Miss Modern Vol. 4 by Waki Yamato
My rating: 4 of 5 stars
Setelah kedua boga lakon sama-sama merelakan sang kekasih hati dan memilih untuk bersama orang lain, serta setelah tetes air mata jatuh bercucuran, tibalah kita pada saat yang berbahagia, dengan selamat sentosa, mengantarkan negara Indonesia ke depan pintu gerbang kemerde... Ups, fokus. Upacara 17-an sudah lama lewat.
Sampai mana tadi? Nasib Benio dan Letnan Dua? Tidak seperti sinetron Indonesia, shoujo-manga ini berakhir tanpa ending menggantung yang menjanjikan lanjutan hingga episode tak terhingga.
Setelah Letnan Dua kembali ke kehidupan lamanya, bukan berarti semua beres. Benio memilih untuk meninggalkannya bersama Larissa, dan selama ia pergi ternyata keluarganya terlibat hutang sehingga surat tanah keluarganya yang dijadikan jaminan jatuh ke tangan keluarga Kepala Editor (buat yang tidak mengikuti ceritanya, ini sebutan untuk atasan Benio di penerbitan yang tampan nan gondrong tapi kewarasannya patut dipertanyakan karena jatuh cinta pada Benio).
Karena Benio sangat memikirkan rumah keluarga Ijuin, maka demi cintanya pada Benio, Kepala Editor bersedia menutup usaha penerbitannya dan kembali menjalankan usaha keluarganya dengan syarat surat tanah itu dapat dikembalikan ke keluarga Ijuin. Tentu saja Benio akhirnya mengetahui pengorbanannya dan... jreng-jeng... melamar si Kepala Editor! Begini lamarannya, kalau ada yang tertarik untuk mempraktekkan:
"Kepala Editor... aku... aku ada sedikit permintaan... Kumohon... jadikan aku sebagai istrimu."
Pacaran juga belum, ujug-ujug minta dikawini. Waduh, benar-benar Miss Modern, padahal masih zaman Meiji lho, belum zaman nembak pakai sms atau twitter.
Singkat cerita, upacara pernikahan dilangsungkan. Sayangnya, pemilihan tanggalnya mungkin tidak dikonsultasikan dulu dengan buku primbon, atau memang pernikahan itu tidak direstui pembaca, maka pada tanggal 1 September 1923 pukul 11.58, sebelum Benio dan Kepala Editor sempat tukar cincin, terjadilah gempa bumi terhebat di wilayah Kanto, Tokyo dan sekitarnya. Semua orang sibuk menyelamatkan diri masing-masing. Pengantin wanita pun lenyap di antara reruntuhan dan api yang melalap gereja.
The End.
Ya nggaklah... seperti kata Benio sendiri, "Pemeran utama nggak akan mati!"
Dalam gempa itu, Larissa tewas saat menyelamatkan Letnan Dua, sehingga Letnan Dua bebas untuk kembali meraih cintanya. Tentu saja tidak mudah untuk mencari Benio di lautan api, tapi takdir (dan mangaka) menentukan bahwa Letnan Dua dan Benio kembali bersatu. Kisah pun diakhiri dengan adegan Benio menikah ulang, dan... mabuk saat resepsi (teteup...).
Baru deh The End...
Eh, tapi jilid ini membuka misteri kenapa edisi deluxe berakhir di jilid 4, padahal edisi tankobon cuma 7 jilid, sedangkan 1 jilid deluxe dapat memuat 2 jilid tankobon. Karena eh karena, ada 4 chapter bonus! Jadi, sekarang kita jadi tahu bagaimana Benio bertualang ke dimensi lain sebelum bertemu Letnan Dua, bagaimana sejarah Onijima bisa punya bekas luka mirip Kenshin Himura, bagaimana Ranmaru menemukan jodoh yang mirip Benio, serta cerita tentang Tosei Aoe (Kepala Editor) yang pergi ke Paris dan bertemu seseorang yang (juga) mirip Benio... Yah, lumayanlah, jadi ada nilai tambahnya beli ulang serial manga ini selain terjemahan yang disempurnakan.
