Saturday, August 31, 2013

My Very First War Novel: The Guns of Navarone

Meriam Benteng NavaroneMeriam Benteng Navarone by Alistair MacLean
My rating: 4 of 5 stars

Kalau diminta menyebutkan novel perang favorit, pasti jawabanku sama saja dengan kalau ditanya siapa penulis favorit. Banyak, euy. Kalau novel tema perang, dari rak bukuku di Goodreads sudah bisa kelihatan penulis-penulis mana saja yang jadi favoritku. Nah, untuk posting bareng BBI bulan Agustus 2013, aku memilih novel Alistair MacLean yang ini, buku pertama yang membuatku menjamah genre perang.

Tidak jelas alasannya kenapa aku memilih untuk membaca buku yang versi terjemahannya pertama kali diterbitkan Gramedia tahun 1977 ini. Tapi sepertinya sih awalnya cuma coba-coba saja, melebarkan wilayah bacaan, atau mungkin agak bosan membaca cerita detektif dan cerita silat. Sebagai tambahan informasi tidak penting, waktu itu aku masih SMP, masih rajin menyewa buku ke Taman Bacaan Aneka di Jl. Tamansiswa Bandung, dekat Pasar Palasari. Meskipun jauh dari rumah, setidaknya cukup sekali naik angkot dari sekolahku di Kebun Kelapa.

Waktu itu, aku tidak tahu siapa Alistair MacLean, belum pernah membaca satu pun bukunya, dan jelas belum ada internet untuk sekedar mencari tahu. Dan kalau dilihat dari gambar sampulnya, rasanya kurang menarik. Iya sih, yang bikin gambar Dwi Koen, dengan ilustrasi semi realistis. Tapi coverboy-nya nggak banget deh, cameo tentara Jermannya apalagi. Sudah gitu, di sampul belakang tidak ada sinopsisnya, cuma endorsement dari surat kabar di Inggris Raya (yang jelas pasti sudah lama banget, berhubung copyright novel ini tahun 1957), yang sama sekali tidak memberikan gambaran tentang apa novel ini sebenarnya:

Jalan ceritanya lancar dan mudah diikuti... (Sunday Times)

Kekuatan novel ini bersumber dari kelancaran jalan ceritanya, cara si Pengarang mengungkapkan ketegangan dan kemampuannya melukiskan adegan-adegan seru! (Evening Standard)

Penuh adegan seru. Penuh ketegangan dari awal sampai akhir. Sebuah problem yang hanya dapat dipecahkan dengan keberanian dan menempuh bahaya... sebuah kisah yang amat mencengkam. (Scotsman)

Sebuah cerita bagus yang diceritakan dengan cemerlang -- Kalau Anda membacanya sekali, dengan cepat, Anda akan dapat menikmati ketegangannya. Tetapi kalau Anda membacanya sekali lagi, Anda akan dapat menikmati detailnya yang halus... (Birmingham Post)

Petunjuk tentang apa buku ini sebenarnya hanya judul yang mencantumkan "meriam" dan gambar tentara Jerman yang membawa-bawa senapan di sampulnya. Oke deh, karena kata koran-koran Inggris itu buku ini jalan ceritanya lancar dan seru, mungkin patut dicoba untuk dibaca. Dan ternyata... I'm hooked!!! Buku ini menjadi awal dari novel-novel Alistair MacLean lainnya, serta penulis-penulis sejenis, dari Jack Higgins, Frederick Forsyth, sampai Tom Clancy.

Jadi, tentang apa buku ini sebenarnya?

Pada zaman dahulu kala, di era Perang Dunia II pada tahun 1943, saat kepulauan Yunani dikuasai Jerman, tersebutlah sebuah pulau bernama Navarone. Jerman yang menduduki pulau itu memiliki benteng dengan meriam-meriam yang sulit dihancurkan dan mengancam keselamatan kapal-kapal Inggris yang numpang lewat di perairan Aegea. Inggris berencana menyelamatkan 1200 tentara dari pulau tetangga, tapi khawatir kapal pengangkut akan dibombardir tanpa ampun kalau melewati selat Navarone. Berbagai cara dilakukan untuk menghancurkan meriam benteng Navarone, tapi selalu gagal. Akhirnya dikirimlah tim khusus untuk menyusup ke pulau Navarone dari jalan yang paling berat: tebing yang konon tak bisa dipanjat manusia manapun di selatan pulau. Anggota tim dipilih berdasarkan keahliannya, dan dipimpin oleh Kapten Mallory, yang pada masa damai merupakan pemanjat tebing terulung di Selandia Baru.

Waktu yang tersisa untuk menghancurkan meriam laknat itu hanya satu minggu, dan pembaca dipaksa mengikuti setiap jamnya. Dimulai dari saat Kapten Mallory bertemu dengan Kapten Kepala Operasi SOE yang merancang mission impossible itu, berangkatnya tim yang dikumpulkan secara khusus: mulai dari Andrea si mesin perang Yunani, Dusty Miller si ahli bahan peledak dari AS, Casey Brown si ahli mesin, dan Andy Stevens yang juga seorang pendaki gunung, dilanjutkan dengan adegan panjat tebing yang mendebarkan, dan seterusnya.

