Gandari by Goenawan Mohamad
My rating: 4 of 5 stars
Sejauh pengalamanku membaca cerita wayang, hampir tidak ada kisah yang menjadikan Gandari, ibu para Kurawa, sebagai tokoh utamanya. Kisah seorang wanita cantik yang terpaksa menikah dengan seorang pangeran buta namun tetap berupaya dengan segala cara untuk memenuhi ambisinya agar suami dan keturunannya berkuasa.
Mungkin kalau menggunakan sudut pandang cerita wayang yang sangat Pandawa-centric, kita melihat Gandari sebagai salah seorang yang termasuk dalam daftar tokoh antagonis. Tapi kalau ditelaah dari sisi karakter, boleh dibilang tokoh semacam Gandari bisa jadi malah menjadi tokoh sentral di novel-novel yang menonjolkan karakter wanita yang kuat, penuh ambisi, berani mempertaruhkan segalanya demi ambisinya, meski akhirnya mungkin nasib tetap tidak berpihak kepadanya. Beberapa tokoh utama di novel Sidney Sheldon dan Jackie Collins mungkin bisa jadi padanannya.
Dan alih-alih mengglorifikasi kemenangan lima orang Pandawa (dengan mengorbankan generasi penerus mereka), pernahkah kita membayangkan bagaimana perasaan seorang ibu yang kehilangan seratus orang anaknya? Meskipun tahu bahwa sang anak hanya menuai badai yang ditaburnya sendiri, tegakah sang ibu membayangkan betapa tragis akhir hidupnya?
Sebenarnya ia bergidik:
ia membayangkan perempuan hitam
yang datang ke sudut selatan pertempuran
mendekati tubuh Dursasana.
Kepala itu telah terpenggal.
'Dan dengan wajah yang dingin, tuanku,'
kata sang utusan, 'Drupadi mencuci rambutnya
dalam darah.'
'Dursasana.'
Seperti jauh ia dari nama itu.
'Darah anakku.'
View all my reviews