Terakhir, buat yang ingin tahu seperti apa Benio di versi live action yang diperankan oleh Yoko Minamino, sekalian saja kupajang di sini :
View all my reviews
Wednesday, October 31, 2012
Tuesday, October 30, 2012
Why Am I What I Am?
The White Castle: A Novel by Orhan Pamuk
My rating: 4 of 5 stars
Konon, setiap orang memiliki kembaran di seluruh dunia, tak peduli ada hubungan darah ataupun tidak. Aku sendiri belum pernah bertemu orang yang mirip denganku, tapi sudah cukup sering ditegur atau disapa orang tak dikenal karena dikira kenalan mereka. Masih mending kalau mereka sadar dan minta maaf kalau kujawab salah orang, tapi pernah ada juga yang tidak mau percaya, malah ngotot memastikan berkali-kali dengan nada menuduh seolah aku yang bohong. Kalau sudah begitu, jadi kepingin cari gitar terus menyanyi sendu:"Begini nasib, tampang pasaran..."
Lalu, apa hubungannya curcol di atas dengan review ini?
Buku Orhan Pamuk ini (yang kudapat tahun lalu dalam bookwar IRF 2011 tapi baru sempat kubaca sekarang dalam rangka posting bareng BBI) bertutur dari sudut pandang seorang cendekiawan Italia muda yang tertangkap oleh armada Turki dan menjadi budak di Istanbul. Sedikit ilmu pengobatan yang dikuasainya membuat ia dapat mengaku sebagai "dokter" sehingga nasibnya sedikit lebih baik daripada budak kebanyakan. Dalam status barunya, suratan takdir mempertemukannya dengan kembaran sekaligus majikan barunya, seorang cendekiawan Turki yang hanya disebut "Hoja" sepanjang buku.
Selama belasan tahun hidup bersama (peringatan: ini bukan gay lit, chicklit, ataupun hisrom, pokoknya kering habis!), mereka bukan saja saling mempelajari dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki satu sama lain, tapi juga mengorek kepribadian dan masa lalu masing-masing. Makin lama, bukan hanya tampang yang serupa, tapi jalan pikiran pun bisa berada dalam waktu dan gelombang yang sama. Lantas, dalam satu titik tertentu ketika mereka pada akhirnya harus berpisah, siapakah yang akhirnya pergi ke Italia dan siapakah yang tetap tinggal di Turki?
Dalam salah satu episodenya, buku ini mengangkat tema: Mengapa kita menjadi kita yang sekarang? Jatidiri kita dibentuk oleh lingkungan, ilmu pengetahuan dan segenap pengalaman sepanjang hidup kita. Apa jadinya bila seluruh jatidiri kita dapat dipelajari dan disalin oleh orang lain, dan kita juga dapat mempelajari dan menyalin seluruh jatidiri orang lain? Katakanlah orang lain itu bak pinang dibelah dua dengan kita, apakah kita dapat bertukar jatidiri tanpa dapat disadari oleh siapapun, bahkan oleh diri kita sendiri?
Soal pertukaran jatidiri ini, aku malah jadi teringat film Face/Off-nya John Travolta dan Nicolas Cage (lupakan bagian di mana para tokoh yang seharusnya hanya sekedar bertukar kulit wajah, entah bagaimana body dan rambutnya yang jelas-jelas beda kok ikutan tertukar juga). Awalnya mereka dapat menipu keluarga dan rekan kerja hanya karena telah lama mempelajari kehidupan lawan masing-masing, tapi karena kepribadiannya bertolak belakang, toh pada akhirnya ketahuan juga...