Pada akhirnya, harus diakui endorsemen surat kabar Inggris itu memang benar adanya. Pembaca otomatis tenggelam di dalam cerita, dan kemungkinan tak bisa berhenti membaca sebelum menamatkannya, karena terpompanya adrenalin saat mengikuti misi bunuh diri tim khusus Kapten Mallory. Ya, buatku membaca buku ini seperti menonton film aksi yang asyik.

Karenanya... pantas-pantas saja kalau pada tahun 1961 novel ini diangkat menjadi film aksi, yang dibintangi oleh Gregory Peck (sebagai Kapten Mallory), Anthony Quinn (sebagai Andrea) dan David Niven (sebagai Dusty Miller).
Film ini termasuk 8 besar box office pada tahun itu, dengan bujet USD 6 juta dan penghasilan kotor nyaris lima kali lipatnya. Untuk ajang award, film ini juga memenangkan Golden Globe untuk kategori film terbaik dan original score terbaik serta memenangkan Academy Award untuk special effect terbaik, selain nominasi untuk kategori-kategori lainnya. Dan kalau diintip di IMDB, ratingnya juga bagus, sekitar 7,6.

Pengalaman memuaskan dengan buku ini membuatku akhirnya menjadi salah satu penggemar karya-karya Alistair MacLean, mencari dan membaca buku-bukunya, dari membaca buku-buku terjemahan Gramedia yang jadi favoritku juga (di antaranya The Satan Bug, The Golden Rendezvous, dan Where Eagles Dare), membaca terjemahan non Gramedia (secara umum kecewa dengan terjemahan dan editingnya, karena seringkali boleh dibilang bukan terjemahan melainkan ringkasan!), sampai membaca buku-buku hardcover aslinya kalau belum ada terjemahannya (sengaja jadi anggota Perpustakaan ITB supaya bisa pinjam!).

Alistair Stuart MacLean (21 April 1922 - 2 Februari 1987) adalah novelis Skotlandia yang menulis cerita thriller dan petualangan populer. Karyanya yang paling dikenal adalah The Guns of Navarone, Ice Station Zebra, dan Where Eagles Dare, yang juga sukses dalam versi filmnya.






View all my reviews

Monday, August 12, 2013

Farmer Giles of Ham by J.R.R. Tolkien

Petani Penakluk NagaPetani Penakluk Naga by J.R.R. Tolkien
My rating: 4 of 5 stars

"Tahu buku Farmer Giles of Ham-nya J.R.R. Tolkien, nggak?"

Kalau pertanyaan itu dilontarkan padaku sebelum aku menemukan (dan membeli) buku seri Kancil terbitan PT Gramedia (tanpa embel-embel Pustaka Utama) tahun 1980 (bentar, itu berapa tahun lalu ya? *ambil kalkulator*) ini di salah satu toko buku bekas di Plaza Semanggi, mungkin aku akan menjawab dengan gaya lebay Jaja Miharja: "Hah? Apaan tuuuh?" lengkap dengan mata menyipit, dahi berkerut, dan mulut manyun (Oke, ini gaya yang sangat tidak disarankan karena bikin cepat tua). Sepanjang pengetahuanku (yang terbatas), buku-bukunya Tolkien hanya trilogi The Lord of the Rings, The Hobbit, dan The Silmarillion. Dari buku-buku tersebut, cuma buku terakhir yang belum kubaca.

Kalau kemudian pertanyaan yang sama kulontarkan pada teman-teman sesama pembaca buku, kebanyakan memang menjawab tidak tahu. Lantas, setelah mengecek statistiknya di Goodreads, kudapati kenyataan yang memang cukup menyedihkan. Pada saat aku menulis review ini, kondisinya seperti ini:
- The Hobbit: 1,1 juta rating, 21.611 review
- The Fellowship of the Rings: 863 ribu rating, 7.932 review
- The Two Towers: 277 ribu rating, 3.472 review
- The Return of the King: 269 ribu rating, 3.404 review
- The Simarillion: 82 ribu rating, 3.138 review

Dan Farmer Giles of Ham (diterjemahkan Gramedia menjadi Petani Penakluk Naga)...... jreng-jreng-jreng ... 2.539 rating dan 82 review!!!

Heuh? Apakah buku ini sedemikian langkanya? Atau mereka yang sudah pernah membaca buku ini memang kebetulan belum bergabung di Goodreads?

Padahal, setelah membaca buku ini, aku merasa buku ini lebih enak dibaca, lebih ringan, dan lebih mudah dipahami daripada buku terjemahan seri Middle-Earth yang lebih asyik ditonton dalam versi filmnya. Tapi... mungkin karena buku ini memang termasuk buku anak-anak sih. Mana tipis lagi. Semula kukira terbitan Gramedia ini terjemahan dari versi abridged-nya, tapi ternyata sudah full version walaupun cuma 112 halaman, mengingat edisi lain berkisar antara 64 s/d 144 halaman.

