Sunday, December 29, 2019

Susu dan Kesehatan Manusia: Mitos vs. Fakta

Judul : Susu dan Kesehatan Manusia: Mitos vs. Fakta

Penulis : F.G. Winarno

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Tebal : 92 halaman

Harga : Rp. 10.000,- 

Dibeli di : Lapak Obralan Gramedia Plaza Semanggi

Dibaca tanggal : 20 Desember 2019

Sinopsis :
Susu telah berabad-abad menjadi salah satu komoditas pangan manusia. Tidak hanya penting bagi peningkatan gizi masyarakat, susu juga dapat digunakan sebagai penangkal penyakit. Meskipun begitu, pada kenyataannya, banyak mitos mengenai susu yang telah mengakar dan tumbuh di masyarakat sebagai sebuah kepercayaan. Mitos-mitos tersebut dapat menjadi informasi yang menyimpang dan membingungkan bagi para konsumen. Padahal, susu dan produk susu merupakan pangan alami yang sangat bergizi yang memberi asupan kalsium, kalium, mineral, vitamin, serta protein yang esensial bagi pertumbuhan dan perkembangan tubuh manusia. Karena alasan tersebut, polemik mengenai susu dan konsumsi produk susu memerlukan fakta hasil penelitian yang telah diuji secara ilmiah oleh para ahli. Dalam buku ini, disajikan berbagai hasil penelitian mengenai susu agar para pembaca sekaligus konsumen susu, dapat menentukan pilihan yang tepat untuk membeli dan mengonsumsi susu.

Komentar (iya curcol doang, sebenarnya ga bisa disebut ripyu) :

798 - 2019

Sebagai lactose intolerant, aku lebih cenderung percaya teori bahwa sebenarnya kita tidak butuh minum susu sapi, karena berarti tubuh manusiaku tak bisa mencerna susu sapi. Apalagi kalsium lebih banyak terdapat di sayuran hijau, yang memang makanan favoritku. Jadi, aku lebih percaya pada mitos kita tak perlu minum susu sapi.

Tapi ya... karena susu sapi dan segala macam turunannya enak di lidah... aku masih tetap minum sekaleng susu bear brand dingin setiap pagi sebagai campuran sarapan dengan muesli dan buah-buahan. Atau mencampur susu dengan softdrink dingin ala soda gembira sebagai minuman guilty pleasure di siang hari yang panas. Atau masih suka makan es krim...

Efek gangguan pencernaan gara-gara lactose intolerant kadang memang tidak menyenangkan sih, apalagi di jam kerja. Buang angin terus-terusan berjam-jam sampai malam hari setelah makan seporsi kecil es krim pas jam istirahat? Pernah. Bolak-balik ke WC? Sering.

Ini mah sama persis dengan jalan hidupku selaku Capsaicin Addict dan Hot Sauce Master. Kuat pedas di lidah, meski pencernaan tidak kuat, dan efek ke gangguan pencernaan juga lebih hot.

Tapi ya...

Terus, apa selain bisa disebut residivis tobat sambal, aku juga pantas didapuk sebagai residivis tobat susu sapi...?

Catatan :
Iyaaa, karena tahun 2019 hampir habis dan blog ini sudah mati suri berbulan-bulan, ya sudahlah komentar berbau curcol tidak penting di akun Goodreads kupindahkan ke sini untuk sekadar menambah postingan tahun berjalan...
- Confession of a Lazy Blogger (Desember, 2019)

10 Langkah Menjadi Financial Planner Untuk Diri Sendiri Khusus Karyawan

Judul : 10 Langkah Menjadi Financian Planner Untuk Diri Sendiri Khusus Karyawan

Penulis: Luthfi Khaerudin

Penerbit : Grasindo

Tebal : 220 halaman

Dibaca di : Gramedia Digital

Dibaca tanggal : 16 Oktober 2019

Sinopsis : 
“Gaji saya ‘kan nggak seberapa. Apanya yang mau direncanakan? Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sudah pas-pasan, malah kadang-kadang kurang.”

“Tapi, usia saya sudah hampir 40 tahun. Apakah masih mungkin untuk melakukan perencanaan keangan agar bisa pensiun dengan tenang?”

Jawaban untuk kedua pertanyaan itu: BISA!

Dalam buku ini Anda akan menemukan kesalahan-kesalahan yang paling sering terjadi soal uang. Anda juga akan tahu mengapa Anda perlu melakukan Perencanaan Keuangan.

Tunggu apa lagi?

Atur gaji, jadi orang kaya!

Komentar (iya, curcol doang, bukan ripyu sama sekali) :

666 - 2019

Apa ya korelasinya baca buku tentang jadi financial planner pribadi dengan nomor urut bacaan 666?

Tidak ada sih. Yang jelas, saya memang masih melakukan banyak kesalahan dalam perencanaan keuangan sebagaimana yang tercantum dalam buku ini, antara lain :

1) Kesalahan II: Menabung tanpa tujuan
2) Kesalahan V: Tabungan = Dana Darurat
3) Kesalahan VI: Menabung = Investasi (tapi... deposito masuknya ke investasi, kan?)
4) Kesalahan VIII: Menganggap asuransi bukanlah hal yang penting

Tapi meskipun demikian, pada dasarnya menurut buku ini saya akan dapat mengambil langkah selanjutnya untuk menjadi perencana keuangan, karena saya mau dan bisa melakukan hal-hal berikut:
1. Bersyukur memiliki penghasilan
2. Bersyukur setiap kali bisa membeli sesuatu
3. Berpikir bahwa gaji saat ini cukup untuk memenuhi kebutuhan saat ini
4. Berapapun jumlah penghasilan, pasti bisa diatur

Masalahnya... maukah saya mengambil langkah selanjutnya?

Karena masih menabung tanpa tujuan, saat ini pola investasi saya masih konservatif ala jaman kuda gigit besi. Cuma menabung, kalau sudah sampai batas tertentu, dialihkan ke deposito. Sudah, begitu saja (lihat daftar kesalahan di atas).

Sebagai tipe orang menabung tanpa tujuan, prinsip saya cuma satu: yang penting cukup. Dulu saya naik haji tanpa direncanakan, begitu ada dana cukup, langsung daftar dan tahun depannya berangkat. Ganti laptop dan ponsel pun tanpa penyisihan khusus, yang penting ada uang untuk beli baru, yang penting cash dan tidak nyicil. Saya juga belum ingin beli rumah lagi (sudah pernah punya, tapi tidak asik karena tidak bisa dinikmati sendiri), belum ingin punya mobil selama masih berdomisili di Jakarta (mending memanfaatkan layanan taksi online). Asuransi kesehatan dan jiwa sudah diatur tempat bekerja... Alasannya adaaa saja kalau dicari-cari.

Mungkin pola pikir "yang penting cukup" ini yang memang harus diubah dulu, sebelum mulai membuat perencanaan keuangan?

Catatan :
Iyaaa, karena tahun 2019 hampir habis dan blog ini sudah mati suri berbulan-bulan, ya sudahlah komentar berbau curcol tidak penting di akun Goodreads kupindahkan ke sini untuk sekadar menambah postingan tahun berjalan...
- Confession of a Lazy Blogger (Desember, 2019)