View all my reviews
My rating: 4 of 5 stars
Konon, setiap orang memiliki kembaran di seluruh dunia, tak peduli ada hubungan darah ataupun tidak. Aku sendiri belum pernah bertemu orang yang mirip denganku, tapi sudah cukup sering ditegur atau disapa orang tak dikenal karena dikira kenalan mereka. Masih mending kalau mereka sadar dan minta maaf kalau kujawab salah orang, tapi pernah ada juga yang tidak mau percaya, malah ngotot memastikan berkali-kali dengan nada menuduh seolah aku yang bohong. Kalau sudah begitu, jadi kepingin cari gitar terus menyanyi sendu:"Begini nasib, tampang pasaran..."
Buat yang
mau tahu (tidak mau tahu juga gapapa sih), seperti inilah tampang yang konon
dimiliki lebih dari satu orang di Indonesia itu :
Bagi yang menemukan kembarannya, wajib lapor 3 x 24 jam |
Lalu, apa hubungannya curcol di atas dengan review ini?
Buku Orhan Pamuk ini (yang kudapat tahun lalu dalam bookwar IRF 2011 tapi baru sempat kubaca sekarang dalam rangka posting bareng BBI) bertutur dari sudut pandang seorang cendekiawan Italia muda yang tertangkap oleh armada Turki dan menjadi budak di Istanbul. Sedikit ilmu pengobatan yang dikuasainya membuat ia dapat mengaku sebagai "dokter" sehingga nasibnya sedikit lebih baik daripada budak kebanyakan. Dalam status barunya, suratan takdir mempertemukannya dengan kembaran sekaligus majikan barunya, seorang cendekiawan Turki yang hanya disebut "Hoja" sepanjang buku.
Selama belasan tahun hidup bersama (peringatan: ini bukan gay lit, chicklit, ataupun hisrom, pokoknya kering habis!), mereka bukan saja saling mempelajari dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki satu sama lain, tapi juga mengorek kepribadian dan masa lalu masing-masing. Makin lama, bukan hanya tampang yang serupa, tapi jalan pikiran pun bisa berada dalam waktu dan gelombang yang sama. Lantas, dalam satu titik tertentu ketika mereka pada akhirnya harus berpisah, siapakah yang akhirnya pergi ke Italia dan siapakah yang tetap tinggal di Turki?
Dalam salah satu episodenya, buku ini mengangkat tema: Mengapa kita menjadi kita yang sekarang? Jatidiri kita dibentuk oleh lingkungan, ilmu pengetahuan dan segenap pengalaman sepanjang hidup kita. Apa jadinya bila seluruh jatidiri kita dapat dipelajari dan disalin oleh orang lain, dan kita juga dapat mempelajari dan menyalin seluruh jatidiri orang lain? Katakanlah orang lain itu bak pinang dibelah dua dengan kita, apakah kita dapat bertukar jatidiri tanpa dapat disadari oleh siapapun, bahkan oleh diri kita sendiri?
Soal pertukaran jatidiri ini, aku malah jadi teringat film Face/Off-nya John Travolta dan Nicolas Cage (lupakan bagian di mana para tokoh yang seharusnya hanya sekedar bertukar kulit wajah, entah bagaimana body dan rambutnya yang jelas-jelas beda kok ikutan tertukar juga). Awalnya mereka dapat menipu keluarga dan rekan kerja hanya karena telah lama mempelajari kehidupan lawan masing-masing, tapi karena kepribadiannya bertolak belakang, toh pada akhirnya ketahuan juga...
Kembali ke masalah kembaran, karena penasaran aku mencoba beberapa situs find your lookalike/doppelganger di internet. Dan hasilnya... tidak ada yang mirip! Hm... mungkin karena kebanyakan situsnya celebrities lookalike? Atau para kembaranku (yang jelas bukan seleb) belum pernah meng-upload fotonya di dunia maya? Tapi
meskipun misi pencarian doppelganger gagal, ada satu situs yang memberi
hadiah hiburan, karena menghasilkan analisis foto seperti ini:
Pasaran ga masalah, yang penting tetap (dikira) muda! |
View all my reviews
Subscribe to:
Posts (Atom)