Buku Farmer Giles of Ham merupakan fabel jaman Medieval yang ditulis J.R.R. Tolkien pada tahun 1937 dan diterbitkan pada tahun 1949. Tokoh utamanya seorang petani bernama Aegidius Ahenobarbus Julius Agricola de Hammo, dengan nama panggilan Giles. Masalah panjangnya nama si tokoh utama ini dibahas secara kocak. Konon pada masa itu nama orang umumnya panjang-panjang, semakin panjang semakin tinggi martabatnya. Maka orang yang ingin dianggap punya martabat tinggi tinggal memakai saja nama yang panjang! Membaca bagian ini, mau tidak mau aku jadi teringat kebiasaan orang Indonesia sekarang yang senang memberi nama panjang buat anak-anaknya. Semakin panjang, semakin asing dan susah dilafalkan, dianggap semakin keren. Padahal di masa depan pasti bakal menyusahkan kalau si anak ikut ujian yang mewajibkan dituliskannya nama lengkap. Dan padahal ujung-ujungnya panggilan sehari-hari yang melekat biasanya pendek dan kurang keren, Dedek atau Neneng misalnya :)

Giles ini bisa dibilang accidental hero. Ia tidak sengaja menjadi pahlawan desa karena berhasil mengusir raksasa yang sedang mengacak-acak desa dan tanah pertaniannya dengan senapan lantak miliknya. Itu pun si raksasa tidak sadar kena tembak, dikiranya cuma kena gigitan serangga, yang membuatnya pulang karena menganggap daerah yang dikunjunginya kurang baik bagi kesehatan. Mendengar prestasinya, Raja pun memberikan surat penghargaan disertai sebilah pedang panjang warisan leluhur. Omong-omong, tanda tangan sang Raja di akhir suratnya sangat panjang, sebagai berikut: EGO AUGUSTUS BONIFACIUS AMBROSIUS AURELIANUS ANTONIUS PIUS ET MAGNIFICUS, DUX REX, TYRANNUS, ET BASILEUS MEDITERRANEARUM PARTIUM, SUBSCRIBO. Iyaa, semakin panjang nama, semakin tinggi martabatnya :)


Masalah muncul ketika si raksasa yang pulang kampung membual dengan hebohnya tentang negeri yang indah, banyak makanan yang tinggal ambil saja, sapi dan kambing ada di mana-mana, tidak ada manusia, kekurangannya paling-paling beberapa ekor serangga penyengat. Berita ini, khususnya tentang tidak ada atau jarangnya manusia, sangat menarik bagi para naga, yang pada zaman dahulu kala sering diburu para ksatria kerajaan. Tapi hanya seekor naga yang benar-benar menapak tilas perjalanan wisata kuliner si raksasa, yaitu Chrysophylax.

Dan waktu Chrysophylax merajalela, para ksatria kerajaan enggan bertindak dengan berbagai alasan. Apalagi waktu itu hari Natal sudah tiba dan pada Hari Santo Johannes bakal diselenggarakan pertandingan olahraga besar-besaran. Pokoknya para ksatria sibuk, tidak punya waktu memburu naga sebelum pertandingan berakhir! Para penduduk yang putus asa pun mulai mengharapkan bantuan Giles si pahlawan. Namanya pahlawan kebetulan, Giles tidak senang dan tidak mau dipaksa memburu si naga. Dengan berbagai alasan, ia berusaha menghindar, tapi belakangan terpaksa menghadapi takdirnya.

Lantas, apakah Giles bisa mengalahkan Chrysophylax? Judul versi terjemahan Indonesianya jelas memberikan jawaban atas pertanyaan itu :)

Kisah ini dituturkan secara ringan dan kocak, dan menjadi parodi dari dongeng ksatria penakluk naga pada umumnya. Sementara para ksatria kerajaan kocar-kacir menghadapi naga, si petani mendadak pahlawan malah bisa menundukkan naga dan menyita harta karunnya. Belakangan, waktu Raja ingin merebut pampasan perangnya, si petani malah membangkang dan mendirikan kerajaan dalam kerajaan! Yah, novel tipis ini memang boleh dibilang biografi mini dari seorang petani yang menjadi raja pertama di Kerajaan Kecil.

Sudah lewat 33 tahun sejak versi terjemahan buku ini terbit di Indonesia. Pertanyaannya adalah, apakah akan terbit versi cetak ulangnya sebagaimana trilogi LOTR dan The Hobbit yang sudah cetak ulang berkali-kali?

N.B. Sedianya review ini dimaksudkan untuk posting bareng BBI untuk kategori buku cerita anak pada bulan Juli 2013 kemarin. Namun apa daya, faktor M lebih berjaya. Tapi akhirnya, aku merasa perlu menuliskan review ini, minimal untuk sekedar sharing informasi kepada teman-teman pembaca Tolkien yang mungkin belum memiliki kesempatan untuk membaca buku kecil ini.


View all my reviews