Penulis : Nick Hornby
Penerbit : Believer Books
Edisi : Paperback,
Tebal : 143 halaman
Dibeli di : Indonesia International Book Fair 2016
Dibeli tanggal : 2 Oktober 2016
Harga beli : Rp. 150.000,-
Dibaca tanggal : 2 Oktober 2016
Sinopsis :
The Polysyllabic Spree is the first title in the Believer Book series, which collects essays by and interviews with some of our favorite authors—George Saunders, Zadie Smith, Michel Houellebecq, Janet Malcolm, Jim Shepard, and Haruki Murakami, to name a few. In his monthly column "Stuff I've Been Reading", Nick Hornby lists the books he's purchased and the books he's read that month - they almost never overlap - and briefly discusses the books he's actually read. The Polysyllabic Spree includes selected passages from the novels, biographies, collections of poetry, and comics discussed in the column.
Review :
Selain nama penulisnya (yang sebagian besar karyanya sudah kubaca dan kusukai), yang membuatku langsung mencomot buku ini di lapak buku bekas di IIBF tahun ini adalah tagline-nya:
A hilarious and true account of one man's struggle with the monthly tide of the books he's bought and the books he's been meaning to read.
Jadi, ini review buku tentang kumpulan review buku yang ditulis Nick Hornby pada kolomnya di majalah bulanan Believer.
Pada awal setiap esainya, Hornby membagi daftar bacaannya dalam dua kolom: buku yang dibeli dan buku yang dibaca (dan sekalian direview secara singkat) pada bulan tersebut. Dan tentu saja, tidak semua buku yang dibelinya lantas dibaca pada bulan yang sama (hah, story of my life!).
Hornby menetapkan beberapa aturan dasar bagi pembaca di bab pertama buku ini. Aturan pertama:
I don't want anyone writing in to point out that I spend too much money on books, many of which I will never read. I know that already. I certainly intend to read all of them, more or less. My intentions are good. Anyway, it's my money. And I'll bet you do it too.
Huahaha, nonjok banget! Don't we all?
Review Hornby dari buku-buku yang sempat dibacanya tiap bulan bukanlah review yang klinis, boleh dibilang cukup pribadi bahkan curcol. Kita jadi tahu kalau Hornby jadi suka memperhatikan orang-orang tak dikenal yang sedang membaca buku waktu liburan (siapa tahu ada yang sedang membaca novel yang dikarangnya). Dan kita juga jadi tahu kalau Hornby ternyata saudara ipar dari Robert Harris (pengarang Conspirata, Imperium, Pompeii), dan bagaimana ia harus meluangkan waktu khusus untuk membaca (baca: meninggalkan bacaan lain) apabila sang ipar memberikan buku terbarunya. Dan sama dengan kita, sebuah buku yang dibaca Hornby bisa membuatnya membaca buku lain yang berkaitan, bahkan buku-buku dari pengarang sang sama dalam waktu yang berdekatan! Dan, mungkin sama dengan kita, Hornby berkontemplasi tentang fenomena bagaimana kita bisa lupa tentang isi buku-buku yang pernah kita baca.
Dari kolom daftar buku, kita juga bisa melihat bahwa daftar buku yang dibeli Hornby setiap bulan seringkali lebih panjang daripada buku yang dibacanya. Jadi, supaya imbang, kadang Hornby berbuat curang (yang diakuinya dengan bangga) dengan membaca banyak buku-buku yang tipis supaya daftar buku yang dibaca lebih panjang ketimbang yang dibeli! Walah, itu mah trik yang kupakai kalau lagi keteteran di reading challenge! Dem, kok malah bangga ya?
Gara-gara baca buku ini, aku jadi ingin membaca beberapa buku yang dibahasnya, termasuk So Many Books karya Gabriel Zaid, yang mengangkat pertanyaan universal para pembaca buku: Why bloody bother? Why bother reading the bastards, and why bother writing them? Menurut Zaid, perlu waktu lima belas tahun hanya untuk membaca judul dan nama penulis dari semua buku yang pernah diterbitkan (plus delapan tahun lagi kalau mau ditambah nama penerbitnya). Hornby sampai mengutip paragraf kedua buku Zaid yang dianggapnya sangat spesial: "The truly cultured are capable of owning thousands of unread books without losing their composure of their desire for more."
That's me! And you, probably! That's us!
All the books we own, both read and unread, are the fullest expression of self we have at our disposal. With each passing year, and with each whimsical purchase, our libraries become more and more able to articulate who we are, whether we read the books or not.
Well, buku ini kubeli dan kubaca pada hari yang sama. That's a rare thing these days.