, tapi jadi 120k. Oke deh, lumayan dapat merchandise tambahan, meskipun aku pinginnya sih bukan T-shirt, sekali-sekali pisau militer atau apa gitu. Untung juga masih ada uang tunai lebih di dompet. Coba kalau mesti ke ATM dulu, males banget deh, mana antrian di belakangku sudah panjang lagi.
Aku sudah menghabiskan satu komik dan setengah buku Jacqueline Wilson ketika akhirnya panitia acara mulai sibuk, dan dari arah belakang antrian mulai berdatangan para punggawa film The Raid yang baru selesai konferensi pers. Kulihat-lihat cukup lengkap ternyata. Gareth Evans, Iko Uwais, Yayan Ruhian, dan Ario Sagantoro. Setelah Joe Taslim muncul belakangan, acara book-signing pun dimulai. Ya benar, ternyata ini bukan cuma antri buat beli buku seperti dulu aku ngantri buat beli buku Harry Potter edisi bahasa Inggris di hari pertama terbit seluruh dunia. Ini peluncuran komik disertai book-signing langsung oleh yang bikin komik serta kru film The Raid.
Buah kesemutan: collectible item |
OK, cukup sudah intronya. Tak usahlah aku cerita kemana aku kabur setelah dua orang terakhir, Gareth dan Iko, selesai menandatangani buku dan T-shirt The Raid-ku (petunjuk: niat semula). Sekarang masuk ke bagian review komik ini, dan mudah-mudahan aku tidak bias karena suka filmnya ;P
1. Cover Design: Ciamik.
Mengadopsi poster resminya dengan nuansa warna yang jauh lebih menggoda. Merah dan hitam! Paduan warna-warna favoritku! Check.
2. Artwork : Good.
Bersama ini aku mohon maaf sebesar-besarnya kepada John. G. Reinhardt. Karena kurang riset, sebelum memegang buku ini dan membaca nama Anda di sampulnya, kukira komikusnya Is Yuniarto. Hm, mungkin karena kalian berdua pernah berkolaborasi di Wind Rider dan Knights of Apocalypse, aku jadi tertukar. Gara-gara salah sangka itu sempat mengira artwork komik The Raid bakalan manga abis. Tapi ternyata tidak, artwork komik ini ala komik Amerika, mirip artwork David Mazzucchelli di Batman Year One. Not my cup of tea, but good work. Check.
3. Story : Adequate.
Yaa... nggak mungkin menyimpang dari filmnya, kan? Sederhana, tapi mengena. Terdapat penghalusan dialog, karena tidak ada umpatan 'anjing' dan 'babi', direduksi cukup jadi 'bangsat' dan 'kampret'. Omong-omong tentang dialog, setelah lihat versi film yang ada subtitle bahasa Inggrisnya, jadi merasa subtitle itu berasal dari draft awal naskah Gareth Evans, sedangkan versi final dialog bahasa Indonesia sudah banyak improvisasi, sehingga banyak yang tidak nyambung antara dialog dan subtitle. Kadang dialognya biasa saja, tapi subtitle-nya pakai f**k, atau malah sebaliknya, dialognya ngumpat tapi subtitle-nya nggak. Eh, tapi kita bukan lagi ngomongin filmnya ya? Dialog dalam komik ini setia dengan versi dialog Indonesia final, tapi lebih ringkas dan sopan. Check.
4. Martial Art: Aaaaaargh!
Alasan utama aku suka filmnya karena adegan martial art-nya. Alasan utama aku nonton filmnya berulang kali di bioskop adalah adegan martial art-nya. Adegan fighting yang butuh workshop koreografi tiga bulan, latihan tiga bulan, dan syuting berhari-hari untuk tiap adegannya, dikorting cuma jadi masing-masing satu-dua halaman ga jelas tiap adegannya? Big disappointment! Panggil Tatsuya Hiruta!
Sepanjang sejarahku membaca manga, hanya Tatsuya Hiruta yang mampu menggambarkan adegan fighting yang begitu detil dan sangat realistis dalam komik Kotaro Makaritoru! (kecuali di jilid-jilid awal yang masih norak). Apalagi kalau sudah Mix Martial Art: karate vs judo, karate vs kungfu, karate vs capoeira, karate vs sambo, dll (Kotaro Shindo kan karateka, meskipun diam-diam mempelajari berbagai ilmu bela diri, bahkan ninjutsu... ;P). Saking detilnya, adegan pertandingan yang cuma beberapa menit bisa beberapa bab atau jilid... (capek deh... tapi puas bacanya!). Euh... tapi komik The Raid cuma satu jilid ya... jadi alasannya adegan fighting dikorting memang keterbatasan halaman. Huh.
Anyway... untuk The Raid, memang lebih asyik nonton filmnya saja. Mudah-mudahan tidak ada yang berpikiran untuk membuat versi novelnya. Belum terbayang narasi adegan berantemnya bakal seperti apa.
View all my reviews